Tahun 2020 kok masih aja ada orang yang suka membaca? Makin tidak heran rasanya setelah mendengar pernyataan itu jika Indonesia menjadi salah satu negara dengan angka membaca paling rendah di dunia. Bukan hanya membaca buku, tapi juga berita di internet yang kadang kebenarannya pun masih dapat dipertanyakan.
Kaum muda di Indonesia tidak suka membaca, itulah yang diutarakan oleh banyak pakar di Indonesia. Sebenarnya hal tersebut sangatlah wajar melihat perkembangan teknologi zaman sekarang yang makin lama menggusur minat baca masyarakat karena mereka sudah menemukan hal yang lebih menarik dalam bentuk audio-video, bukan hanya kumpulan kata membosankan diatas kertas.
Pernah suatu ketika aku sedang membaca sebuah novel e-book dari playstore, dan tiba-tiba seorang teman menghampiri lalu bertanya. “Baca apa bro?”
Aku pun menjawab. “Ini The Three Musketeers, seru deh. Baca coba gih.”
Temanku itu tidak langsung menyahut, namun ia tertawa sedikit. “Lah bukannya ada yang versi film, kenapa masih baca novelnya? Ga asik cuma liat tulisan-tulisan doang. Nggak ada flow-nya.”
Hal kecil itupun membuatku berpikir untuk menulis ini. Apa sekarang memang sudah bukan zamannya membaca lagi? Apakah para penulis dan sastrawan Indonesia akan beralih profesi, takkan menciptakan karya sastra lagi, dan mulai mengikuti arus pasar?
Kadang hal tersebut yang membuat sedih. Semakin lama rasanya para penulis Indonesia tidak memiliki ruang gerak lagi untuk berkarya. Seiring berjalannya waktu, kemungkinan mereka semua akan memilih profesi lain yang sesuai dengan zaman tersebut. Berharap saja hal itu takkan terjadi.
Bagaimana dengan beralih profesi menjadi penulis skenario film, bukankah itu sama saja dengan menulis cerita?
Memang kedua hal itu sama, menulis cerita film dengan menulis cerita untuk novel. Akan tetapi rasa bangga dengan hasil karyanya tersebut lah yang berbeda. Walaupun sebuah buku hanya terjual beberapa eksemplar saja, penulis tersebut akan tetap merasa bangga karena karya individunya dihargai oleh masyarakat.
Kembali ke topik sebelumnya, rasanya tak perlu dijelaskan kembali kenapa masyarakat Indonesia terutama generasi muda menyepelekan pentingnya membaca pada zaman ini.
Salah satu gerakan yang diusulkan oleh pemerintah agar katanya “meningkatkan minat baca di Indonesia” dengan cara menerapkan 15 menit literasi sebelum jam pelajaran dimulai kelihatannya tidak berdampak signifikan pada rasio minat baca di Indonesia.
Jelas saja, mereka bukan dituntun membaca, namun “dipaksa” untuk membaca selama 15 menit. Apabila tidak ada kesadaran diri dari individu, hasilnya akan tetap sama saja. Lha wong dari awal udah nggak minat baca to? Tapi setidaknya pemerintah sudah mencoba, good job.
Sebenarnya tidak masalah jika seseorang senang untuk membaca pada era sekarang. Salah satu kelebihannya yakni memperbanyak kosakata yang tidak diketahui.
Walaupun di antara kalian sudah menguasai bahasa Indonesia secara baik dan benar untuk berkomunikasi, pasti akan ada satu dua atau lebih kata yang tidak kalian mengerti. Oleh karena itu, KBBI dan beberapa novel dapat membantu kalian mengerti lebih banyak mengenai kosakata bahasa Indonesia.
Minat baca di Indonesia sangat perlu untuk diperbaiki. Kita berada di peringkat 60 dari 61 negara menurut survei peringkat literasi oleh CSSU pada tahun 2016 lalu. Menyedihkan dan sangat disayangkan. Baca berita aja jarang, apalagi kalo disuruh baca buku kan. Hoax yang merajalela juga masih saja dipercaya oleh banyak masyarkat.
Kalau begitu ayo sadarkan minat baca di Indonesia. Jangan hanya berdiam diri dan mengeluh karena banyaknya kekurangan di negeri kita tercinta ini. Bangkit, hadapi semua rintangan yang menghadang untuk memajukan bangsa Indonesia. Sadarkan satu, merambat ke semuanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H