Mohon tunggu...
Herawati Suryanegara
Herawati Suryanegara Mohon Tunggu... Buruh - Penyuka Langit, penyuka senja.

aku... ya ...aku!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Papua, Tikus Mati di Lumbung Padi, Mengapa?

8 Desember 2014   00:30 Diperbarui: 22 November 2015   13:29 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

 

 

 

 

Photo.Doc. Bobby Anderson.

 

Menyimak artikel teman tentang Papua di sebuah blog dimana saya ikut juga menulis, rasanya hati ini miris sekali. Kali ini Penulis tidak meninjau tentang pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan rakyat Papua semakin mati kutu tetapi Penulis ingin mengangakt masalah ketidak sejahteraan dan kemiskinan mereka dari akar masalahnya, yaitu masalah pendidikan.

Tak ada yang memungkiri, Papua adalah daerah kaya bahkan bisa jadi merupakan daerah terkaya yang dimiliki bangsa ini. Namun kehidupan masyarakat Papua tidaklah sesejahtera yang kita bayangkan dalam “keharusannya”. Kekayaan alam mineral dan emas yang melimpah tidak membuat mereka beranjak dari kemiskinan dan keterbelakangan. Hal ini disebabkan karena kurangnya SDM terdidik yang dimiliki Papua.

Hal yang entahlah kita harus terkejut atau tidak dengan menyimak data bahwa di kabupaten Yahukimo, hanya terdapat 18 persen anak yang menyelesaikan pendidikan SD dan sebagian besar lulusan sekolah menengah atas di pegunungan masih buta huruf..! Bagi penulis ,rasional juga bila UNCEN (universitas Cendrawasih ) menolak calon mahasiswa dari beberapa sekolah yang disinyalir lulusannya memang tidak dapat membaca, menulis atau mengerjakan matematika dasar. Rasional yang memerlukan jalan keluar tentunya.

Miris sekali, terbayang  bagaimana mereka bisa menguasai teknologi canggih untuk mengelola kekayaan yang mereka miliki bila membaca dan menulis saja sebagai pengetahuan yang paling dasar, tidak mereka kuasai.

Bagaimana dengan para guru ..?

Dokumen resmi di Papua menyatakan bahwa , provinsi tersebut memiliki satu guru untuk 23 anak. Data ini menunjukan adanya lebih dari kecukupan guru bahkan bila dibandingkan dengan porsi perbandingan guru di daerah lain yang bahkan kebanyakan kekurangan guru. Gedung sekolah pun banyak dibangun dan dianggap mencukupi. Sayangnya jumlah guru tersebut  hanya berupa data diatas kertas karena para guru tidak pernah hadir di tempat kerja . Ketidakhadiran mereka bahkan bisa sampai satu semester bahkan lebih. Sementara  pemerintah tetap menggaji mereka dengan baik  dan mereka hidup nyaman di kota dengan meninggalkan tanggung jawabnya begitu saja.

Hasil penelitian  Bobby dan kawan-kawan mengenai ketidak hadiran guru ,diantaranya adalah :

1. Adanya ketidaknyamanan para guru yang ditempatkan karena warga setempat biasanya memandang rendah para guru yang berasal dari suku atau kerabat yang berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun