Mohon tunggu...
GABRIELLA SWASTIKASITEPU
GABRIELLA SWASTIKASITEPU Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Content creator

Content creator

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Akhirnya Happy Ending

13 Agustus 2021   20:37 Diperbarui: 13 Agustus 2021   20:47 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi ini Pak Jonas sibuk membagikan undangan pernikahan di kantor. Beliau adalah manager distribusi, departemenku. Usianya masih muda, 30 tahun. He is charming, rich of course, and I like him. Sayang sekali dia harus menikah 2 minggu lagi. Aku menyimpan undangan di dalam tas ku dan kembali bekerja.

Sebagai seorang single, jomblo yang hidup dengan sentosa, aku menjalani kehidupan dengan biasa-biasa saja. Hatiku bahkan tidak bisa berpaling walau tau Pak Jonas akan menikah. Selama 3 tahun bekerja, aku hanya bisa mengamatinya dari jauh, mengobrol hanya untuk urusan pekerjaan dan berkali-kali memberikan kejutan "gila" di mejanya. Kadang aku memberikan sarapan, makan siang, cemilan, minuman. Ya...aku sudah menjadi kantin berjalan untuknya.

"Sadar Devina dia akan menjadi ayah, lupakan diaaaa, sekarang juga" rutukku dalam hati.

Sore ini setelah pulang bekerja, aku mampir sejenak ke hotel untuk menemui Tiara, sahabatku. Dia menitipkan oleh-oleh dari Turki, katanya.

Ketika memasuki Lift, aku mendengar dari kejauhan suara orang bertengkar. Tapi kenapa aku sangat familiar dengan suara ini? Perlahan ku ikuti sumber suara itu, dan aku tiba di lorong hotel, melihat Pak Jonas dan tunangannya sedang beradu argumen.

"Udah gila ya, pernikahan kita 2 minggu lagi dan kamu melakukan hal ini, kamu pake otak gak sih?" Pak Jonas mendorong tunangannya hingga terjatuh. Aku kaget dan langsung pergi meninggalkan mereka.

"Kamu temenin aku tidur disini ya" rayu Tiara. Tidak ada pilihan lain, kabar bagusnya besok adalah weekend, jadi aku bisa menemaninya sambil tidur sepuasnya.

Namun aku tidak bisa tidur, ku ambil kartu hotel dan pergi ke rooftop. Untungnya Tiata tidur dengan pulas. Aku melihat kota ini dari atas, sambil meminum coklat hangat.

"Kenapa belum tidur?" Suara yang familiar terdengar dari belakangku. Ya, Pak Jonas dan secangkir minumannya.

Aku berusaha se netral mungkin.

"Gak bisa tidur Pak. Mungkin karena besok weekend, jadi mata saya auto melek sampe jam sekarang." Jawabku sambil meminum cokelat hangat. Kami lama terdiam, dan aku akhirnya memulai pembicaraan.

"Jadi pernikahan Bapak, dilanjut atau cancel Pak?" Pak Jonas menoleh ke arahku.

"Pernikahan ini dihapus untuk selamanya." Aku kaget, "Lalu bagaimana dengan semua persiapannya?" tanyaku.

"Dia yang mengurus, bukan aku. Pernikahan ini diatur oleh orangtua kami. Semua karna harta, hahahaha. Tapi akhirnya aku mendapatkan bukti kuat untuk lepas darinya." Pak Jonas tersenyum bahagia sambil menatap jauh ke jalan raya.

Aku diam saja.

"Masakan kamu enak juga, memang suka masak?"tanya Pak Jonas tiba-tiba. Wajahku merah dan panas. Bagaimana dia mengetahuinya?

"Itu... maaf ya Pak" kataku dengan cepat.

"Campuran madu, mint dan jeruk ternyata enak juga. Kamu tau darimana saya kelelahan waktu itu?"tanya nya lagi. Aduh..mengapa dia begitu detail. Aku menarik napas panjang. Tidak ada harapan untuk mengelak.

"Saya sudah suka, bahkan sayang, cinta sama Bapak sejak beberapa tahun ini. Walaupun tau Bapak akan jadi suami orang, rasanya bukan hilang, malah makin meningkat. Saya tau semuanya yang menyangkut kepentingan Bapak. Selama ini saya cuman bisa memberikan perhatian kecil. Maaf ya Pak, kalau merasa terganggu." Kataku menatapnya. Dia tersenyum ke arahku. Seharusnya dia tidak menatap ku seperti itu.

"Saya selalu suka datang lebih lama ke kantor, hanya untuk menunggu kejutan di meja saya. Saya kalau sakit juga memaksakan diri ke kantor, karena saya lebih suka ramuan di meja saya, daripada ke dokter." Dia menyesap minumannya.

Aku tersenyum, aku harus berkata apa ini?

"Kamu masih nunggu saya gak?"tanya nya.

"Of course I do. Lagipula saya gak punya alasan untuk meninggalkan Bapak, baik dalam kondisi apapun" aku menatap dalam kedua bola mata nya yang berwarna cokelat muda.

Dia mengangguk, kemudian...

"Terimakasih ya, sudah menunggu sampai sejauh ini. Saya pastikan kamu tidak akan kecewa." Dia mengusap pipi ku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun