Titik-titik itu bergerak kadang cepat, kadang pelan, cepat sekali dan kemudian pelan. Terlihat sebuah lingkaran kecil dan besar terbentuk dari titik-titik. Mereka tidak pernah berhenti, terus berjalan mengiringi detak nadi yang berpacu mengejar jatuhnya bola api raksasa itu, resah terbawa bersama, damai selalu tinggal diantara tumpukan kotoran burung malam. Hanya ada Tanya dalam redup senja di bawah pelataran hitam, gelap, sumpek, panas. Â Butiran air bercucuran membasahi ubin usang itu, kembali hanya desah nafas tanya yang terdengar diantara senandung pedih kodok.
Kembali bunyi itu pergi dan hanya terdengar desah nafas berat, mata yang pelan-pelan mulai redup menikmati  putaran titik, lingkaran itu kadang berbentuk  bulatan tajam, seperti panah-panah kecil yang selalu siap  mengisi darah, kemudian membuainya entah kemana, jauh, jauh dari dunia yang gaduh penuh debu.
Masih saja ia berada di situ dengan mata pada titik, sementara tangan tidak sanggup menggapai malam, menggapai terang, menggapai pagi. Tali-tali itu  seperti terus mengikatnya diruang sempit. Kadang sayup terdengar suara perempuan lembut menyapanya, suara laki-laki yang sama lembut menyapanya.Â
Tanya hanya diam, terus diam, suara teriakan anak-anak di seberang tembok itupun tidak mampu membangkitkannya, lagi Tanya hanya sendiri. Suara gelak tawa seperti bisikan halus,  yang akan nyata setelah lingkaran titik seperti panah  itu masuk ke dalam nadinya, ini nikmat, ini indah,  ini hidup,  ini puncak ekstasi hidupku, bisik Tanya pelan. Sakit, ya..sakit adalah puncak ektasi hidup,  terus begini sampai  ujung tak berujung.
Merah, kuning, hijau, menyatu, semua warna itu bergerak masuk mengikuti putaran titik-titik, tapi kemudian dengan sombongnya warna-warna itu menutupi titik-titik, menggambil semua gerak titik.Â
Sesekali titik terlihat, samar dan kemudian hilang lagi, jatuh, melayang, entah kemana. Tanya terus melihat dan menunggu kapan titik-titik kecil itu kembali mengisi lingkaran itu. 365 x 3600 sudah kepalanya ditundukkan, matanya terus membelalak dan tidak ada satupun titik disana.Â
Warna-warna itu yang kian kuat berputar ke sana ke mari, tanpa mempedulikannya. Ini malam? Ini siang? ataukah senja hari? Tanya hanya tahu bahwa detik-detik berlari begitu saja. Tumpukan debu memenuhi seluruh tubuh, bersatu kemudian menjadi bagian dari kulit ari. Bau anyir darah yang mengalir, basah, lalu mengering dan menetes lagi pada detik ke 2.419.200.Â
Semut-semut bersarang di selakangannya, kutu-kutu bahagia menari di setiap helai rambut. Vertebra servikal  tidak  mampu lagi menyangga kepala untuk tengadah melihat indahnya senja kemerahan, hamparan hijau sawah, puncak bukit yang dingin dan gelap.
 Kembali Tanya  terus menghitung detik-detik yang berputar tanpa perasaan, beku, panas, gosong, kosong, penuh, entah kata apa yang mampu mewakili semua. Pelan Tanya mencoba menggerakkan kaki dan tangan. Mengerang pada setiap gerak, Tanya kesakitan, Pekikan, erangan itu untuk beberapa detik mampu mengguncang lingkaran warna tapi hanya beberapa detik lalu mereka berputar lagi, terus, semakin rapat, tidak berongga.Â
Tanya terdiam sebentar, lalu pada detik ke 3600 berikutnya, kembali kaki dan tangan digerakkan dan suara erangan kembali terdengar, terus berulang-ulang dan Tanya semakin asyik bersama rintihannya dan tidak menyadari bahwa lingkaran monokrom itu sudah pergi bersama teriakan-teriakannya, titik sudah kembali.
Januari 2002