Mohon tunggu...
Gabriella Joselyn
Gabriella Joselyn Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi S1 Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Airlangga

Inspired to inspire -

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Fenomena ''Hustle Culture'' pada Kalangan Mahasiswa

4 Juni 2022   10:28 Diperbarui: 4 Juni 2022   10:41 5162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: glints.com

‘‘ Mengejar mimpi, kadang lupa kenyataan. Mengejar ambisi, kadang lupa keadaan.’’

 Begitulah bunyi salah satu kutipan di media maya yang menggugah benak saya.

‘‘ Selagi masih berkuliah, perbanyak relasi dengan berorganisasi.’’

‘‘ Jangan menjadi mahasiswa ‘‘KuPu - KuPu’’ alias Kuliah Pulang.’’

‘‘ Riwayat berorganisasi dan prestasi semasa kuliah dipertimbangkan di dunia kerja.’’

Kalimat - kalimat di atas mungkin sudah familiar bahkan menjadi asupan sehari-hari bagi kalangan mahasiswa, khususnya mahasiswa baru. Memang penting dan ada benarnya, namun apakah pernyataan ini sepenuhnya konstruktif bagi perkembangan mahasiswa?

Jenjang perkuliahan adalah masa yang tepat untuk menggali potensi serta memperluas relasi. Di tahap ini, kita menjumpai berbagai tipe individu dengan latar belakang beragam yang kelak memperkaya ilmu dan wawasan. Organisasi dan Unit Kegiatan Mahasiswa kian menjadi sasaran empuk untuk mengasah kemampuan bahkan sebagai ajang unjuk gigi. 

Tak jarang pula kita jumpai rekan-rekan dengan prestasi selangit yang menyulut api ambisi dan jiwa kompetitif dalam diri. Apakah hal tersebut salah adanya? Tentu tidak. Namun, apa jadinya bila ambisi yang kita miliki mendorong kita untuk melakukan segala aktivitas dengan intensitas di luar kapasitas? Fenomena inilah yang kemudian kita sebut dengan Hustle Culture.

Hustle Culture adalah sebuah gaya hidup yang populer di kalangan milenial yang menganggap bahwa dirinya akan sukses jika banyak bekerja tanpa mementingkan waktu istirahat (Oates,1971).  Hustle Culture merupakan budaya kerja yang melampaui batas kemampuan yang saat ini telah menjamur pada ruang lingkup mahasiswa. 

Menjadi mahasiswa yang aktif, produktif, serta progresif tentu menjadi predikat yang membanggakan. Aktif dalam organisasi bahkan mengemban jabatan penting di dalamnya menjadi nilai plus yang diburu setiap insan. Sayangnya, terkadang kita lupa bahwa setiap individu dianugerahi dengan kemampuan dan kapasitas yang berbeda-beda. 

Berikut beberapa dampak buruk Hustle Culture yang patut kita waspadai :

1. Terganggunya kesehatan secara fisik

Secara keseluruhan, WHO dan ILO melakukan studi yang mengambil data dari 194 negara. Hasilnya, individu yang bekerja 55 jam atau lebih dalam seminggu memiliki risiko stroke 35% lebih tinggi dan risiko kematian akibat penyakit jantung isemik 17% lebih tinggi dibandingkan dengan 35 - 40 jam per minggu. Selain itu, aktivitas yang berlebihan akan memperburuk kualitas tidur yang berdampak pada penurunan fokus dan produktivitas saat bekerja atau berkuliah.

2. Terganggunya kesehatan secara mental atau psikologis

Kurangnya waktu tidur akibat Hustle Culture juga berpengaruh pada ketidakstabilan emosi individu. Bagian otak yaitu amigdala mengalami peningkatan aktivitas sebanyak 60% yang mempengaruhi kemampuan pengendalian emosi. Kurang tidur juga meningkatkan kadar stres dan kecemasan.

3. Terciptanya pola hidup yang tidak seimbang

Lantas, bagaimana langkah-langkah untuk menghindari Hustle Culture dalam dunia perkuliahan? Jawabannya adalah dengan cara KuRir KoBer

1. Kenali minat dan potensi diri sebelum terjun dalam organisasi

Seperti kata orang, sosok yang paling kenal dengan Anda adalah diri Anda sendiri. Kenali dahulu minat dan potensi diri. Jangan sampai Anda bergabung dalam suatu organisasi atau komunitas hanya karena ikut teman atau sekadar ingin terlihat dan diakui.

2. Sortir

Sortir dahulu menggunakan skala prioritas. Manakah dari minat dan potensi Anda yang esensial dan bermanfaat bagi masa depan mengingat kemampuan manusia yang terbatas.

3. Komitmen dan manajemen waktu

Manajemen waktu adalah kunci dari keseimbangan hidup. Buatlah jadwal kegiatan dan miliki komitmen untuk tepat waktu.

4. Bersyukur

Rumput tetangga nampak lebih hijau bukan? Namun alih-alih menengok rumput tetangga, lebih baik menjaga dan merawat rumput sendiri. Jangan membanding-bandingkan diri dengan orang lain karena setiap individu memiliki porsinya masing-masing.

Dengan langkah-langkah di atas, niscaya frekuensi fenomena Hustle Culture dapat segera tereduksi sehingga tercipta generasi penerus bangsa yang cerdas dan inovatif dengan karakter progresif yang optimal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun