Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Jurnalis - Wartawan Desk Politik

Koran kampus ipb 2003-2004 Majalah trobos 2005 Tabloid Peluang Usaha, Waralaba, Wirausaha (media peluang group) 2006-2009 Tabloid The Politic (pimred), tabloid Femme (wapimred) 2009-2014 Tabloid waralaba dan wirausaha (pimred) 2014-2015 Marcomm Perusahaan mitra pertamina di SPBU 2015-2016 Marcomm media warna warni advertising 2016 Majalah properti indonesia (redaktur) 2016-2017 Majalah Inspiratif (Redaktur) 2017-2018 Berkabar.id, berempat.com, Independent observer, Sironline.id (2018-skg)

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Adakah Indikasi "Permainan Politik" OTT KPK?

13 Januari 2020   19:59 Diperbarui: 14 Januari 2020   18:20 1814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi OTT KPK (ANTARA FOTO/ Dhemas Reviyanto)

Tulisan saya kemarin soal indikasi adanya pertarungan politik antara Mega vs SBY lumayan mendapatkan perhatian luas. Banyak pesan WA masuk dari teman teman wartawan dan juga email menanyakan soal apa yang terjadi sesungguhnya dalam kasus ini.

Bagaimana sebuah penangkapan yang dikatakan "Operasi Tangkap Tangan" kemudian diubah menjadi sebuah "pengulangan terus menerus dengan sasaran Hasto" yang kemudian disampaikan dalam pesan-pesan redaksional tersembuyi oleh dua media tertentu? 

Kemudian secara tak langsung jadi lokomotif penyebaran kabar massif dengan pola-pola tembakan yang jelas ditujukan pada "orang tertentu" dengan ekspektasi banyak kepentingan politik pada Pilkada 2020, juga Pilkada penting DKI 2022.

Banyak juga masukan dari kawan-kawan wartawan tentang bagaimana operasi media yang bukan saja massif tetapi memiliki konten yang terus menerus pada sasaran ketidakpuasan pergantian pimpinan KPK semua ini saling kait mengait dan menjadikan tiga peristiwa operasi KPK Sidoarjo, Banyumas, dan Jakarta memiliki tujuan tersembunyi dalam sasarannya, di mana banyak yang bertanya "Apa yang terjadi di dalam KPK?" 

Apakah kepemimpinan yang masih dalam "bulan madu" pemimpin baru KPK ini terjadi friksi-friksi lanjutan dari konflik internal KPK dan ketidakpuasan Wadah Pegawai KPK seperti pada pergumulan KPK di masa sebelumnya?

Setelah saya amati 'ledakan' berita yang beruntun dan tiba-tiba membuat insting politik saya berkata "Ini Perang Politik", lalu keriuhan tagar twitter dan facebook yang bagi analis media sosial sudah terbaca bagaimana pola gerakannya dan amat mirip dengan perang politik Pilpres 2019.

Dan ini bukanlah gerakan organik media sosial tapi sebuah gerakan terencana serta sistematis dengan sasaran yang jelas "Hasto Harus Dihancurkan".

Indikasi terjadinya "Perang Politik" dalam pemanasan Pilkada 2020 juga persiapan pertempuran Pilkada 2022 ketimbang upaya sistematis dalam kerja kerja pemberantasan korupsi. 

Indikasi ini bisa dijawab sebenarnya dari perkembangan keadaan, apa yang terjadi di KPK selama masa transisi kepemimpinan dan sejarah pertarungan Hasto dengan kelompok-kelompok KPK yang dituduh 'bermain politik' dan berujung pada ditendangnya Abraham Samad serta kolega-nya Bambang S Widjojanto dari KPK.

Adanya Wadah Pegawai KPK yang seakan mempunyai wilayahnya sendiri, terjadinya friksi-friksi di tubuh KPK, sampai isu-isu perdagangan kasus yang banyak diketahui para elite politik.

Kasus Novel Baswedan yang ramai sampai pada 'penertiban KPK' karena tidak boleh lembaga ad hoc yang dipercaya menjadi alat permainan politik, lalu restrukturisasi di tubuh KPK dengan tujuan agar KPK yang nyaris lembaga 'super body' tidak menjadi ladang permainan politik liar dengan dibentuknya otoritas dewan pengawas sampai persetujuan restrukturisasi itu. 

Lalu keributan keributan itu senyap seperti sebuah 'gencatan senjata yang sunyi kemudian diledakkan kembali lewat operasi serangan umum' diantara para pemain politik menunggangi peristiwa "Penangkapan KPU oleh KPK".

Menjadi sebuah kasus investigasi politik yang menarik dimana puzzle segala ini yang masih tersebar bisa kita susun satu persatu dan memiliki konfigurasi yang kentara  bisa dibaca publik.

Serangan "OTT KPK" dan Nilai Politik

Adanya berita tangkap tangan Sidoarjo dan operasi penangkapan kasus suap KPU seperti berita-berita penangkapan rutin yang dilakukan KPK.

Namun berita itu menjadi headline menarik ketika secara terus menerus dua media majalah T dan sebuah online "R..L" secara intensif sebelum pengumuman resmi KPK melibatkan nama Hasto dikaitkan dengan dua orang inisial "S" dan "D". 

Berita penangkapan KPK kemudian berkembang menjadi sebuah "Peristiwa Politik" di mana Hasto menjadi seluruh liputan berita. 

Persoalan Dendam Lama 

Yang paling jelas atas klarifikasi soal Hasto tentunya pihak KPK dan benarlah jawaban salah satu Ketua KPK Lili Pintauli Siregar "tunggu keputusan KPK" ketika menjawab pernyataan pers politisi PDIP Masinton Pasaribu yang menyatakan di sebuah media online bahwa "ada motif politik" di balik OTT KPK.

Dua statement ini secara serius mengundang banyak pertanyaan. 

Pertama, soal KPK sendiri dan kedua, Informasi apa yang diterima Masinton sehingga menyatakan ini bagian dari "motif politik"  dan ketiga bagaimana posisi Hasto dalam perudungan terus menerus dari serangan lawan politiknya dengan menunggangi isu KPK.

Tiga soal ini bisa dikembangkan menjadi indikasi terjadinya permainan politik yang bermuara pada Pilkada 2020 dimana banyak kemungkinan di sini Mega vs SBY, juga pertarungan antara Nasdem dan PDIP yang terkait Pilkada 2022 di mana posisi Risma dan Anies dipertaruhkan. 

Bila kemudian perkembangan kasus ini ternyata benar adanya indikasi permainan politik sebagai bagian konflik konstelasi baik konfigurasi persekutuan baru hingga persoalan citra publik yang berpengaruh pada dinamika survey politik di berbagai daerah.

Jelas sudah banyak Partai politik berkompetisi soal ini apalagi lawan lawan politik PDIP yang ingin menguasai kemenangan Pilkada 2020 berkepentingan melumpuhkan kekuatan politik PDIP. 

Selain ada beberapa faksi di tubuh KPK yang diindikasikan memiliki "dendam lama" atas kejadian penggantian pimpinan KPK semua bisa dijadikan rujukan dalam melihat kasus ini.

Hasto mulai dikenal publik saat ia menciptakan panggung pertempuran dengan Abraham Samad, saat itu Hasto melihat indikasi Abraham Samad mulai menjadikan KPK sebagai alat negosiasi politik Abraham Samad untuk menjadi Calon Wakil Presiden mendampingi Cawapres Jokowi jelang Pemilu 2014.

Sementara Abraham Samad sendiri mengaku tidak pernah bertemu dan melakukan pembicaraan dengan Hasto soal Pilpres 2014 apalagi menyodor nyodorkan dirinya menjadi Cawapres 2014 kepada Hasto.  

Saat itu banyak berita beredar bahwa Abraham Samad kecewa dirinya tidak maju jadi Cawapres RI karena dirinya 'dijegal' dari PDIP disinilah kemudian muncul dendam Abraham Samad pada PDIP dan juga ada semacam sinyalemen ancaman pada Presiden Jokowi.

Dari kubu Hasto menilai bahwa KPK sudah dijadikan alat politik dan ini bila terjadi akan membahayakan pemerintahan Jokowi.

Adanya fakta pertemuan antara kubu Hasto dengan kubu Abraham Samad yang kemudian dijadikan landasan adanya "kepentingan tersembunyi" soal ambisi jabatan serta pengingkaran Abraham Samad dalam pertemuannya dengan Hasto.

Kemudian meledaklah pertarungan itu di mana Hasto menggunakan masker di depan konferensi pers menyindir Abraham Samad, yang mana Abraham Samad menurut Hasto menemui dirinya dengan masker agar tak dikenal publik dan berujung pada penyodoran fakta-fakta bahwa Abraham Samad main politik.

Tak lama kemudian Abraham Samad juga jatuh dari KPK menyusul Bambang S Widjojanto yang dihajar opini soal Saksi-saksi di salah satu kabupaten Kalimantan Tengah dan kemudian publik juga membuktikan bahwa BSW juga kelihatan tidak profesional saat menjadi ahli hukum pada kesaksian soal Pilpres 2019 dimana dia banyak menjadi bahan ketawaan publik. 

Kasus Hasto dan Samad ini sendiri terjadi mengikuti soal 'bocornya sprindik Budi Gunawan (BG) yang berkembang sedemikian rupa justru pada tudingan Abraham Samad menggunakan KPK sebagai alat politik.

Setelah tersingkirnya Abraham Samad dan Bambang S Widjojanto, di KPK tercipta friksi friksi ada kubu yang katanya dari "Kepolisian" dan ada kubu yang ditengarai dibawah pengaruh "kekuatan tertentu". 

Antara tahun 2016-2018 Kubu ini memanas dan saling bertarung satu sama lain puncak dari pertarungan ini munculnya faksi Brigjen Aris Budiman dan kubu Novel Baswedan. 

Antara Aris dan Novel tercipta kondisi saling curiga yang juga menjadikan KPK bukan lagi sebuah gerakan solid pemberantasan korupsi tapi justru tempat persaingan dan konflik dimana masing masing kubu membawa kepentingan masing masing.

Di bulan April 2018 Aries Budiman diundang ke DPR RI untuk menjelaskan apa yang terjadi sesungguhnya pada KPK. 

Lansekap kejadian di KPK pada April 2018 menjelaskan di publik bahwa di KPK sendiri tercipta banyak kepentingan kepentingan yang bukan lagi di wilayah murni landasan pemberantasan korupsi tapi ada muatan muatan kepentingan politik praktis yang gambarannya tercipta pada penghujung tahun 2019 di bulan Oktober yang mana terlihat sekali banyak pemain politik tarik menarik di seputar KPK sehingga Presiden Joko Widodo memutuskan mengambil langkah langkah restruturisasi KPK yang efektif pada 17 Oktober 2019.

Menjadi pertanyaan besar di sini apakah framing penangkapan "staf Hasto" itu terkait dengan rentetan peristiwa yang saling terangkai?

Apakah masih ada sisa-sisa laskar di tubuh KPK yang meneruskan gerakan untuk menuntaskan dendam lama "menyelesaikan Hasto" dengan menabrak aturan-aturan?

Hal ini butuh juga pembuktian secara fakta hukum dan juga pembuktian politik, karena bila kemudian "political framing strategies" maka pihak Hasto dan PDIP juga harus menjawab secara politik dan ini di luar kaitannya dengan masalah hukum.

Karena setiap Partai pasti memiliki "Intelijen Politik" untuk memetakan kejadian bila kemudian PDIP sebagai Partai besar masih saja lugu dengan mengikuti arus pembentukan rekayasa opini publik bisa dikatakan PDIP terjebak dalam gendang para pemain lawan yang memanfaatkan momentum KPK.

Namun juga diperiksa apakah Hasto terlibat dari isu suap itu atau memang ada kemungkinan kemungkinan lain seperti komersialisasi regulasi para pemain yang memanfaatkan mandat politik.

Dalam banyak kasus apalagi persoalan politik banyak hal dilakukan untuk memenangkan kepentingan. Karena dari berita-berita yang dibaca bahwa Megawati dan Hasto Kristiyanto menandatangani sendiri surat PAW  logikanya bermain di sini sudah jadi karakter Megawati dia selalu melalui prosedur hukum dan bila kalah di hukum dia menyerahkan pada kebijakan berpegangan pada hukum yang berlaku.

Karakter Megawati bisa dibaca dalam rekam jejaknya di masa lalu seperti saat Mega diserang Pemerintahan Orde Baru dan keadaan gamang hukum tahun 1996-1997, Megawati menolak barisan PDI saat itu melawan hantaman Pemerintahan Suharto dengan kekuatan otot.

Megawati meminta semua berdiri dan setia pada jalur hukum.  Dalam kasus Megawati-Prabowo  melawan SBY-Jusuf Kalla di tahun 2009 boleh dibuka bagaimana rangkaian kecurangan terjadi lalu semua didiamkan dimana Mega memutuskan terus menjadi oposisi.

Juga soal kasus Pilkada Bali 2013 bagaimana bentuk-bentuk kecurangan terjadi yang dilakukan lawan politik PDIP dimana tak masuk akalnya PDIP kalah di Bali.

Tapi Megawati tetap meminta taat pada keputusan hukum dan kejadian yang dituduhkan ini menjadi semacam anomali atas karakter politik Megawati.

Karena bagaimanapun setelah keputusan KPU dinyatakan selesai ya tidak ada celah apapun dan kembali ke tangan Partai bagaimana penyelesaian politiknya, jadi sangat tidak masuk akal masih menyuap karena bisa saja PDIP bertindak seperti Gerindra dalam soal PAW bila ada penugasan khusus apalagi sudah ada kekuatan hukum dari MA soal Partai memiliki kedaulatan atas PAW. 

Jadi ini perlu dilihat dari para pemain di bawah yang melihat peluang adanya celah bermain dengan memanfaatkan regulasi.

Dari sini apa yang disebut sebut sebagai "Subordinasi Hasto" main uang  dan kemudian setelah tertangkap menimpa kesalahan itu pada atasannya dimana dia ingin mencari perlindungan. 

Sebenarnya hal ini bisa dibaca tingkat disiplin para politisi akan lemah bila kemudian menerima banyak uang dan cenderung berfoya-foya lantas lupa pada tugas ideologi serta kecanduan uang.

Bila ini terjadi Hasto diserang dua kepentingan " kemungkinan adanya dendam lama"  dan "anak buah yang indisipliner" pembuktian itu harus transparan serta clear. 

Karena di zaman sekarang susah sekali menutup-nutupi sesuatu. Dan juga jadi tugas KPK pula untuk membuktikan apa benar Hasto ikut bermain? semua harus adil dalam melihat dan mengamati ini.

Political Framing Strategies

Ketika politisi Masinton Pasaribu menyatakan bahwa ada "motif politik" maka perlu juga dimintai informasi apa yang didapat Masinton. 

Adanya info info soal bagaimana KPK meminta penggeledahan di kantor PDIP dengan menggunakan Surat Penggeledahan yang tidak terkait kantor PDIP dan ini harus dibuktikan bagaimana KPK melakukan penggeledahan tidak sesuai kejadian pertama-tama juga dilihat apa yang disebut OTT (Operasi Tangkap Tangan).

Menurut sumber yang saya dapatkan orang yang bernama "S" dan "D" sedang makan di Jalan Sabang Jakarta Pusat sementara orang yang bernama ATF sedang berada di rumahnya di Depok sementara WS Komisioner KPU sedang berada di bandara hendak berangkat ke luar Jawa.

Ini artinya dari penangkapan orang orang itu tidak ada transaksi yang terjadi dan uang yang didapatkan KPK berada di rumah ATF namun permainan sesungguhnya bukan di situ: "Permainan bernilai politik tinggi" justru pada cuitan Andi Arief dan Majalah "T" yang katanya meminta ijin pada Andi Arief untuk merilisi cuitannya pada berita lalu framing terbentuk "Hasto Terlibat". 

Operasi KPK ini menjadi semakin menarik karena sengaja di pas-kan pada agenda Ulang Tahun Partai ke 47 serta Rakernas PDIP yang berlangsung di Kemayoran.

Menurut beberapa sumber akan tercipta drama politik "Hasto ditangkap di Acara Ulang Tahun Partai" bahkan ada framing menarik dari judul pemberitaan media seperti ini  Megawati Disebut Tak Akan Lindungi Hasto Jika Terlibat Kasus Suap  (TEMPO, Jumat 10 Januari 2020).

Judulnya disebut "Hasto" dengan melibatkan nama Megawati namun isinya hanya pendapat pengamat Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno, dalam konteks bahasa disini jelas media sedang berpolitik karena dari kaitan antara judul dengan isi jauh berbeda.

Perspektif narasi di sini adalah "menjauhkan Megawati dengan Hasto" atau adanya suatu yang diharapkan pidato keras Megawati untuk membereskan Hasto jika bersalah namun jelas Megawati bukan pemain politik kemaren sore. 

Penciuman politiknya sudah sangat tajam disini ada "permainan permainan" dan ini ditandai dengan naiknya Hasto,

Megawati dan Prananda dalam satu mobil buggy di acara Rakernas PDIP disini tersimpan pesan akan terungkap permainan permainan di balik serangan pada Sekjen PDIP. 

Insiden penangkapan di hari-hari penting PDIP seakan sudah menjadi "Gerakan Senyap" para lawan politik PDIP dan cenderung dipaksakan seperti kasus Nyoman Dharmantra yang dibawa dulu ke acara Kongres PDIP Agustus 2019 dari Jakarta ke Bali dan dramanya ada penangkapan di kongres PDIP sehingga framing yang terbentuk selalu ada penangkapan di acara penting PDIP. 

Kalau PDIP cerdas harus mencari siapa orang yang mendesain penangkapan penangkapan yang di pas-kan dengan hari penting PDIP karena ini jelas pemainnya paham psikologi politik soal ini.

Yang menarik dalam kasus ini adalah "Political Framing Strategies" dari lawan lawan politik PDIP. Menurut sumber ada dua mantan menteri dan dua media yang aktif bermain dimana markas gerakan mereka berada di Tebet. 

Tudingan "Serangan terhadap Hasto dari Tebet" ini bisa diungkap lebih jauh tentunya dari kemampuan PDIP melakukan investigasi politik terhadap indikasi konspirasi serangan. 

Apabila benar adanya fakta dua mantan menteri dan dua media yang bermain maka PDIP bisa saja mengajukan somasi atas pemberitaan lewat para pengacaranya dan dicari pembuktian permainan ini sementara dalam kasus dua menteri yang ditengarai menggerakkan laju opini tersebut maka perlu pembuktian secara politis. 

Political Framing Strategies juga dilakukan bukan saja pada Hasto tapi juga pada jajaran pimpinan KPK yang baru dimana Ketua KPK  Firli Bahuri menjadi sasaran tembak dari Politik Framing Strategies.  

Hal ini bisa dilakukan pada riset pemberitaan media beberapa pemberitaan dikondisikan "KPK Diperlemah" atau "Setelah Revisi KPK" ada pelemahan. Rangkaian berita dengan media media tertentu terus mengangkat kasus tersebut dengan judul yang sejenis sebelum kejadian kasus KPK terhadap KPU.

Kasus gagal geledah karena tidak adanya prosedur OTT kemudian dipelintir "Bukti Kelemahan KPK dengan Dewan Pengawas". 

Padahal penggeledahan tanpa syarat bila terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT) sementara apa yang terjadi dalam kasus KPU itu bukanlah tangkap tangan.

Penggiringan opini ke Hasto terbentuk mendahului gerakan dan cek di semua media terutama dua media pemain dalam soal ini selalu dinarasikan "OTT, Operasi Tangkap Tangan" padahal yang terjadi penangkapan di tempat aktivitas masing masing dan bukan tangkap tangan.

Dengan senjata opini publik maka seakan akan "Gerakan KPK terhadap Sekjen PDIP" adalah bagian operasi serentak tangkap tangan, di mana ada transaksi di tempat.

Padahal dalam kasus bukan OTT penggeledahan atau penyitaan  atau "Police Line"  boleh terjadi bila ada tersangka dan kasusnya berada dalam tingkat penyidikan.

Operasi Tangkap Tangan (OTT) itu adalah penindakan hukum saat terjadi pelanggaran  sehingga mendapatkan privelege di luar hukum acara. Bila tindakan hukum terjadi tidak saat tindakan dilakukan, maka yang berlaku adalah "Hukum Acara".

Masyarakat senang dengan drama utamanya bahasa "OTT" di sinilah para pemain politik beradu. "OTT KPK" dikonversi ke dalam serangan politik dan menjadi mainan opini publik, jelas di sini lawan-lawan politik Hasto yang terkait dengan Pilkada 2020 bersorak.

Pilkada 2020 sudah dekat. Hasto menjadi orang penting dalam pertarungan pertarungan Pilkada 2020. Karena ditengarai PDIP memenangkan 60% dari semua pertarungannya dan mendominasi wilayah wilayah politik.

Kemudian tahun 2022 Risma diprediksi maju ke DKI Jakarta dengan pengusung utama PDIP jadi sangat seksi menggempur "Otak PDIP" sebelum melumpuhkan wilayah-wilayah politik yang jadi perebutan di antara berbagai konstelasi kekuatan politik.

Melihat apa yang terjadi dalam peristiwa ini mulai framing "OTT padahal bukan OTT", "Cuitan Andi Arief", "Dua Media yang pertama kali melakukan Framing "Dua Staf Hasto".

Lalu diperkuat "Hasto Terlibat" kemudian soal penggeledahan yang bermasalah kemudian dilempar ke floor opini publik "Penggeledahan dengan Woro Woro" maka jelas bagi saya ini peristiwa politik dan PDIP akan cenderung naif bila tidak melakukan perlawanan politik dengan melakukan langkah langkah memeriksa beberapa media yang kemudian melakukan framing politik.

Memeriksa dan mendiagnosa permainan permainan di media sosial dalam pembentukan opini publik seperti tagar "HastoMencret" karena setelah melakukan investigasi atas pergerakan media maka tersusunlah nuansa perlawanan politik.

Kasus penangkapan biarkan KPK bekerja, tapi dalam pembentukan opini publik lewat strategi framing harus diperjelas alur-nya bahwa ini "Pengondisian Politik" dan saya menduga ini lebih pada persoalan Pilkada 2020.

Dalam Pilkada digunakannya kekuatan kekuatan resmi hukum negara dalam permainan barter politik macam OTT kepada politisi yang survey-nya tinggi.

Tawar menawar perlindungan kasus agar mereka bisa dibajak dan banyak lagi penggunaan kekuatan hukum resmi dalam tekanan-tekanan politik praktis adalah tujuan utama menciptakan kondisi politik yang fair.

Nah tinggal bagaimana kemampuan PDIP dengan barisan pengacara-nya mampu membuktikan Operasi KPK terhadap Hasto adalah peristiwa politik atau bukan, bila peristiwa politik maka jawablah secara politik bila murni persoalan hukum ya harus fair menghadapi apapun risikonya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun