Malam ini aku terduduk lemas di angkot 01 jurusan senen – kampung melayu tanpa Ifa. Hanya ada rasa malu serta trauma yang menemaniku.
“Serius gue malu, gue trauma”
Rabu (24/9) di lantai enam gedung IASTH, pertanyaan demi pertanyaan terlontar dari lisan Bapak Henry faisal pengampu mata kuliah Manajemen Stratejik Komunikasi yang disambut riuh tawa para mahasiswa.
“Kalian pernah merasa heran dan bertanya gak, mengapa kalian berlajar Manajemen Strategik Komunikasi, yg sebagian besar kuliah ini membicarakan bisnis? Apa benar bisnis itu butuh belajar komunikasi?”
Demikian pertanyaan pembuka yang disampaikan oleh Pak Henry.
Secara mantap aku mengatakan “Komunikasi itu penting pada dunia bisnis” di dalam hatiku. Aku yakin teman-teman yang lain juga seperti aku, setuju namun menyatakan persetujuan di dalam hati saja.
Baik sebelum jauh menyelam ke dalam lautan manajemen strategic bisnis, mari kita samakan persepsi dulu mengenai apa itu “bisnis”.
Bisnis adalah kegiatan memproduksi barang atau jasa untuk memuaskan konsumen dan stakeholder lainnya dalam rangka meraih laba (Henry, 2014).
Bisnis adalah fungsi dari laba, jika tidak ada laba maka bisnis pun akan tiada (Laba=pendapatan-biaya). Bisnis adalah transaksi antara penjual dan pembeli.
Di dalam bisnis ada pasar dan persaingan. Yang mana persaingan dalam bisnis dibedakan menjadi dua yaitu:
1.Price competition (persaingan harga)à produsen menawarkan harga murah, yang palingmurah adalah pemenang.
2.Non Price Competition (persaingan selain harga)à produsen menawarkan pelayanan yang baik, yang terbaik dialah pemenangnya. Inovatif dan produktif.
“Etika” demikian tulisan yang tampak pada slide yang disusun oleh Pak Henry.
Memang benar pernyataan yang disampaikan oleh Pak Firman dosen pengampu mata kuliah Perspektif Teori Ilmu Komunikasi bahwa “jika hidup mu tidak dipertanyakan, atau jika tidak adak yang harus dipertanyakan dalam hidupmu, maka hidupmu tidak layak untuk dijalani”.
Kuliah ini tidak layak untuk dilanjutkan jika ada pertanyaan yang harus dipertanyakan.
“Bisnis butuh etika gak sih?” Pak Henry mulai mempertanyakan aspek lain dari bisnis.
Seperti sebelumnya aku setuju dan mengatakan ya di dalam hati. Karena menurutku semua itu ada etika, karena manusia hidup sebagai makhluk sosial yang berhubungan dengan orang lain. Untuk menjalani hidup dengan sejahtera dan damai maka dibutuhkan etika. Begitu pula dengan bisnis, untuk sukses dalam bisnis dan bertahan dalam persaingan ada etikanya.
Tidak ada satupun dari mahasiswa yang menjawab tegas pertanyaan tersebut. Pak Henry pun akhirnya memaksa Mas Putra untuk menyampaikan pendapatnya “Baik bagaimana menurut anda yang bekerja sebagai pengusaha/pelaku bisnis?” Tanyanya kepada Mas Putra yang berprofesi sebagai wirausaha.
Mas Putra pun menjawab “Iya, menurut saya bisnis harus ada etika nya Pak”.
“Mengapa? Etika yang seperti apa yang ada dalam bisnis” jawaban mas putra disambut Pak henry dengan pertanyaan lagi.
Sedikit terbata dan berfikir keras mas putra mencoba takhlukkan pertanyaan tersebut
“hmm.. blabla” Mas Putra menyampaikan argumennya.
Namun karena argumen yang disampaikan Mas Putra belum terkonsep dengan apik sesuai jawaban yang diinginkan oleh sang dosen, maka beliau mencoba menjelaskan bagaimana etika yang ada di dalam bisnis.
Ya, memang benar di dalam bisnis ada etikanya, contohnya saja dalam pelayanan pelanggan. Pebisnis harus melayani pelanggan atau konsumennya berdasarkan etika yang berlaku. Begitu pula dalam menetapkan harga, harus beretika juga. Sesuaikan dengan kedaan barang/ jasa dan keadaan pelanggan. Sama halnya dalam promosi atau mengiklankan sebuah produk, marketer harus beretika,tidak boleh membuat iklan yang menjatuhkan produk pesaing.
Terlepas dari masalah etika, elemen penting lain adalah amanah/trust/kepercayaan. Pelaku bisnis harus bersaing dalam meningkatkan kompetensi dan kepercayaan.
Ada dua kategori amanah/trust:
Tiba pada slide terakhir telpon genggamku bergetar, yang mana dilayarnya tertera nama seorang teman. Kurasa ini lumayan penting karena aku memang sedang ada suatu urusan dengan temanku ini, yg ujung-ujungnya adalah laba(duiiiiit). Dengan agak terpaksa kuraih tasku untuk mengambil telpon genggam tersebut. Saat sibuk merogoh tas, saat itu pulalah episode memalukan datang padaku.
“Baiklah saya rasa sampai disini saja, karena teman kalian sudah bersiap-siap merapikan tasnya” ucap Pak Henry mengarah kepadakku.
Sontak aku kaget, dan diikuti gelak tawa teman sekelas diiringi olok-olok’an.
“Ifeelguiltyif she stillcontinuethis class” Pak Henry semakin menghancurkan citraku di hadapan semua teman sambil tertawa pada ku.
“Paaaak akumaluuuuu, aku gak terima dipermalukan.”
Sembari membagikan video untuk masing-msing kelompok teman-temanku masih bersemangat mengolokku “Win buru-buru banget sih, mau kemana sih, udah beresin tas” kata Mba April diikuti tawa della dan laiinya.
Kampret kalian jahat banget ih.
Hahaha cuma bisa tertawa untuk tragedi yang tragis menimpaku ini.
Aku tak bisa berkata-kata dan aku gak bisa self-defense sedikit pun. Hanya ada semburat senyum dan muka yang memerah menerima semua olokan mereka.
Oke. Malam ini aku luar biasa, attraktif banget. Pusat perhatian, penghibur ditengah kepenantan.
Aku luar bisa memalukan, aku trauma, lemesssss. Jahat banget ih
Jangan salahkan temanku yang menelpon di jam kuliah, salahkanlah jangkrik dan kunang-kunang yang menghilang entah kemana, sehingga aku begitu merasa sendiri dalam dunia malam yang amat kejam ini.
“Pak Henry terima kasih atas momen malam ini, berkesan banget Pak.”
Salam bisnis dan laba dari aku yang termalukan! Love you all
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H