Riabägoaschter schnitza. Kegiatan tahunan orang Jerman ini diselenggarakan oleh klub Narrenverein Seitingen-Oberflacht. Itu dibuat untuk peserta pria dan wanita, umur 2-99 tahun. Acara rutin diselenggarkan di Gemeindezentrum, 17 Oktober 2014 pukul 18.00-19.00. Selain menyambut Halloween, ada nilai yang saya lihat di sana, bahwa anak-anak Jerman tetap dididik untuk terampil tangan sejak dini dan bermain dengan bahan alam. Bahan alam? Padahal mainan di Jerman yang masih ngetrend adalah lego, play mobil, barbie, monster high, lego friends, nintendo dan jenis lain yang modern. Dari plastik!
[caption id="attachment_368168" align="aligncenter" width="512" caption="Grrrrrr ... serem"][/caption]
***
Anak saya rewel. Mereka merengek minta ikut acara Riabägoaschter schnitza. Itu adalah ukir Rüben atau umbi-umbian, bahan dasar gula di Jerman tempo dulu.
Aduh, Ndhuuuuk. Mama lupa daftar. Memang dalam pengumuman, ada nomor yang harus dihubungi untuk menjadi peserta. Biasanya, saya daftar anak tiga.
“Halah, Bu, datang saja. Pasti ora popo.“ Begitu kata suami saya. Saya menurut. Saya pikir iya juga sih. Bukankah ini demi kebaikan mereka dalam melakukan kegiatan positif dan sosialisasi dengan masyarakat Jerman? Oh. Kami datang dengan keranjang berisi peralatan seperti cetakan kue dari aluminium, beragam pisau, tusuk gigi, korek api, lilin, sendok dan sendok es krim.
Begitu masuk ruangan, kami disambut sorotan mata bapak ketua. Saya sudah deg-degan karena belum daftar. Apa yang dilakukannya? Segera menghubungi sekretaris dan mempersilakan kami mengambil sisa Rüben yang ada di lantai. Wow, danke-danke ....
[caption id="attachment_368169" align="aligncenter" width="422" caption="Kerok buahnya-kerok buahnya ..."]
[caption id="attachment_368170" align="aligncenter" width="419" caption="... sekarang juga!"]
[caption id="attachment_368171" align="aligncenter" width="410" caption="Sibuk ukir bersama"]
[caption id="attachment_368175" align="aligncenter" width="404" caption="Berjajar Rüben-Rüben ..."]
Segera saya bantu anak-anak untuk menggunakan pisau, membelah bagian teratas Rüben. Anak-anak pun mulai mengerok buahnya. Buahnya ditampung di sebuah mangkok plastik biar tidak berhamburan di lantai. Ugh. Rasanya anyep, datar.
Setelah menipis bagian dalamnya, anak-anak mulai mereka-reka, bagaimana tampilan Rüben mereka. Mau serem, mau sedih, mau lucu, mau senang mimiknya ... boleh. Lilin diletakkan di tengah-tengah, dinyalakan dengan api lalu ditutup dengan potongan kecil tadi.
Dari beragam peserta, terlihat kreativitas masing-masing berbeda. Bagus, ya, cara masyarakat Jerman mendekatkan anak-anak pada bahan alam dan ketrampilan tangan lewat acara tahunan ini.
Setelah usai, anak-anak boleh meminum jus atau makan roti sosis yang tersedia. Gratis! Itu barangkali jadi upah setelah “bekerja keras“ dengan prakaryanya. Ukiran Rüben telah usai!
Panitia meniup peluit. Priiiiiiiittt. Semua diam setelah sebelumnya pada mong-ngomong-ngomong. Herr Mink menjelaskan bahwa nanti, sebelum pulang, peserta dipersilakan duduk di lantai luar dan difoto bersama sebagai dokumentasi (untuk klub dan majalah kampung).
[caption id="attachment_368173" align="aligncenter" width="512" caption="Sayap kanan; Tak takut gelap ..."]
[caption id="attachment_368174" align="aligncenter" width="512" caption="Sayap kiri; dengan rupa-rupa hasil karya terampil tangannya"]
Saya siapkan kamera. Jepret!!!
Heboh, ya ... terlihat wajah-wajah gembira nan ceria anak-anak di antara hari yang dingin kala itu. Terampil tangan pakai bahan alam? Siapa Takut? Bisa! (G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H