Budaya merupakan sesuatu yang melekat di dalam kehidupan masyarakat. Indonesia memiliki ribuan pulau yang dihuni oleh masyarakat dengan berbagai latar belakang suku. Setiap suku tentu memiliki pemahaman budaya yang berbeda-beda. Salah satu contoh yang menarik adalah jika melihat budaya terkait pernikahan.
Kali ini mari melihat salah satu film berjudul Pariban: Idola dari Tanah Jawa (2019). Film ini menceritakan sosok Moan (35) yang tinggal di Jakarta. Di usianya yang sekarang, Moan belum memiliki tambatan hati. Ibu dari Moan memaksanya untuk mudik ke kampung halamannya di Samosir dan menikah dengan paribannya yang bernama Uli. Sosok Uli diceritakan menjadi seorang wanita cantik yang mencintai budaya batak.
Melalui film ini, Andibachtiar Yusuf selaku sutradara ingin memperkenalkan budaya batak pada generasi muda. Dengan mengangkat genre film komedi romantis, film ini membawa penonton melihat bagaimana pentingnya posisi pariban di tanah batak. Pada film ini diceritakan bagaimana Moan yang tinggal di tanah jawa memiliki rasa sayang begitu besar bagi ibunya sehingga Moan mau untuk mengikuti keinginan ibunya.
Tidak semua budaya batak dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat yang tidak berasal dari tanah batak. Andibachtiar berharap keberadaan film ini mampu memperkenalkan budaya batak ke masyarakat Indonesia. Lebih lanjut, keberadaan film ini diharapkan mampu membuat generasi muda semakin aware terhadap budaya mereka.
Menurut Saya, tantangan terbesar dari seorang sutradara adalah untuk menyampaikan pesan dengan tepat sasaran dan kreatif. Terlebih dalam mengomunikasikan pesan budaya dalam sebuah film. Bukanlah suatu perkara mudah untuk mencapai target yang diharapkan oleh Sutradara. Bagaimana film ini mampu mewakili kisah pemuda-pemudi batak dengan paribannya.
Film ini lahir sebagai dampak dari globalisasi, yang membawa seluruh informasi tidak lagi terbatas. Dengan memanfaatkan berbagai media seperti film, siaran televisi, siaran radio, dan lain-lain, para komunikator ingin menyampaikan pesan-pesan yang selama ini belum diketahui banyak orang. Dengan pemilihan lokasi di Samosir, Saya rasa ada potensi pariwisata di tanah Sumatera yang juga ingin diperkenalkan ke masyarakat Indonesia bahkan dunia.
Generasi muda Indonesia angkatan 90-an mungkin hanya bisa mengenal budaya di luar suku mereka melalui buku pelajaran, atlas, RPUL, dll. Namun, generasi saat ini sudah bisa mempelajari budaya dengan cara yang lebih modern dan lebih menyenangkan. Inilah salah satu dampak positif globalisasi bagi pendidikan kebudayaan Indonesia. Sehingga, saat ini tidak ada lagi pagar pengetahuan yang membatasi anak-anak untuk mempelajari budaya suku-suku di Indonesia. Ketika generasi muda semakin mengenal budaya yang ada di setiap suku, Saya yakin hal ini akan meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia ke depan. Â
Di sisi lain, tentu ada saja tantangan yang dialami oleh sutradara-sutradara ketika ingin menyampaikan pesan budaya melalui sebuah karya film. Salah satu tantangannya adalah adanya penolakan terhadap film bertema kebudayaan. Hal ini mungkin dapat terjadi ketika budaya tidak disampaikan secara spesifik atau ada beberapa bagian yang sengaja dipotong demi kebutuhan komersial, padahal bisa jadi justru itu merupakan hal-hal penting yang harus tetap ada. Di sinilah peran researcher dalam sebuah film menjadi penting, untuk memastikan bagaimana data yang disampaikan tidak ada yang terlewatkan.
Salah satu yang pernah terjadi di kancah internasional adalah perilisan film Disney Mulan pada tahun 1998 di China. Film ini sempat ditunda penayangannya karena pemerintah tidak senang pada penggambaran aspek budaya China dalam film tersebut (Parkes, 1999). Hal ini menjadi tantangan lain bagi para sineas untuk menghindari pro dan kontra terhadap karya film di masyarakat. Disney akan merilis film live action Mulan di Indonesia pada 4 Desember 2020 yang bisa diakses melalui aplikasi Disney+ Hotstar atau website disneyplushotstar.id.
Daftar Pustaka:
Artz, L., & Kamalipour, Y. R. (2003). The globalization of corporate media hegemony. Albany: State University of New York Press. > (Ch 13 Hollywood Hegemony in the Korean Film Industry, pp 245-261)
Thussu, D. K. (2018). International Communication: Continuity and Change. Third Ed. London, UK: Arnold. > (Ch 6 Contraflow in global media, pp 200-218)
https://pixabay.com/id/illustrations/demonstrasi-proyektor-film-proyektor-767982/Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H