[caption id="attachment_369762" align="aligncenter" width="418" caption="Bikin pameran kartu pos Indonesia dan sedunia di Semarang "]
[caption id="attachment_369763" align="aligncenter" width="410" caption="Pameran foto Indonesia di Jerman bersama Kampret"]
Tak terasa, tahun berganti tahun. Tahun 2013, saya mudik. Sembari menengok orang tua, saya mengadakan pameran kartu pos sedunia koleksi saya. Orang Jawa bilang ngiras-ngirus, sekalian, kan rumahnya jauh pakai sekali.Saya borong barang-barang yang berbau tradisional. Yaiy. Enam koper kami penuh! Barang-barang itu demi melengkapi pameran foto Indonesia bekerja sama dengan Kampret, Kompasianer hobi jepret. Kali itu saya memamerkan foto-foto keindahan alam dan budaya Indonesia karya kampretos yang terpilih dan beberapa dari foto saya. Pelengkapnya, saya pamer makanan besar sampai kecil dari Indonesia, dari yang bikin sendiri sampai yang beli dari on line shopping. Lebih dari itu, ada tarian Indonesia yang disajikan teman-teman dan tentunya, saya. Gembira rasanya memperkenalkan Indonesia karena di Jerman, negara Asia yang paling terkenal adalah Thailand. Sebulan itu, nama Indonesia saya yakin memenuhi pikiran masyarakat setempat. Sorak-sorakbergembira.
[caption id="attachment_369764" align="aligncenter" width="371" caption="Pamer wanita-wanita Indonesia dalam buku 38 WIB"]
Tahun 2013 berlalu. Tahun 2014 tiba.Lewat Pak Thamrin Sonata dengan Peniti Media Jakartanya, saya menerbitkan buku “38 WIB Wanita Indonesia Bisa“, buku yang menceritakan 38 wanita Indonesia pilihan saya dengan latar belakang yang berbeda satu sama lain. Karena bukunya di Indonesia, saya impor beberapa lewat teman baik di Jakarta. Selain di radio Smart FM Jakarta (relay di 5 kota besar) dan radio Edutop FM Semarang, acara bedah bukunya banyak saya gelar di Jerman; di rumah kami, di gerbong kereta regional, di sebuah universitas di Konstanz dan arisan ibu-ibu IGFU. Semoga tahun depan kalau jadi pulang, bisa launching dan bedah buku lagi. Saya memang gandrung pamer wanita Indonesia yang ada dalam buku itu. “Luar biasa, wanita Indonesia memang bisa!“ begitu kata ibu-ibu Jerman yang ikut hadir. Sama halnya dengan pendapat ibu-ibu Indonesia di Jerman. Tambah bangga.
[caption id="attachment_369765" align="aligncenter" width="380" caption="Mengajari anak Jerman bikin lumpia"]
[caption id="attachment_369766" align="aligncenter" width="410" caption="Ajari anak Jerman pakai baju adat"]
Selain sama ibu-ibu itu, saya senang berkumpul dengan anak-anak Jerman. Itu sebabnya, saya mengiyakan ketika guru TK setempat meminta saya untuk mengajari anak-anak membuat lumpia, lain hari, sayamenceritakan tentang Indonesia di TK St. Michael dan tentunya, menari untuk mereka yang duduk di kursi-kursi unyil.
Demikianlah hidup saya, sembari menekuni pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, saya tetap mengajar bahasa Inggris seminggu sekali. Kebetulan ada tawaran mengajar bahasa Inggris di kota besar, saya terima, dengan syarat, saya boleh usul mengajarkan tentang bahasa dan budaya tari Indonesia. Mereka setuju meski tahu mendapatkan murid yang ingin belajar keindonesiaan di Jerman tidak mudah. Bahkan direktur juga sepakat bahwa mengenalkan identitas sebuah bangsa itu sebuah keharusan di negeri orang. Amboi, senangnya.
Kesenangan saya tetap mengalir. Tak disangka-sangka, naskah buku yang sudah sejak 2010 diterima Gramedia, baru rilis September 2014 kemarin. Senangnya, buku biografi balerina Jetty Maika itu terbit. Ini bukti pamer bahwa balerina Indonesia bisa sejajar dengan balerina internasional. Meski berbahasa Indonesia, buku ini saya yakin mampu menunjukkannya karena dilengkapi dengan gambar-gambar yang menarik tentang balet dari mbak Jetty dan anaknya yang berbakat, Vaya. Mbak Jetty adalah penari balet premier dalam pementasan di Namarina, pemilik studio balet di Jatiwaringin dan sesekali mengajar balet. Vaya, anak gadisnya, adalah murid sekolah balet di AS. Saya ikut merasa bangga dengan prestasi mereka membawa nama negara. Orang Indonesia bisa balet lho.
[caption id="attachment_369767" align="aligncenter" width="341" caption="Bukti nama Indonesia di jagad balet dunia (dok.Nana)"]
Tentu saja budaya sendiri masih dipegang. Seperti saat saya diminta untuk menari di acara Malam Indonesia di Freiburg pada 16 Oktober 2014. Senang sekali pamer sesuatu yang berbau Indonesia. Dari pilihan tari bondan, tari Abyor dan tari Roro Ngigel, panitia memilih yang terakhir. Siap! Usai pentas, saya dipesan panitia untuk menari bersama anak-anak kami dua tahun lagi, 2016. Siap pamer lagi? Tarian yang termudah untuk dikopi paste anak-anak. Semoga bisa!
Ide yang menjadi PR saya berikutnya setelah lomba kartu pos bergambar Indonesia ke Jerman bekerja sama dengan Fiksiana masih menjadi PR bagi saya. Dua pertiga jalan itu adalah pameran kartu pos sedunia 2014 dan Festival Indonesia 2016. Saya kok pengen membuat pameran kerajinan Indonesia 2015. Sepertinya bagus pamer batik, meubel, ukiran dan sejenisnya. Ahhh, mimpi dulu .....
[caption id="attachment_369768" align="aligncenter" width="351" caption="Ajari dakon gadis Rumania, sederhana tapi Indonesia banget"]
[caption id="attachment_369769" align="aligncenter" width="263" caption="Ajari bekel juga Indonesia abis"]
[caption id="attachment_369772" align="aligncenter" width="336" caption="Pamer baju Jawa ibu di lomba foto Jerman, sepele"]
[caption id="attachment_369773" align="aligncenter" width="333" caption="Pamer sinden dalam lomba foto Jerman, sederhana"]
Tuuuh kan. Aksi untuk Indonesia, bisa dari diri sendiri dengan langkah yang sederhana, dimulai dari hal sepele di manapun kita berada. Menggali potensi diri yang ada. Mau di Indonesia, mau di Jerman, mau di Amerika atau Ameriki. Kalau mau pasti bisa. Saya memulainya dengan modal omong (promosi), tarian dan makanan. Bisanya baru itu. Inshaallah tetap jalan ... Indonesia memang jauh dari mata saya tapi ingin saya hadirkan selalu di Jerman lewat hati dan pikiran saya dengan tindakan sepele dan sederhana. Mau rajin pulang, mikirrr.
Aksi untuk Indonesia?Aayooo ... kompasianer bisa.
***
Kata orang, saya memang hiperaktif. Bahkan, lebih ekstrim lagi, orang yang tidak suka sama saya bilang; saya kurang kerjaan. Hehehehe. Biarlah, biar aksi pamer saya jalan terus. Bagi saya, wajib pamer Indonesia di negeri asing itu asyik dan seru. Bagaimanapun, pada hakekatnya, saya harus ingat, pekerjaan utama saya adalah sebagai ibu rumah tangga, lain-lain hanyalah ekstra (termasuk rencana pamer Indonesia ini). Tidak boleh lupa, tak juga alpa. Selamat pagi, nyetrika dulu, gunung (cucian) saya mau mbledhos.(G76)