Menunggu surat kabar atau majalah yang akan diantar oleh petugas koran setiap pagi telah menjadi kebiasaan masyarakat perkotaan maupun pedesaan. Jauh sebelum pengembangan internet, dalam hal ini jurnalistik, masih ada kebiasaan tersebut untuk aktif dalam kolektivitas informasi.
Namun, kalau dilihat dari kebiasaan yang baru dimana jurnalistik media online sudah berkembang, paradigma masyarakat mengenai efisiensi daripada surat kabar menjadi berubah.
Masyarakat melalui media online dapat mengetahui berita pada waktu sesungguhnya atau pada saat peristiwa berlangsung, hal ini berbeda dengan media cetak yang harus menunggu keesokan harinya agar berita dapat disebarluaskan.
Kesibukan masyarakat menuntut perusahaan berita untuk mengutamakan kecepatan dalam distribusi berita. Namun, hal tersebut bukanlah suatu persaingan, dimana ada sisi yang kalah dan menang.
Tuntutan tersebut menjadi acuan bagi para jurnalis untuk menyesuaikan keadaan dengan para pembacanya. Perubahan tuntutan dari masyarakat tidak berarti bahwa jurnalistik harus ketinggalan zaman.
Dalam prinsip jurnalisme yang kedua, telah dinyatakan bahwa loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga masyarakat. Maka, apapun perubahan yang terjadi dalam pemenuhan informasi dalam masyarakat, jurnalisme harus menyesuaikan dengan kondisi tersebut.
Dalam pengertian yang luas, jurnalisme itu mendorong terjadinya perubahan. Perubahan memang merupakan hukum utama jurnalisme. Debra Gersh Hernandez (Catatan-catatan Dasar Jurnalisme; 2005), dalam makalahnya berjudul "Advice For The Future," yang disampaikan pada seminar American Press Institute, mengatakan bahwa satu-satunya yang pasti dan tidak berubah yang dihadapi industri surat kabar masa depan adalah justru ketidakpastian dan perubahan.
Pernyataan Hernandez berarti jurnalistik memiliki musuh utama yaitu perubahan, dimana jurnalistik harus memiliki perubahaan secara kontinuitas. Perubahaan baik secara isi maupun konteks dan cara penyampaian pada masyarakat.
Dari sisi pergeseran media jurnalisme, kini kita mengenal berbagai organisasi media yang mulai melebarkan jangkauan informasinya dengan memiliki sebuah ruang berita baru di dunia maya.
Dengan adanya media online, masing-masing organisasi akan dapat meningkatkan kapasitasnya. Contohnya, media online dapat mengubah suatu berita yang hanya tulisan menjadi video, foto dan ruang berita yang lebih luas dibandingkan versi cetak.
Melalui online journalism kita bisa menjelajahi berita dengan kedalamannya tanpa ada batasan atau kendala ruang. Berita pun dapat menyebar luas dan bisa terus diperbaharui. Online Journalism ini menerapkan annotative journalism: hanya meng-klik suatu kata, kita bisa mendapatkan informasi sebanyak yang tersedia.
Perubahan-perubahan di atas menuntut peran baru dari media. Tom Rosenstiel (Catatan-catatan Dasar Jurnalisme; 2005) Â berkata, kehadiran teknologi baru harus dianggap bukan sebagai ancaman bagi surat kabar tetapi justru merupakan suatu kesempatan.
Kalau dulu hanya menjadi penyalur informasi, maka kini ia menjadi fasilitator, penyaring dan pemberi makna dari sebuah informasi.
Dalam dunia dengan begitu banyak pilihan dan di mana kedalaman informasi tidak ada batasnya, pada akhirnya nilai paling tinggi diberikan kepada media yang memiliki informasi yang paling akurat, terpercaya, dan efisien.
Daftar Pustaka:
Ishwara, Luwi (2005) Catatan-catatan Dasar Jurnalisme, PT Kompas Media Nusantara, Surakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H