Sayangnya, pada kenyataan yang ada, sanksi yang diberikan oleh  negara maupun masyarakat  kerap lebih tegas diberlakukan pada maling biasa.Masyarakat lebih kerap bertindak anarkis dan lebih kejam terhadap pelaku criminal biasa. Maling motor atau maling jemuran dapat babak belur dihakimi massa atau bahkan tewas ditangan mereka. Tetapi sampai hari ini,  tidak ditemukan peristiwa seorang koruptor yang dikeroyok massa hingga babak belur atau tewas ditangan pengadilan massa. Hal ini bisa saja terjadi karena adanya perbedaan dalam hal perlindungan hukum negara antara  terdakwa koruptor dan perlindungan terhadap maling biasa. Silahkan anda simak, bagaiman seorang koruptor mendapat pengawalan yang super ketat saat hendak mengikuti sidang sehingga massa tidak dapat melukai mereka bandingkan dengan pengawalan terhadap para maling biasa yang  sering tampak tidak lolos dari hajaran dan serangan massa.
Sebuah peristiwa yang melekat erat dalam ingatan penulis saat pada suatu malam, tertangkap seseorang yang diduga akan mencuri disuatu rumah. Kebetulan saat itu penjaga keamanan membawanya kedepan rumah penulis yang masih terjaga. Saat penulis perhatikan, maling itu ternyata masih muda dan saat diminta KTP, ternyata ia memberikan kartu pelajarnya. Maling yang  nyaris menjadi bulan-bulanan massa terpaksa dilindungi dengan penulis katakan , itu murid dari teman penulis yang akan penulis konfirmasikan pada gurunya dan akan kita serahkan kepada polisi saat itu juga. Penulis tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya anak muda itu bila menjadi korban amuk massa.
Itulah salah asatu contoh pembeda yang memang diskriminatif bagi pelaku tindak pencurian. Koruptor dan maling kecil keduanya adalah sama-sama pelaku tindak criminal. Motive para maling kecil-kecilan , biasanya berkisar padak pemenuhan kebutuhan pokok sedangkan para koruptor yang maling, bukan semata untuk pemenuhan kebutuhan pokok tetapi pemenuhan nafsu syahwat yang tak terkendali. Sikap serakah yang mendorong seseorang bertindak korupsi bukan tuntutan kebutuhan primer yang mendesak. Hal ini kita bisa cermati dari berbagai kasus korupsi di Indonesia bagaimana cara para koruptor-koruptor itu menghabiskan dan menghambur-hamburkan uang untuk hal-hal yang jauh dari penting. Bandingkan dengan apa yang dilakukan oleh para maling kecil yang resiko terkena hukuman massal yang sangat tinggi. Meski keduanya sama-sama tindak kriminal akan tetapi motive memperoleh  uang seringkali berbeda dalam hal kepentingan mereka.
Sudah sepantasnya, keadilan dan hukum diberlakukan sama pada setiap individu warga negara baik itu oleh negara maupun masyarakat. Bosan rasanya melihat penghormatan hukum yang berlebihan dalam hal perlindungan pada pelaku korupsi yang jauh berbeda dengan perlakuan terhadap maling kelas teri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H