Mohon tunggu...
Gadies Reva Dhea M.
Gadies Reva Dhea M. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Bimbingan dan Konseling (Universitas Pendidikan Indonesia)

hi! it's gadies ♡ hobi saya adalah menari. i hope, kalian semua selalu senang dengan tulisanku, dan bisa bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya. welcome 彡

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Gangguan Tidur Pada Penderita Gangguan Bipolar

12 November 2023   23:16 Diperbarui: 12 November 2023   23:26 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Tidur merupakan sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi oleh setiap orang guna menjaga kesehatan tubuhnya secara optimal. Gangguan tidur terjadi di semua tahap penyakit seperti pada perubahan suasana hati (misalnya, depresi, manik, atau episode campuran). Gangguan tidur dapat bermanifestasi secara berbeda pada berbagai tahap penyakit, salah satu contohnya yaitu pada penderita gangguan bipolar. Gangguan tidur sangat lazim pada pasien yang menderita gangguan bipolar dan memberikan dampak yang merugikan pada perjalanan penyakit, kualitas hidup, fungsi, gejala, dan hasil pengobatan.

Gangguan Bipolar merupakan salah satu diantara gangguan mental yang serius dan dapat menyerang seseorang, sifatnya melumpuhkan disebut mania-depresi. Selama mania atau hipomania, gangguan tidur umumnya disajikan sebagai berkurangnya kebutuhan tidur sedangkan pada fase depresi mengalami gangguan pada kualitas tidurnya, sulit untuk memulai tidur dan sering terbangun di malam hari (Wardani & Tiastiningsih, 2023). Bipolar merupakan kondisi suasana perasaan atau mood yang berubah-ubah dari mania (meninggi) hingga depresi (Triswidiastuty & Rusdi, 2019). Suasana hati adalah keadaan emosional berkepanjangan yang mempengaruhi seluruh kepribadian dan fungsi kehidupan seseorang. Fenomena gangguan bipolar adalah sebuah masalah kesehatan mental pada masyarakat yang bersifat serius, karena gangguan ini dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya dan dapat meningkatkan resiko kematian yang tinggi.

Jumlah kejadian setiap tahun dari gangguan bipolar dalam populasi diperkirakan antara 10-15 per 100.000 di antara manusia. Angka ini lebih tinggi di kalangan wanita dan bahkan dapat mencapai 30 per 100.000. Kondisi ini dapat mempengaruhi orang dari hampir semua usia, dari anak-anak sampai usia lanjut. Prevalensi serupa terjadi pada pria maupun wanita (Ketter, 2010). Penderita gangguan bipolar mengalami kondisi suasana hati yang berubah secara signifikan. Terdapat dua fase yang dialami oleh penderita gangguan bipolar, yaitu fase mania dengan perasaan gembira yang berlebihan, dan fase depresi dengan perasaan sedih yang juga berlebihan, bahkan yang lebih fatalnya dapat menimbulkan keinginan bunuh diri (Budiarti et al., 2018). Oleh karena itu diperlukan intervensi untuk mengatur perubahan suasana hati pada penderita gangguan bipolar.

Pada kehidupan manusia, umumnya tidak lepas dari suasana hati yang dialami setiap harinya, baik suasana hati yang baik (mood high) ataupun suasana hati yang buruk (mood low). Kondisi tersebut menjadi suatu hal yang wajar, namun akan berbeda dengan kondisi yang dialami oleh penderita gangguan bipolar (Budiarti at al., 2018). Bipolar adalah gabungan dari dua kata, yaitu bi dan polar. Bi yang artinya dua dan polar yang artinya kutub, maka bipolar adalah gangguan perasaan dnegan dua buah kutub yang saling bertolak belakang. Dua kutub yang dimaksud adalah depresi dan manik (Panggabean & Rona, 2015).

Gangguan tidur terjadi di semua tahap penyakit seperti pada perubahan episode suasana hati (misalnya, depresi, manik, atau episode campuran). Selama mania atau hipomania, gangguan tidur umumnya disajikan sebagai berkurangnya kebutuhan tidur sedangkan pada fase depresi mengalami gangguan pada kualitas tidurnya, sulit untuk memulai tidur dan sering terbangun di malam hari. Hal ini sejalan dengan peneliatan Wardani & Tiastiningsih (2023) yang menemukan bahwa 69%-99% penderita bipolar melaporkan berkurangnya kebutuhan tidur selama episode manik atau kesulitan untuk jatuh atau tetap tertidur. Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan tidur pada gangguan bipolar, penanda biologis gangguan tidur di berbagai episode bipolar, dan peran gangguan tidur pada episode bipolar kambuhan.

Pada orang dengan bipolar akan ditemukan dua fase manik dan depresi dalam hidupnya. Gejala gangguan bipolar episode manik meliputi perasaan sensitif, kurang istirahat, harga diri melonjak naik. Sedangkan pada episode depresi meliputi kehilangan minat, tidur lebih atau kurang dari normal, gelisah, merasa tidak berharga dan kurang konsentrasi. Hal ini sejalan dengan peneliatian yg dilakukan oleh Ramadhan dan Syahruddin (2019) dengan salah satu penderita bipolar pada tanggal 29 April 2016, menggambarkan bahwa gangguan mood bisa datang kapan saja pada individu tersebut. Biasanya dalam sehari penderita mengalami satu periode mania, dan hari berikutnya mengalami gangguan depresi. Akan tetapi, penderita juga dapat mengalami dua kutub gangguan bipolar yaitu depresi dan mania di hari yang sama. Disaat mengalami gangguan depresi, individu akan memikirkan hal bunuh diri dan merasakan dirinya sangat berharga.

Faktor penyebab terjadinya bipolar adalah faktor genetik dan faktor lingkungan. Gen yang diwariskan oleh orangtua dan pola asuh yang otoriter merupakan faktor utama terbentuknya gangguan bipolar. Beberapa faktor dalam gangguan bipolar membuat penanganan untuk gangguan ini menjadi kompleks, termasuk fluktuasi episode suasana hati dan efeknya terhadap kesejahteraan hidup individu dengan bipolar (Hilthy, 1999).

National Institute of Mental Health (NIH) menyatakan bahwa gangguan bipolar merupakan penyakit mental kronis atau episodik yang berarti bahwa penyakit tersebut terjadi sesekali pada interval yang tidak teratur. Usia paling umum dalam onset gangguan bipolar adalah 17-21 tahun sehingga gangguan bipolar sering disebut sebagai highly disabling illness, bahkan sebuah studi yang dilakukan oleh WHO mengidentifikasikan gangguan bipolar sebagai penyebab utama ke-6 kecacatan diseluruh dunia pada kelompok usia 15-44 tahun (www.who.com). Individu dengan gangguan bipolar memiliki sistem sirkadian yang lemah, yang berkontribusi pada episode suasana hati mereka dan memengaruhi ritme sosial dikaitkan dengan timbulnya episode manik dan depresi. Pada kondisi manik maka akan timbul berkurangnya kebutuhan tidur, sedangkan pada fase depresi maka terjadinya gangguan pada kualitas tidurnya. Besarnya dampak gangguan tidur pada gangguan bipolar, diperlukan analisa strategi psikososial, farmakologis, dan teknologi baru untuk meningkatkan kualitas tidur (Wardani & Tiatiningsih, 2023).

Tidur dan istirahat merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi setiap individu. Namun, pada kenyataannya banyak orang mengabaikan akan pentingnya tidur yang cukup. Karena apabila seseorang mengalami kurang tidur akan menyebabkan keadaan lemas, mudah marah dan emosi yang tidak stabil. Gangguan tidur ini juga terjadi pada penderita gangguan bipolar. Gangguan bipolar dapat dilatarbelakangi oleh beberapa faktor penyebab, yaitu faktor genetika, biologis, maupun lingkungan. Penderita gangguan bipolar yang berada di tengah-tengah masyarakat ini membutuhkan penanganan agar mampu hidup nyaman serta hidup bersama selayaknya seperti orang pada umumnya. Penanganannya tidak lepas dari pengobatan dan perawatan secara medis, perawatan mental dan dukungan secara sosial dengan melibatkan perawat, psikoater, dan pekerja sosial dalam satu tim yang terlibat dan bekerja bersama-sama dengan penderita untuk kesembuhannya.

Dukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam konteks ini, karena keluarga dapat membantu keberlangsungan proses penyembuhan penderita gangguan bipolar. Layanan bimbingan dan konseling juga diperlukan dalam menghadapi kasus ini. Sebagai guru BK atau konselor, kita dapat melakukan bentuk arahan dan mendengarkan keluhan-keluhan dari klien/konseli serta memberikan bimbingan berupa individu maupun bimbingan kelompok. Dalam pelaksanaannya, kita dapat menyampaikan materi yang berkaitan dengan ilmu sosial dan ilmu-ilmu kesehatan mental.

Referensi:

Budiarti, M., Wibhawa, B., & Ishartono, F. V. W. (2018). Pekerjaan sosial: Bekerja bersama orang dengan gangguan bipolar. Jurnal Penelitian & PPM, 5(1), 14-22.

Hilthy, D.M., Brady, K.T., Hales, R.E. (1999). Review of bipolar among adults: psychiatric services, 50(2), 204-211.

Ketter , T.A. (2010). Diagnostic features, prevalence, and impact of bipolar disorder. J Clin Psychiatry;71(6)

Panggabean, L. M., & Rona, D. (2015). Apakah aku bipolar?: 100 tanya jawab dengan psikiater. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Ramadhan, F., & Syahruddin, A. (2019). Gambaran coping stress pada individu bipolar dewasa awal. Jurnal Psikologi SKIsO (Sosial Klinis Industri Organisasi), 1(1), 10-18.

Triswidiastuty, S., & Rusdi, A. (2019). PENURUNAN SIMPTOM DEPRESI PADA PASIEN BIPOLAR MENGGUNAKAN TERAPI DZIKIR: INTERVENSI KLINIS. Journal of Psychological Science and Profession, 3(1), 43-48.

WARDANI, I. A. K., & TIASTININGSIH, N. N. (2023). Gangguan Tidur Pada Penderita Gangguan Afektif Bipolar. Jurnal Hasil Penelitian dan Pengembangan (JHPP), 1(3), 177-183.

Dosen Pengampu : Prof. Syamsu Yusuf LN, M.Pd., Nadia Aulia N, M.Pd

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun