Mohon tunggu...
Gadis Ashteria
Gadis Ashteria Mohon Tunggu... -

Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hasrat

12 November 2014   04:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:02 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Detik detik yang menyala di permukaan bumi. Air mata yang tertulis lancar di hadapan wajah yang penuh luka. Apa kabar dengan keadaan mu ? Akankah wajah mu tetap tertulis dengan sikap mu ? Apakah semua kabar baik ada pada dirimu ? Sebatas doa yang aku deraikan kepada sandaran tuhan yang setiap hari aku pancarkan semoga selalu dalam keadaan baik. Dimana air mata yang tertulis dulu untukku ? Akankah air mata itu telah berganti nama ? Akankah air mata itu masih mempunyai arti ? Tak ada yang bisa berganti tentang perjalanan yang kita lewati.

Langkahku demi langkah yang terbawa ke suatu hasrat. Seperti hari-hari yang lalu, ingin berterbangan sebagai pelindung manusia. Di suatu hasrat yang terkayuh dengan gundah dengan sesosok perjuangan yang telah mematikan. Ia kau lah tempatku bercerita. Di atas sebatang yang tumbang disitulah aku berpijak kaki. Dengan sejumlah terpaan yang penuh arti tanpa gejolak api yang membangun. Bukti awan hitam yang berdiri diatasku dengan menutupi setitik mentari yang mulai membuka mata.

Sepasang mata yang sedang menyaksikan sang mentari yang tak leluasa membuka matanya. Satu mentari yang tak mempunyai perasaan yang tertikam oleh luka. Dua mentari yang menjadi tak senyum. Tiga mentari yang tak bisa mengayun langkah. Empat mentari yang tak bisa menebar asa di dalam semesta. Iya , hasrat menjadi tenggelam secara abadi. Dimana mentari tersebut berjuang dengan penuh hasrat yang bertepi dengan awan hitam.

Angin yang terus berbuat tingkah. Angin yang terus menikam jejak. Angin yang terus membuat arti semesta ini menjadi hidup. Apa hasrat yang tak kunjung abadi tersebut masih kuat di dalam sang mentari ? Apakah sang mentari masih membuka mata ? Garis - garis yang tegas dengan tegak telah mencerai beraikan itu semua. Disaat tubuh didalam mentari tersebut dipeluk oleh desiran angin yang mempunyai ujung senja. Sepasang mata dan kaku beranjak meninggalkan di hadapan mereka. Menciptakan langkah demi langkah untuk memeluk kekuatan.

Semesta pun mulai bergegas kembali untuk menciptakan sajak baru. Dimana tak ada yang mengenal abadi. Abadi yang selalu mengiringi seperti sebuah nada berjalan. Semua mengiringi langkah dari awal. Namun , akankah semua kembali seperti awal ? Akankah hasrat akan membentuk sepasang mata dan kaki untuk semesta ? Tak ada yang tau kepak sayap tak akan tegak kembali dengan sigap. Lambaian langkah dan jejak mu tak akan bisa menari indah di dalam mentari.

Otak benar benar teringat dalam ayunan langkah tersebut. Semua sang semesta telah melihat. Di semua sang semesta ini telah membuka mata. Dalam seeretan suatu hasrat yang gelap , yang menatap sendu untuk senja di atas langit. Yang akhirnya langkah beranjak menuju senja yang tak pernah terpuruk oleh apapun. Dan perlahan suatu hasrat tersebut telah tebarkan angin yang meninggalkan jejak dan baik yang bercahaya di atas langit.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun