Mohon tunggu...
Gagan
Gagan Mohon Tunggu... -

Orang gila yang tak lupa kewarasan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Maqam yang Terjaga

3 Februari 2017   23:31 Diperbarui: 3 Februari 2017   23:37 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ; http://analisadaily.com

Aku masih di sini,
Menjaga maqam kata yang dulu terkubur petaka sejarah. Masih selalu kutaburkan butiran cinta dan kusiram dari lelehan kebenaran sebagai kenangan akan kau yang pernah mencecapnya kala terluka ditikam petir tanpa tuan

Sengaja tak kutancapkan pusara agar tak satupun burung berparas pelangi hinggap dan mencuri ceceran butiran yang kutabur. Aku tak percaya mereka. Ketika sayapnya mengepak kulihat dibalik lengkungnya nyatalah mereka tak lebih burung bangkai berkulit kanvas penuh nanah.

Biarkan aku rebah di atas maqam ini
Tubuh terlentang menatap gelap malam. Menghirup tetes embun. Menantang kilau siang. Sesekali mengarungi angin agar tahu arah pusaran dan titik kebenaran berpijak.

Di maqam kata ini aku laksana penari panggung neraka yang berpesta di permadani surga. Olehnya, jagat raya adalah milikku. Dan atas nama kematian raga, aku telah menjadi sebuah lambang kebebasan karsa.

Jangan kau datang menabur bunga. Cukuplah hirup setiap kenangan perjuangan dibenakmu. Aku pasti datang lewat putaran waktu untuk menemui rindumu akan kedamain negeri.

-----

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun