“Pak, titip anak-anak ya ... mau ngajar. Ati-ati kalau anaknya jatuh.“ Saya membuka garasi depan rumah.
“Waduh Buuuuk, bukan anaknya yang harus hati-hati. Kamu yang hati-hati, jalanan penuh es. Licin. Pakai bus saja.“ Suami saya khawatir. Kemarin banyak kecelakaan karena ada truk yang terperosok, tak bisa maju tak bisa mundur. Makanya banyak yang jengkel dan ngebut lalu gubrak; kecelakaan. Antrinya jadi puanjaaaang. Mobil berbaris seperti semut di dinding rumah bapak.
Eh ... disuruh naik bus? Ogah ahhh ... takut telat karena bus hanya datang tiap 30 menit.Saya nekat.
Anak-anak yang sedang bermain salju di depan rumah, melambaikan tangan.
[caption id="attachment_394589" align="aligncenter" width="360" caption="Salju itu indah tapi juga pemicu bahaya di jalan raya ...."][/caption]
Haduh, bener-bener. Jalan yang biasanya boleh 100 km/jam menuju kota, hanya bisa saya genjot 50 km/jam. Semua kayak siput. Saya gak berani ngebut. Nanti kepleset, payah. Mana mobil saya berat.
Untungnya, jarak dari rumah ke kantor LPK di kota yang biasanya hanya 10 menit tetap bisa dicapai, meski butuh dua kali lipat. Duapuluh menit! Coba kalau terlambat. Hari ini, saya ngadain tes karena hari terakhir untuk semester pertama. Harus lebih awal.
Dan memang saya masih punya 10 menit untuk siap-siap. Di ruang kelas, langsung saya kirim Whatsapp ke suami:
“Sudah tiba dengan selamat pukul 15.15.“
Sepuluh menit kemudian, kantor kasih tahu, dua murid tidak hadir karena terhadang badai salju di jalan.
***
Pulangnya, saya agak khawatir. Oh, rush hour! Semua orang pulang kerja. Daaaan ... jalan kann masih es, licin. Kalau tadi dengan kecepatan 50 km/jam, sekarang hanya 20 km/jam. Ngeriiii .... Tapi nggak papa, daripada kecelakaan karena menyalip dan ngebut. Bahaya dan membahayakan orang lain pula. Mobil direm saja gak berhenti lho, perosotan.
Arghh, begini rupanya kalau terjebak macet. Saya setel radio pelan-pelan. Tiba-tiba radio mati! Ada sela bunyi panggilan telepon.
“Buk, kamu di mana?“ Suami nyari-nyari. Meski HP ada di bagasi belakang, ada untungnya kalau mengeset blue tooth di mobil memang. Tinggal pencet tombol di setang.
“Stuttgarter Strasse ....“ Saya sebut jalan yang sedang saya lalui. Separoh jalan menuju rumah. Rupanya ia tidak khawatir kalau saya ada apa-apa di jalan kok lama datangnya, tapi soal mau dimasakin apa. Hahaha ....
Duapuluh menit berlalu, saya sudah sampai di rumah. Garasi sudah dibukakan suami. Begitu masuk, dipeluk cium karena tadi nggak takut dan selamat PP nyetir mobil ke kota di antara hujan badai salju dan jalanan aspal yang licin karena sudah jadi es aspal.
Sayanya mlongo dan mbatin “You love me, huh!?“
Selamat malam. (G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H