Mohon tunggu...
Gadis Mahardika
Gadis Mahardika Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

I am passionate in writing for any kind of topic, especially feature and news. Beside, I also love and appreciate art such as 2D/3D Art, sing, and acting.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menilik Perjuangan Berdakwah di Pelosok Aceh

27 September 2024   09:48 Diperbarui: 27 September 2024   09:49 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

JAKARTA---Sharafuddin--begitu orang-orang mengenalnya--tidak akan menyangka bahwa perjuangan yang harus Ditempuh untuk membawa misi Agama Islam di daerah Pulau Banyak, Aceh Singkil, Nanggroe Aceh Darussalam, akan sesulit ini. Bisa dibayangkan betapa lamanya Sharafuddin harus menaiki boat kayu selama 14 jam, belum lagi diterpa oleh pasang surutnya gelombang laut membuatnya harus bersabar dan bertabah diri.

Hanya berbekal ilmu yang didapat dari pendidikan terakhirnya, Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Moh. Natsir, Sharafuddin bertekad untuk mensyiarkan dakwah di Pelosok Aceh yaitu Pulau Banyak. "(alasan saya memilih) Pulau Banyak itu menurut saya, punya pulau yang banyak. Masyarakat yang banyak. Namun, setelah saya ketahui ternyata seluruh penduduk tersebut bukan hanya penduduk Aceh tapi kebanyakan (berasal dari) Nias, NTT." Paparnya lebih lanjut saat menjelaskan mengapa Ia memilih Pulau Banyak sebagai tujuan berdakwah.

Menurut data Kementerian Agama, 38,49 persen masyarakat Indonesia masih buta huruf Al-Quran, sedangkan menurut data Institut Ilmu Quran (IIQ) Jakarta mencatat mencapai 72,25. Menurut ketua Lembaga Pengabdi Kepada Masyarakat (LKPM) Institut Ilmu Quran (IIQ) Jakarta, Chalimatus Sa'dijah, mengatakan bahwa persentase buta aksara Al-Quran di Indonesia mencapai 58,27 persen sampai dengan 65 persen. Sementara kemampuan membaca pada level cukup dan kurang ada pada persentase 72,25 persen. 

Pertama kali menginjakkan kaki, Ust. Sharafuddin harus melewati banyak rintangan mulai dari adanya tidak persetujuan dari beberapa masyarakat hingga ancaman-ancaman salah satunya harus berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan dan minuman dikarenakan sudah terkena 'sihir' yang mana beberapa desa disana masih menganut budaya-budaya yang berbau mistis. "Namun yang menginspirasi hingga saya ingin berdakwah di pedalaman adalah cerita-cerita tentang suksesnya kakak-kakak kelas kami dulu, maka dari sanalah tergugah hati saya untuk mengikuti jejak mereka." ujarnya. Selama 5 tahun, akhirnya Ia bisa merangkul banyak warga dan juga tokoh masyarakat yang sebelumnya masih menganut kepercayaan adat setempat.

Terakhir, Sharafuddin juga berpesan kepada pemuda pemudi Islam untuk dapat meneruskan perjuangannya dengan berdakwah baik secara tatap muka maupun secara digital melalui media sosial. "Yang perlu dicatat adalah, dakwah adalah profesi para nabi yang dititipkan kepada kita.  Dakwah adalah pilihan dan prioritas kita dalam hidup." tutupnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun