Patologi birokrasi di Indonesia didefinisikan sebagai segala bentuk masalah yang menghambat efektivitas dan efisiensi pelayanan publik. Biasanya, patologi ini timbul akibat penyalahgunaan wewenang, korupsi, dan ketidakresponsifan terhadap kebutuhan masyarakat. Beberapa contoh gejalanya meliputi: Â Penyalahgunaan wewenang sebagai contoh, pegawai pemerintah menggunakan kekuasaan mereka demi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, dan Korupsi, praktik tindak suap dan pungli yang merugikan masyarakat sering terjadi di birokrasi di Indonesia serta Proses pelayanan yang sangat berbelit-belit, prosedur prosedur yang sulit dipahami dan tidak efisien yang sering dirasakan oleh masyarakat.
Kasus Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DUKCAPIL Manggarai Timur menunjukkan berbagai patologi birokrasi yang mengacaukan efektifitas dari pelayanan publik. Masyarakat sering mengeluh bahwa pelayana di Dinas Dukcapil tidak memuaskan. Contohnya: seorang ibu warga Desa Benteng Riwi yang mengurus e-KTP selama 3 hari lalu, KTPnya masih belum selesai, hal ini menunjukkan lambatnya proses pelayanan, dan tidak adanya efisiensi serta kecepatan penyelesaian administrasi. Masyarakat juga merasakan Prosedur pelayanan yang ada sering kali dianggap rumit dan tidak jelas. Masyarakat harus melalui beberapa tahapan yang tidak terintegrasi dengan baik, seperti harus ke kantor desa terlebih dahulu untuk mendapatkan informasi sebelum mengurus dokumen di kecamatan, Warga juga mengeluh akan Pegawai di Dinas Dukcapil sering kali kurang responsif terhadap keluhan masyarakat. Dalam beberapa wawancara, warga melaporkan bahwa pegawai tidak memberikan penjelasan yang memadai mengenai proses atau alasan keterlambatan pelayanan. Hal ini menunjukkan rendahnya kualitas pelayanan yang diberikan.
Keadaan Patologi birokrasi yang terjadi di Dinas kependudukan dan catatan sipil kabupaten Manggarai Timur menjadi suatu bukti ataupun cerminan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia saat ini masih mengalami tantangan yang serius.Â
Penyebab Patologi Birokrasi dalam kasus ini bisa saja meliputi Lemahnya Pengawasan, Pengawasan internal yang kurang ketat memungkinkan terjadinya penyimpangan yang dilakukan pegawai secara diam-diam. Budaya Nepotisme yang masih kental, Praktik ini sering dilakukan dalam pengangkatan jabatan dan pelayanan publik. Dan Kekurangan Sumber Daya Manusia Banyak pegawai tidak memiliki keterampilan atau pelatihan yang memadai untuk memberikan pelayanan yang baik.Â
Untuk mengatasi patologi birokrasi, beberapa langkah yang dapat diambil pemerintah antara lain, Peningkatan Transparansi: Menerapkan sistem yang lebih terbuka dalam proses pelayanan publik. Pelatihan Pegawai: Memberikan pelatihan kepada pegawai untuk meningkatkan keterampilan dan etika kerja. Serta Penguatan Pengawasan: Meningkatkan mekanisme pengawasan internal dan eksternal, untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan masyarakat diberikan wewenang dan ruang diskusi juga dalam pengawasan birokrasi agar terciptanya transparansi dan masyarakat merasakan pelayanan yang lebih baik.
Transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi suatu birokrasi melalui upaya reformasi harus dilakukan, agar masyarakat dapat merasakan manfaat pelayanan dari pemerintah secara optimal. Namun, yang seiring terjadi pemerintah justru berbuat sebaliknya, secara telak para pemerintah melakukan penyalahgunaan wewenang seperti menerima sogok dan merangkap jabatan. Alhasil menciptakan kualitas pelayanan yang buruk. Maka dari itu meningkatkan kualitas pelayanan administrasi kependudukan. Reformasi dalam prosedur, peningkatan transparansi, serta pelatihan pegawai sangat diperlukan agar masyarakat dapat merasakan manfaat dari layanan pemerintah secara optimal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H