Pencemaran sampah plastik telah menjadi permasalahan yang menjadi perhatian bagi banyak pihak, di lingkungan hal tersebut telah memberikan dampak yang merugikan untuk ekosistem kehidupan, baik di perairan maupun daratan. Indonesia disebutkan sebagai pensuplai kontaminan sampah plastik ke laut terbesar ke-dua di dunia setelah China, dengan sebesar 1,29 juta ton plastik per-tahun, berdasarkan data dari Jambeck tahun 2015.Â
Pada umumnya sampah yang masuk ke laut Indonesia terdiri dari plastik, logam, kain, kayu, bahan yang berbahaya dan lain sebagainya. Sampah-sampah ini dibawa oleh aliran sungai dan juga disebabkan karena beragam aktivitas manusia yang membuang sampah sembarangan. Sejak tahun 1950-an produksi plastik mulai dikembangkan dan jumlah kebutuhan akan plastik terus meningkat seiring bertambahnya permintaan yang digunakan untuk membungkus makanan atau kemasan untuk benda-benda.Â
Secara garis besar terdapat dua kelas plastik, yaitu: termoplastik dan thermoset. Polypropylene, polyvinyl chloride, polistirena, terephthalate dan polyerhylene merupakan contoh yang termasuk dalam jenis termoplastik, termasuk polyerhylene yang memiliki massa jenis tinggi dan rendah.Â
Sedangkan thermoset bahan plastik merupakan bahan yang tidak dapat dibentuk Kembali jika dilakukan dengan pelelehan dan hanya dapat sekali terbentuk. Contoh thermoset secara umum yaitu: epoxyresin dan polyurethane atau pelapis.Â
Pada umumnya plastik di buat dari bahan bakar fosil, namun untuk penggunaan semakin banyak menggunakan biomassa, misalnya terbuat dari jagug dan minyak tumbuhan. Setelah polimer disintesis, materi bendanya akan sama dengan apapun bahan baku yang akan digunakan.
Jumlah sampah plastik terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, sampah yang masuk ke dalam laut memiliki salah satu faktor penyebabnya, yaitu arus. Dapat diartikan bahwa arus merupakan suatu cara kerja pergerakan massa air menuju keseimbangan yang menyebabkan perpindahan vertikal dan horizontal massa air.Â
Adanya pembuangan sampah rumah tangga, pemasukan limbah plastik dan bongkar muat barang, kegiatan memancing atau memasang jala ikan. hal- hal tersebut merupakan salah satu faktor sumber adanya mikroplastik dikarenakan tidak melakukan pengolahan sampah dengan baik atau tidak menangani sampah dengan baik, melakukan dengan sembarang.Â
Keberadaan sampah yang sebelumnya ada di pinggir perairan atau adanya aktivitas manusia yang membuang sampah ke perairan mengakibatkan arus membawa sampah sampai masuk menuju ke laut.
Pada saat sampah plastik berada di perairan, sampah plastik ini mengalami proses degradasi, plastik yang terdegradasi dapat disebabkan oleh mikroba, panas matahari, adanya radiasi sinar ultraviolet, dan lain sebagainya.Â
Ukuran mikroplastik yang berasal dari sampah plastik berkisar lebih kecil dari 5 mm ini terbagi menjadi dua jenis sumber, yaitu primer dan sekunder. Mikroplastik primer dapat diartikan sebagai sisa-sisa atau butir-butir plastik yang mencapai wilayah laut dan disebabkan karena kelalaian dalam menangani sampah.Â
Contoh dari mikroplastik primer mencakup kandugan produk-produk kecantikan dan pembersih, pelet untuk bahan makanan hewan, pasta gigi, sabun, dan bubuk resin. Sedangkan mikroplastik sekunder dapat diartikan sebagai mikroplastik yang bersumber dari fragmentasi plastik yang memiliki ukuran lebih besar.Â
Secara umum partikel-partikel mikroplastik yang masuk ke wilayah perairan melewati saluran limbah rumah tangga mencakup polistiren, polipropilen, dan polietilen. Contoh dari mikroplastik sekunder meliputi serat atau fragmentasi hasil pemrosesan dari plastik yang lebih besar yang kemungkinan dapat terjadi sebelum proses degradasi mikroplastik di lingkungan.Â
Fragmentasi yang terjadi dapat berasal dari benda-benda rumah tangga, kantong plastik yang dapat terurai dengan sendirinya atau pelapukan dari bahan plastik, bahan baku dari industri, maupun serat sintetis yang berasal dari pencucian pakaian. Pada mikroplastik primer dan mikroplastik sekunder ke dua jenis ini membutuhkan waktu degradasi yang relatif lama.
Pergerakan air laut membuat ukuran plastik berubah, yang sebelumnya berukuran makroplastik berubah menjadi mikroplastik seiring dengan berjalannya waktu. Yang sebelumnya plastik memiliki bentuk berukuran yang besar berubah menjadi memiliki ukuran lebih besar dari 20 mm, kemudian dengan berjalannya waktu dengan adanya pergerakan laut akan berubah lagi menjadi mesodebris atau memiliki ukuran sekitar 2 sampai 20 mm, dan pada akhirnya plastik yang telah mengalami proses degradasi berubah menjadi fragmentasi mikroplastik atau memiliki ukuran yang lebih kecil dari 2 mm.Â
Ukuran sampah plastik yang berubah menjadi partikel plastik yang berada di perairan memiliki berbagai macam ukuran dari makrometer, mesometer, mikrometer, dan nanometer. Ukuran mikroplastik yang ditemukan di perairan dengan memiliki ukuran kisaran antara 5 µm-2 mm membuktikan bahwa mikroplastik tersebut telah mengalami proses degradasi yang berlangsung sangat lama atau lambat.
Terjadinya proses degradasi umumnya dapat diklasifikasikan berdasarkan; biodegradasi, organisme hidup umumnya berupa mikroba, fotodegradasi, seperti gelombang UV-B dari cahaya matahari, Termooksidasi, seperti kerusakan secara oksidatif dengan waktu lama pada suhu yang normal, degradasi termal, seperti ketinggian suhu, dan hidrolisis, seperti adanya reaksi dengan air dan umumnya tidak relevan atau signifikan di air laut.Â
Pusat Penelitian Penelitian Oseanorgrafi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia melakukan peneltian, dengan mengkaji di 18 pantai yang ada di Indonesia dan melakukan pemantauan setiap bulan terhadap sampah yang terdampar ke pesisir pantai.Â
Kemudian, dari ke-13 lokasi pesisir pantai dilakukan pengkajian mikroplastik di permukaan air, dari ke-10 lokasi nya dilakukan pengkajian satu jenis ikan teri, dan delapan lokasi dilakukan pengkajian untuk mikroplastik di sedimen.Â
Hasil kajian pada seluruh lokasi tersebut ditemukan mikroplastik baik di sedimen, pada permukaan air, maupun di tubuh ikan teri. Hal ini menyadarkan kita bahwa mikroplastik yang berada di perairan telah menyebar secara luas di laut.
Mikroplastik yang memiliki beragam macam ukuran dan jumlahnya yang sangat banyak diperairan atau di laut, hal ini akan memiliki kesempatan yang besar untuk dimakan oleh mahluk hidup di laut seperti zooplankton dan ikan. Akibatnya jika kontaminan masuk kedalam tubuh akan berdampak pada sistem rantai makanan.Â
Penelitian melakukan pengkajian tentang mikroplastik pada zooplankton, hasilnya ditemukan adanya mikroplastik di dalam tubuh zooplankton. Sebuah data menunjukkan bahwa banyaknya jumlah partikel mikroplastik yang tercemar di perairan daripada zooplankton. Keberadaan zooplankton sangat berperan penting dalam rantai makanan di laut.Â
Masuknya partikel-partikel mikroplastik ke tubuh zooplankton berlangsung secara tidak sengaja, dikarenakan sifat zooplankton ketika sedang mencari makan dengan metode menyaring. Oleh karena itu, hal ini memberi dampak ke zooplankton, yaitu mengakibatkan kinerja dari sistem tubuh menjadi berkurang dan memungkinkan akan terjadinya pertukaran kontaminan ke predator.Â
Selain zooplankton, keberadaan mikroplastik sudah ditemukan pada tubuh ikan dan pada saluran pencernaan, dilakukan dengan klasifikasi pengkajian jenis spesies, habitat, makanan ikan, densitas partikel mikroplastik, dan keberadaan partikel-partikel mikroplastik pada wilayah perairan yang dilakukan pengkajian. Perbedaan kelimpahan mikroplastik yang terjadi pada setiap jenis ikan dapat besar kemungkinan dipengaruhi oleh habitat atau ruaya ikan maupun dari kebiasaan makan ikan itu sendiri.
Berdasarkan hasil penelitian, kandungan partikel yang ditemukan dalam saluran pencernaan ikan berupa partikel fiber, film, dan fragmen. Fragmen merupakan bagian dari plastik yang acak, tebal, dan sulit untuk dihancurkan. Fiber merupakan potongan tali berbahan plastik seperti tali jaring atau tali pancing. Film merupakan potongan dari plastik yang tidak beraturan dan sangat tipis.Â
Secara umum partikel yang lebih dominan ditemukan di saluran pencernaan ikan adalah fiber dan film dibandingkan partikel fragmen yang lebih rendah. Untuk di perairan dan sedimen partikel filamen lebih dominan di temukan dikarenakan memiliki massa jenis yang lebih rendah dibandingkan dengan partikel lainya.Â
Densitas atau massa jenis sangat menentukan penyebaran mikroplastik di laut dan sedimen. Filamen memiliki densitas sebesar 0,90 sampai 0,91 g/cm, dimana ini jauh lebih ringan dari massa jenis partikel yang lain. Mikroplastik memberikan dampak yang sangat besar bagi biota laut, yang dapat berpotensi merusak kehidupan biota laut. Masuknya partikel plastik ini berisiko terkena racun yang berasal dari paparan zat terkandung dalam platik tersebut dan dapat merusak fungsi organ, seperti: terhambatnya pertumbuhan enzim, menurunnya kadar hormon, menurunnya pertumbuhan dan merusak saluran pencernaan.
Sampah plastik merupakan permasalahan suatu daerah yang berada di wilayah pesisir pantai, karena sangat menggangu untuk kehidupan manusia. Mikroplastik berbahaya apabila dikonsumsi oleh biota laut, yang kemudian berisiko di makan oleh manusia, dikarenakan unsur partikel plastik yang berada di tubuh satwa laut dapat menetap berbulan-bulan bahkan lebih. Tidak hanya biota laut, namun untuk Kawasan pesisir mikroplastik juga dapat membahayakan, seperti; terumbu karang dan mangrove.Â
Peneliti memperkirakan manusia telah menelan mikroplastik, yang berasal dari makanan laut, garam, dan lain sebagainya. Peneliti asal India, menemukan bahwa partikel mikroplastik dapat berikatan dengan patikel dalam darah, partikel dapat mematikan protein yang penting di dalam, seperti; fibrinogen, albumin, dan globulin. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan mikroplastik menjadi permasalahan yang harus segera ditangani.Â
Meskipun plastik memiliki sifat yang mudah hancur dan dapat dikeluarkan melalui feses, namun partikel mikro yang masuk ke dalam tubuh akan memberikan dampak negatif dan juga belum dapat dipastikan jumlah persentasi yang keluar melalui feses. Laut yang begitu luas, mengakibatkan sumber dari mikroplastik tidak dapat di pastikan berasal darimana. Berdasarkan hasil-hasil penelitian partikel mikroplastik ini tidak dapat menyebabkan kematian, namun keberadaannya dapat menyiksa secara perlahan atau waktu demi waktu.Â
Dibutuhkan penelitian lebih lanjut, karena partikel partikel dari mikroplastik berasal dari senyawa-senyawa anorganik yang sangat membahayakan dan seharusnya tidak boleh di dalam tubuh. Senyawa ini dapat memicu penyakit kanker, mengganggu sistem hormon, mengakibatkan degeneratif yang akhirnya dapat menyebabkan kematian. Mikroplastik merupakan bentuk pencemaran yang tidak memenuhi standar keamanan karena dapat membahayakan kesehatan.Â
Penanganan masalah sampah plastik di Indonesia tidak dapat dibiarkan dengan begitu saja, diperulakan perencanaan-perencanaan yang matang dan pemerintah harus membuat regulasi tentang pembatasan penggunaan plastik, seperti dapat dimulai dengan pembatasan penggunaan kantong plastik, sedotan plastik, kemasan-kemasan plastik, begitu juga dapat menggunakan bahan pakaian yang terbuat dari jenis berbahan katun, karena bahan ini tidak melepas partikel mikroplastik, dan lain sebagainya.
 Pembatasan ini bertujuan agar dapat mengurangi jumlah pencemaran sampah plastik dan memulai untuk sadar akan lingkungan, serta meningkatkan kewaspadaan akan pencemaran mikroplastik yang sangat besar, yang dapat membahayakan bagi kesehatan dan lingkungan. Jangan sampai sampah plastik terus mengalami peningkatan setiap tahunnya dan membentuk partikel-partikel mikroplastik yang dapat meracuni kehidupan lautan dan daratan. Mari selalu memelihara lingkungan dan mencitai bumi, agar generasi-generasi selanjutya dapat terhindar dari bahaya mikroplastik.
SumberÂ
Guo, X., & Wang, J.  (2019).  The chemical behaviors of microplastics in marine environment:  A review. Marine Pollution Bulletin, 142(February), 1–14
Desforges, J. P. W., Galbraith, M., & Ross, P.  S.  (2015).  Ingestion of Microplastics by Zooplankton in the Northeast Pacific Ocean. Archives of Environmental Contamination and  Toxicology, 69(3),320–330.
Andrady, A. L. (2011). Microplastics in the marine environment. Marine Pollution Bulletin, 62(8), 1596–1605.
Carbery, M., O’Connor, W., & Palanisami, T.  (2018).  Trophic transfer of microplastics and mixed contaminants in the marine food web and implications for human health. Environment International, 115(March),400–409.
Eltemsah, Y.  S., & Bøhn, T.  (2019). Acute and chronic effects of polystyrene  microplastics  on juvenile and adult Daphnia magna. Environmental Pollution, 254, 112919.Â
Bangun, A.P., Wahyuningsih, H., and Muhtadin, A. 2017. Impacts of macro – and microplastic on macrozoobenthos abundance in intertidal zone. Earth and Environmental Science. doi:10.1088/1755-1315/122/1/012102.
Wright, S.L., Thompson, R.C., and Galloway, T.S. 2013. The physical impacts of microplasticson marine organisms: a review. Environmental Pollution. 178: 483–492
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H