Raga yang gemar berlalu lalang,Â
membentuk jiwa bersenyawa bersama alam
Raga pernah berlindung pada rimbun pohon,Â
ia mengizinkan untuk bersandar
Ketulusan angin membelai rambut dan tubuh,Â
sinar mentari yang tak mau kalah menghangatkan
Semua terasa nyaman, raga dan jiwa bersenyawa bersama alam
Memejamkan mata, membuka sebuah pelukan alam semesta
Sesekali melirik tumbuhan lain yang seakan menari dan bersenandung
Ada jiwa berontak karena tak ingin mengkhianati segala kenyamanan
Tetapi bisikan gaib lembut terdengar, mari segera tinggalkan
Realitas kehidupan tak pernah serupa, hingga saat kaki ingin melangkah meninggalkan,Â
perasaan tak rela semakin menjadi saja
Kini semua hanya larut dalam imaji, tinggal dalam jiwa sendiri
Walau raga tak lagi berada di tempat seperti kemarin dengan meninggalkan segala kekisruhan alam
Realita di tempatku berpijak, di tengah mereka yang ingin membuat imajiku kandas
Mereka berlogika, berlagak di atas kekuasaan milyaran rupiah,
Merusak panggung kekisruhan daun-daun dan tumbuhan lainnya,Â
melumpuhkan memori tentang alam semesta kemarin
 Untuk raga yang gemar berlalu lalang, turut bersenandung pada kekisruhan alam,Â
realita kini tak lagi seindah imaji.
Pena menari bersenandung riuh di atas kertas...
***
Sedang duduk, 5/09/19
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI