Mohon tunggu...
Hukum Pilihan

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Fokusnya Apa Sih?

20 April 2019   11:35 Diperbarui: 20 April 2019   13:21 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komisioner Komnas Perempuan, Imam Nakha'i, menyatakan fokus RUU Penghapusan Kekerasan Seksual adalah khusus menangani kekerasan seksual dan melihat khusus pada aspek kekerasannya, seperti aspek pemenuhan kebutuhan dan hak korban, bukan konteksnya membahas perzinaan apalagi LGBT.

Imam juga menambahkan bahwa pihak-pihak yang menolak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan alasan pro-zina, pro-LGBT, pro-aborsi itu tidak membaca dengan baik isi RUU tersebut karena RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sama sekali tidak mau melegalkan perzinaan, aborsi, maupun LGBT.

Komisioner Komnas Perempuan lainnya, Mariana Amiruddin menyampaikan bahwa fokus dari RUU PKS adalah korban. Dalam rancangan aturan itu, jelas terdapat definisi kekerasan seksual, yakni: bila ada pemaksaan, intimidasi, dan kekerasan.

Menurut Mariana, ada kesalahpahaman dari pihak yang menolak RUU PKS: tidak memasukkan ihwal prostitusi, tak berarti RUU PKS mendukung perzinaan. Dalam tulisan yang Mariana susun untuk menanggapi makalah Prof Euis dan AILA, ia menyatakan bahwa batasan yang dinilai disini adalah pemberian consent yang jelas dari korban---persetujuan atas tindakan seksual, dan berbeda dengan suka sama suka.

Adapun dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, terdapat enam elemen yang dibawa menurut Komnas Perempuan: pencegahan terjadinya kekerasan seksual, penindakan pelaku kekerasan seksual, pemulihan korban, peletakkan kewajiban negara dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan, peran masyarakat dan tokoh daerah untuk mengedukasi masyarakat mengenai kekerasan seksual, dan pemantauan terhadap UU Penghapusan Kekerasan Seksual setelah disahkan.

Pemicu Penolakan
Menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), terdapat penyebaran hoaks yang sistematis terkait RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Hoaks yang tersebar, menurut Komisaris Komnas Perempuan, memanfaatkan situasi politik yang ada dan mulai mencuat di masyakat beberapa hari setelah debat pilpres, sebelum petisi itu ada.

Informasi hoaks meliputi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual melegalkan zina (perilaku seks bebas) maupun LGBT. Padahal, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tidak pernah ramai dan disorot oleh masyarakat sebelum ada penyebaran hoaks yang sistematis. Sampai saat ini, petisi yang dibuat oleh Maimon Herawati---yang disertai dengan substansi bernada provokasi dan penggiringan isu---telah ditandatangani oleh 165 ribu orang.

Lalu Apa?
Simpang siurnya kejelasan dari masa depan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual cukup meresahkan bagi pihak-pihak yang memperjuangkan hak korban kekerasan seksual. Hal ini menandakan pemerintah, yaitu DPR, untuk bekerja keras dalam menemui titik temu dengan berbagai pihak yang masih bersikeras untuk menolak dan mengesahkan secepat mungkin sebelum terjadi pergantian politik karena hasil pemilu. Tindakan kekerasan seksual masih banyak kita temui di keseharian masyarakat di Indonesia, baik oleh orang asing, maupun orang terdekat ㅡ apa yang dapat melindungi para korban bila RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tidak segera disahkan? 

TL;DR
Polemik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual masih bergulir dengan hangat, diiringi dengan embel-embel kental seperti 'Pro-Zina' dan 'Pro-LGBT'. Menurut mereka yang menolak, ada celah yang 'sengaja' diciptakan untuk orang-orang yang dapat melakukan aktivitas seksual yang dilarang agama, asal suka sama suka. Menurut mereka yang memperjuangkan pengesahannya, RUU ini hadir untuk merangkul korban kekerasan seksual dan mencegah adanya kekerasan seksual yang marak terjadi di Indonesia---mengutamakan consent. Saya mendukung DPR segera mengkaji, menyempurnakan, dan mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Bagaimana sikap Anda?

Daftar Rujukan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun