Mohon tunggu...
ZENI EKA PUTRI
ZENI EKA PUTRI Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Pascasarjana Universitas Andalas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menjemput Cinta

10 November 2012   08:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:40 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namaku Reza Aditya. Sekolah di SMA Harapan Nusa kelas XI. Ya, nama yg keren ya. Andai diriku bisa sekeren namaku. Akan tetapi sayang sekali, kenyataannya berkebalikan. Aku hanya lelaki bertampang standard orang kebanyakan. Yah, biasa saja. Dan celakanya, aku menyukai orang yang bener-bener jauh dari jangkauan. Tapi, ada pepatah, lelaki lebih cenderung melihat sedangkan perempuan lebih sering mendengar. Yang artinya kira-kira begini, lelaki itu tertarik pada wanita dari apa yg dia lihat (baca: fisik), sedang wanita lebih kepada yang dia dengar (baca: omongan/sikap). Well, kalau benar ini adanya, maka aku punya kesempatan untuk mendekati dia. Perempuan dari kelas sebelah itu benar-benar sempurna secara fisik menurutku. Cantik, tinggi, pintar, kepribadiannya juga oke. Ibarat kata, dimana ada mawar yg mewangi disanalah banyak kumbang. Dan, persaingan sungguh ketat untuk mendapatkan cinta seorang gadis sekelas Indah. Bener-bener persaingan, men!


Aku ingin bersaing seperti yg lainnya. Dengan rajin bbm, telpon, antar jemput si indah, komen fb status fbnya, mention twitternya. Tapi U Know What? Aku g cukup keberanian untuk melakukan itu semua. Aku takut terlalu jelas menyukai Indah. Walaupun aku dianggap cupu, cemen atau apalah istilah yg mereka gunakan. Tapi tetap aja, belum berani. Aku hanya berani mencintai secara diam-diam dari kejauhan. Kata orang ya, hal seperti ini hanya dilakukan seorang pecundang. Yah, terkadang untuk membuat kedua tangan bertepuk kita harus menyatukan keduanya terlebih dahulu. Dan dengan bersikap begini? Tidak mungkin kami akan bersatu, pernah ngobrol aja kagak pernah. Dan harapan itu menguap seiring berjalannya waktu.

***

Akhirnya kesempatan itu datang juga, ya. Moment yang aku tunggu selama ini. Aku bisa berdekatan dengan indah. Eit, jangan salah sangka dulu. Kami berdua terpilih mewakili sekolah dalam lomba olimpiade matematika tingkat propinsi. Otomatis hal ini akan mendekatkan ku pada dy. Yah sekurang-kurangnya bisa belajar bersama. Apakah aku belum pernah bilang? Aku adalah seorang jenius matematika. Aku bisa mengerjakan soal dengan tepat dan benar melebihi yg lainnya. Hanya itu yang menjadi kebanggaan ku. Karna tampang dan secara keuangan aku biasa saja. Tapi sungguh, hal ini sudah membuat ku senang. Dan memang benar, guru matematika ku mengadakan pertemuan 3 x seminggu dengan aku dan Indah dalam rangka persiapan olimpiade ini. Kami menargetkan harus juara 1 dan 2 tingkat propinsi. Karna memang di tahun-tahun sebelumnya sekolah kami dikenal dengan kejeniusan murid-muridnya dalam bidang olimpiade sains.


Kami melahap habis semua materi matematika dari soal-soal dasar seperti integral, logaritma, logikamatematika hingga ke soal-soal matematika yg super duper rumit. Aku menikmati setiap waktu ku bersama indah walaupun hanya sebatas bersama, dan sekurang-kurangnya dia tahu namaku. Dan juga aku dapat nomor hapenya dengan alasan nanti mau diskusi jadi lebih gampang. Sangat menyenangkan, ternyata indah itu orangnya asik. Benar-benar sempurna. Diam-diam, aku mulai mencari tahu kesukaannya, melihat setiap updaten status bbm, fb dan twitternya. Dan aku mulai mengoment apapun kegiatannya di jejaring sosial. Walaupun pada kenyataannya di dunia nyata biasa saja. Tapi di dunia virtual itu semua terasa sangat sangat dekat.

Sekarang, tiba lah saatnya perlombaan itu dimulai. Dan, kami berhasil! Aku juara 1 dan mewakili propinsi ke tingkat nasional. Sedangkan indah menjadi juara ke 2. Aku senang sekaligus sedih, aku senang karna hasil jerih payah kami berbuah manis. Sedangkan aku juga sedih karna ini berarti tiada lagi kebersamaanku dengan indah.

Pada hari itu aku check timeline, dy mention aku.

“selamat ya @reza_49 atas keberhasilannya”,

wah aku sangat senang tidak ketulungan. Tapi aku bukan tipikal lelaki yang bisa mengumbar perasaan.

***
Semenjak saat itu, sedikit demi sedikit aku kumpulkan keberanianku untuk mengajak indah hang out. Lama aku berpikir untuk mencari kata2 yg tepat bwt ngajak dy.

“hai ndah, keluar yuk. Mari kita rayakan keberhasilan kita”. Sent.

Jantungku berdegup kencang, Aku takut dy menolak ajakanku.

Beberapa saat kemudian, hape ku bergetar. 1 mail received!

“okay. Jemput gw jam 4 y”

Dan lagi perasaan ku g karuan. Aku memang pecundang yg g bisa mengungkapkan perasaannku. Akan tetapi sekurang-kurangnya aku sudah ada progress. Kami hang out bersama. Indah menceritaan kesukannya, bercerita tentang bagaimana menyebalkannya adik perempuannya, dy bercerita tentang keinginnanya untuk kuliah di bidang hukum. Dy ingin mengikuti jejak ayahnya menjadi seorang pengacara yang hebat. Aku memperhatikan setiap apapun yang dikatakan indah sampai detail. Aku senang dy bercerita lepas. Lama kelamaan, kegiatan ini semakin sering kami lakukan. Jalan berdua, bercerita panjang lebar dan bersenang-senang. Tidak terasa kami semakin akrab.

***
Di penghujung masa SMA, aku dan indah tetap akrab. Teman-temanku banyak yang salah kira kami sedang berpacaran. Padahal tidak sama sekali walaupun aku berharap hal itu terjadai. Akan tetapi aku sadar diri. Aku bukan siapa-siapa. Kami mulai memikirkan tentang masa depan. Aku mencoba memasukkan SNMPTN Undangan jurusan Asitektur di salah satu universitas kenamaan di kota Bandung. Sedang indah, mengambil SNMPTN Undangan ilmu hukum di Padang. Dy sebenarnya berharap kuliah ke Jakarta, tapi mengingat indah anak tunggal dan tidak diinkan ayah dan ibu merantau akhirnya indah memutuskan hal demikian. Dan sungguh suatu kebahagian, kami berdua lulus di jurusan yang diinginkan. Aku sangat senang. Dan akupun bertekad, sebelum kelulusan aku akan menyatakan perasaanku pada indah. Aku berusaha mengumpulkan segenap keberanianku.

Akan tetapi, sebelum aku sempat membicarakan hal tersebut disaat upacara kelulusan itu. Indah sudah menyatakan sesuatu yg sungguh miris buatku. Dia sudah menjalin hubungan dengan teman sekelasnya. Baru 1 minggu ini. Aku bingung antara senang dan sedih. Indah tidak pernah bercerita tentang sesosok pria yang kini menjadi kekasihnya.

Rasanya perih. Sebelum sempat mekar bunga cinta ku sudah layu. Aku sudah patah arang. Sebenarnya sangat kecewa. Aku hapus semua akses komunikasi kepada indah. Bukannya aku membencinya. Bukan. Cuma aku takut tidak bisa melupakannya. Beginilah nasib orang yang mencintai diam-diam. tentangnya akan tKapalnya kandas sebelum sempat berlayar. Dan buat ku, rasa ini akan dy hapus seiring perjalanannya menuju tanah perantauan. Selamat tinggal indah. Mencintaimu secara diam-diam sungguh menyakitkan.

Aku hanyalah butiran debu

yang mencintai dan kemudian berlalu lenyap disapu dawai angin

Aku hanyalah api

yang mencintai dan kemudian berlalu lenyap tersiram percikan air

Aku ibarat lilin membakar diriku sendiri untuk menerangi agar bisa melihat indah wajahmu

ah, perasaan yg dipendam terlalu lama sungguh menyesakan

boleh kah aku bercumbu dengan waktu?

Akar aku bisa menghentikanmu berlalu

Maafkan aku begini

Aku terlalu takut kehilangan

maaf

maaf

maaf

Semoga waktu bisa hapus ingatan ku

***

Dua tahun berlalu, aku liburan dirumah. Hape ku bergetar. One message received!

“hai reza, ketemuan yyuk. Ih jahat ah g ksh kbr udh plg” dahiku menyergit membaca sms ini.

“maaf ini siapa?”. Sent.

“aku indah. Jadi gmana? Ketemu di tempat biasa jam 10 y”

Glek. Jantungku rasanya mw copot. Rasanya perasaan itu muncul kembali. Aku datang menemui indah. Dan seperti biasa hang out bersama indah selalu menyenangkan. Akan tetapi kali ini ada suatu hal yang berbeda. Indah akhirnya mengaku bahwa dulu dy memang pacaran dengan Inra. Cuma 1 minggu, sampai akhirnya dy sadar siapa yang benar2 ada di hatinya. Dada ku sudah sesak dan katakata yg seharusnya 2 tahun lalu aku katakan, akhirnya terucap juga. Aku mencintai indah. Indah tersenyum, “andai 2 tahun lalu kamu menyatakan ini aku tidak akan menunggu selama ini”. (*)


ZENI EKA PUTRI*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun