Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepeda

12 Februari 2015   02:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:22 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepeda papa hilang ...“ Papa memegang kepalanya. Senut-senut. Sepertinya ia sedang pusing. Sepeda papa memang sudah tua. Catnya saja sudah tak yakin warna apa. Karatan? Nggak usah ditanya! Tapi sepeda itu punya ribuan nyawa. Perjalanan papa di seluruh dunia dengan sepeda balapnya itu bahkan lebih berharga dari surat berharga yang disimpan papa di brankas baja.

“Mana mungkin ada maling di sini, pah?“ Aku memandang anjing Shepherd milik papayang gedhenya segaban. Kalau berdiri, pintu rumah saja hampir nyundhul. Kalau ada orang berani masuk, pake nyolong segala, bisa digigit sampai copot tangan atau kakinya kan. Apalagi, plang di depan rumah, dekat pagar tertulis “Awas anjing galak!“ pasti sudah jadi warning sangar bagi siapapun yang lewat pintu kami. Mana berani?

[caption id="attachment_396271" align="aligncenter" width="506" caption="Sepeda papa ....(dok.Gana)"][/caption]

Segera kami sibuk keliling rumah. Mencari barang “berharga“ yang tak juga ketemu akhirnya. Ingin ketawa rasanya lihat muka papa merah dan cemberut. Perutnya yang gendut berkali-kali kewalahan mengimbangi gerakan aktif ke sana-ke mari. Tapi aku mengerti bahwa aku harus menaruh simpati. Mulutku terkunci. Tangan dan kakiku saja yang wara-wiri.

Oh. Otakku tiba-tiba berputar. Kami ini hanya berempat. Papa, mama, kakak dan aku. Aku tidak bermaksud berprasangka buruk pada kakakku itu. Tapi biasanya, kalau ada apa-apa di rumah yang tidak beres, kakaklah biang keladinya. Kakakku itu, lelaki. Pengangguran kelas teri. Umurnya sudah 20 tahun. Sekolahnya DO 4 tahun lalu, narkoba.

“Pah, mungkin kakak yang ambil ... dipakai lalu lupa kembalikan? Atau malah sudah dijual ....“ Aku beranikan diri mengutarakan isi otakku pada papa. Terbelalak mata papa yang biru. Mama memandangiku. Tajam, tajam sekali. Aku takut kalau mama marah, anak kesayangannya dibilang maling.

“Mana mungkin? Sepeda itu aku paku di atas dinding garasi. Bagaimana dia bisa mengambil dan memakainya? Dan kapan itu? Sempat-sempatnya ....“ Sekilas ada sorotan mata papa yang aku tangkap; antara percaya dan tidak percaya. Tapi itu tak lama, papa tambah geram. Seperti usulanku, papa mengirim Whatsapp pada kakakku yang sedang jeng-jeng, jalan-jalan dengan teman-temannya di kota lain.

Aku tak tahu kalau usulanku itu makin bikin parah suasana. Papa marah besaaaaar. Bayangkan saja, apa balasan kakakku di layar HP papa? “Ya, sepeda aku yang ambil. Nggak usah khawatir nggak bakalan ilang, kok. Mana ada yang mau maling sepeda jelekmu. Ditaruh sembarangan saja nggak ada yang lirik.“ Gubrak! Aku yang baca saja hampir terjengkal. Bagaimana dengan papa? Papa tambah berang, seperti lokomotif diisi batu bara. Sengaja kubiarkan papa sendiri. Kubantu mama di dapur, menyiapkan makan malam kami hari ini.

***

Keesokan harinya, siang hari sepulang sekolah, aku tak bisa lewat di gang rumah. Bingung sungguh bingung aku ini. Rumah kami dililit tali police line. Lampu kelap-kelip biru putih dari mobil polisi yang jumlahnya ada empat itu makin membuatku tambah bingung. Ada apa ini?

Mama menyambutku dengan pelukan, mata sembab dan rambut awut-awutan. Perempuan cantik yang biasanya seperti model Cindy Crawford itu tak ada bedanya dengan hantu. Di lantai, kulihat kakak matanya mendelik. Tapi ia tak bergerak satu senti pun. Kepalanya bersimbah darah! Tenggorokanku serasa tercekik tak bisa bersuara. Kubalikkan badanku. Kulihat papa diborgol polisi, papaku ditahan. Papa menembak kakak pakai bedil berburu kakek yang disimpan di gudang kami!(G76)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun