Mohon tunggu...
Gabriella Stella M
Gabriella Stella M Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Magister Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada

Law Student. Currently pursuing a Masters Degree of Notary

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kepastian Hukum Pemilik Tanah dalam Pengukuran Ulang Tanah yang Diperoleh dari Pewarisan

6 Mei 2024   14:20 Diperbarui: 6 Mei 2024   14:25 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Sertipikat Tanah. sumber: (www.gowest.id)

Tanah begitu penting bagi penghidupan dan kehidupan manusia. Fakta tersebut menjadi hal pokok yang menyebabkan manusia ingin menguasai tanah tersebut, sehingga tak jarang menimbulkan berbagai masalah-masalah pertanahan. Maka dari itu, Pendaftaran Tanah menjadi penting untuk menjamin kelangsungan kepemilikan tanah sesuai dengan Hukum Pertanahan yang ada di Indonesia.

Dalam perannya di bidang pertanahan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) sesuai dengan  Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.  BPN , dituntut untuk cermat dan teliti dalam pemeriksaan data-data di sertipikat-sertipikat hak atas tanah sebelum sertipikat itu akan diterbitkan agar dikemudian hari tidak terjadi cacat administrasi yang mengarah pada sengketa pertanahan. Pelaksanaan pengukuran dan pemetaan dalam Pendaftaran Tanah dilakukan oleh petugas pelaksana kegiatan yaitu panitia adjudikasi percepatan yang dibantu oleh Satuan Tugas Fisik dan Satuan Tugas Yuridis.

Oleh karena itu, pentingnya pendaftaran tanah yang dilakukan oleh pemerintah yang kemudian menjadi alat bukti dan sebagai kepastian bagi pemilik hak atas tanah tersebut. Sertipikat bukan merupakan alat bukti yang mutlak, melainkan perbuatan peralihan haknya yang penting, misalnya jual beli yang membutuhkan kejelasan atas kepemilikan tanah tertentu. Apabila bisa membuktikan jika terjadinya pendaftaran hak tertentu maka akan diterbitkan sertipikat hak atas tanah.

Dalam pelaksanaannya, banyak permasalahan yang salah satunya adalah pengukuran tanah yang merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Terdapat beragam masalah dalam praktik, terutama dalam kepastian pengukuran tanah hak milik yang merupakan tanah pewarisan.

Kenapa demikian?

Dalam Pasal 31 Peraturan Menteri Agraria Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah mengatur terkait informasi bidang tanah apa saja yang menjadi syarat agar bisa diterbitkan sertipikat, yaitu pada huruf (f) "Jalan, sungai atau benda-benda yang dapat dijadikan petunjuk lokasi".

Salah satu kewajiban pemegang hak atas tanah sebagai perwujudan fungsi sosial yang terdapat dalam Pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria atau UUPA, hak atas tanah adalah memberikan hak akses bidang tanah yang tidak ada akses jalan berbatasan dengan tanah miliknya. Penjelasan mengenai Fungsi Sosial ini ialah berarti tanah tidak hanya dimanfaatkan oleh individu. Sebagai bukti bahwa selama sertipikat tanah tidak bersinggungan dengan kepentingan sosial maka pemilik tanah harus melepaskan haknya karena tidaklah dibenarkan kalau tanah itu digunakan hanya untuk kepentingan pribadi semata. 

Terkait dengan kepastian hukum, tanah-tanah yang didaftarkan sebagai perwujudan kepastian hukum oleh pemerintah yang didasari dengan dengan kutipan pendapat Jan Michiel Otto, yaitu adanya suatu aturan hukum yang jelas dan konsisten sehingga penerbitan sertipikat merupakan tanda bukti kepemilikan tanah mengandung kepastian hukum di dalamnya yang difasilitasi oleh pemerintah.

Tak terkecuali tanah Pewarisan, ialah tanah yang hendak dibagi-bagikan kepada ahli waris sehingga ada perubahan data baik fisik maupun yuridis melalui peristiwa hukum yaitu pewarisan. Terhadap pewarisan tanah-tanah dilakukan pengukuran ulang karena ketika tanah dipecah untuk pewarisan, didapati tanah  tidak memiliki akses jalan. Semua tanah yang diteliti merupakan tanah waris yang dibagi-bagi menurut jumlah ahli waris. Pemberian akses jalan untuk tanah yang tidak memiliki akses jalan yang diakibatkan oleh pemecahan waris dimaksudkan agar tanah yang dipecah tidak lagi merupakan hak individu, tetapi merupakan hak orang lain yang tanahnya dipecah.

Pemecahan ini dilakukan dengan asas kekeluargaan karena merupakan warisan dari orang tua (Pewaris), sehingga pembagian waris yang menimbulkan pengukuran ulang karena pengurangan luas tanah masing-masing pihak diukur berdasarkan kesepakatan bersama para ahli waris.

Kegiatan pemecahan untuk kepentingan pewarisan ini memerlukan pengukuran untuk membagi luas tanah masing-masing ahli waris sehingga membutuhkan kecermatan dan prinsip kehati-hatian tanpa adanya keterlambatan penerbitan sertifikat kepada pemegang hak.

Sumber:

Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Hasil Penelitian Skripsi Penulis Berjudul "Kepastian Hukum Pemilik Tanah Dalam Pengukuran Ulang Tanah Hak Milik Untuk Pemetaan Jalan Di Kelurahan Purwobinangun Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman".

Gabriella Stella Maries, Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun