Mohon tunggu...
Gaedewi
Gaedewi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perempuan yang Selamat pada Masa Pendudukan Jepang

29 Desember 2018   13:21 Diperbarui: 29 Desember 2018   13:50 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tidak lama berselang, bapak berkuda tiba di tepi jembatan itu. Saya senang sekali, semua cemas hilang. Bapak berkuda lalu bertanya, apa yang terjadi, ke mana truk itu. Saya lalu menceritakan mengenai apa yang saya alami kepada bapak berkuda.  Bapak berkuda lalu mengantarkan saya dengan kudanya ke kota tujuan saya. Dalam obrolan sepanjang jalan, akhirnya saya tahu bahwa beliau adalah salah satu kepala suku besar di wilayah tersebut.

Setiba di kota tujuan saya, hari sudah malam. Saya langsung diantar ke asrama sekolah kami, suster dan semua murid menyambut dan memeluk saya, mereka sudah mendengar kabar dari pengantar keluarga kami, bahwa saya dibawa lari oleh 2 tentara Jepang dengan truk dan berita itu cepat menyebar ke seluruh penduduk kota kecil kami.

Menurut cerita suster, sejak berita itu mereka dengar, (kurang lebih 6 jam sebelum saya tiba kembali) semua guru, suster, murid dan juga beberapa orang di kota kecil kami, sama-sama berdoa untuk keselamatan saya. Namun ada salah seorang Suster Belanda yang memutuskan untuk melapor pada Sonco (Pimpinan Tentara Jepang) yang tinggal di kota kami, mengenai kejadian tersebut. Dan kabarnya setelah melalui penyelidikan, 2 tentara itu mendapat hukuman berat, karena membawa lari Nona Sensei.

Sejak saat itu, penduduk kota kecil kami meningkatkan kewaspadaan, apalagi kami sudah mendengar berita dari pulau lain, bahwa banyak anak gadis diculik untuk suatu tujuan tidak baik.

Maka kepala kampung dan tetua adat membuat kesepakatan bahwa semua anak perempuan harus dijaga dengan cara menugaskan di setiap kampung beberapa orang laki-laki yang berfisik kuat, atau yang memiliki kedudukan penting seperti tetua adat, kepala kampung, sebagai penanggungjawab di setiap rumah yang memiliki anak gadis. Aturan tersebut cukup membantu.

Setiap kali truk Jepang datang, atau ada tentara Jepang yang mampir ke salah satu rumah yang ada anak gadis, hal pertama yang dilakukan adalah semua anak gadis disembunyikan dan yang menyambut tentara di rumah tersebut adalah para penaggungjawab tersebut. Para penaggungjawab akan melayani Tentara Jepang itu ngobrol hingga mereka pamit pulang. Situasi ini yang kemudian sangat membantu, tidak ada anak gadis di kota kecil kami yang diculik atau dibawa oleh tentara Jepang untuk tujuan tidak baik tersebut.

(Diceritakan kembali berdasarkan testimoni alm.penyintas)
*Nama kota, nama orang dan pulau tidak diijinkan untuk ditulis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun