Mohon tunggu...
Gabriella Carlene
Gabriella Carlene Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - perempuan

pelajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kritik Sastra Terhadap Novel "Tenggelamnya Kapal Van der Wijck" dengan Pendekatan Mimetik

28 Februari 2022   13:56 Diperbarui: 28 Februari 2022   14:02 7406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

I. Pendahuluan

  1. Pengenalan Karya

Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah Datuk Indomo, atau yang lebih dikenal dengan panggilan Hamka merupakan sastrawan legendaris yang dimiliki Indonesia. Maha karyanya yang dikenal oleh seluruh penjuru negeri membuat dirinya semakin terkenal sebagai penulis. Salah satu karyanya yang paling terkenal berjudul "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck" dipublikasi pada tahun 1939. Tenggelamnya Kapal Van der Wijck awalnya diterbitkan sebagai cerita bersambung dalam salah satu majalah Islam pada tahun 1938. Cerita bersambung itu mendapatkan sambutan hangat yang diberikan oleh pembaca setianya, sehingga akhirnya diterbitkanlah dalam bentuk novel. Novel ini menceritakan romansa berlatar budaya lokal antara Zainuddin dan Hayati. Namun kisah mereka berakhir tragis karena perbedaan status sosial.

Dibalik kesuksesannya sebagai penulis, ternyata Hamka juga merupakan seorang Ulama dan sempat terlibat dalam politik sebagai  Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, bahkan aktif dalam Muhammadiyah hingga akhir hayatnya. Hamka yang merupakan seorang Ulama menyampaikan unsur keagamaannya yaitu Islam ke dalam setiap karya yang ia tulis. Novel ini bukan satu - satunya karya yang memiliki pesan mengenai adat istiadat, budaya, sosial, dan agama. Hal itu yang menjadikannya salah satu ciri khas gaya bahasanya dalam menulis novel. Berasal dari Sumatera Barat, Minangkabau merupakan suku bangsa Hamka dan ia mengenal betul adat istiadat tersebut. Melalui novel '"Tenggelamnya Kapal Van der Wijck", Hamka membahas adat dan tradisi Minangkabau, agama Islam, dan strata sosial yang bisa terjadi di dalam kehidupan sehari - hari.

  1. Sinopsis

Kisah Tenggelamnya Kapal Van der Wijck bermula pada seorang anak bernama Zainuddin yang merupakan seorang keturunan Minangkabau dan Mengkasar. Ia adalah seorang yatim piatu dan hanya tinggal bersama Mak Base berkeinginan menimba ilmu keagamaannya di Padang tempat asal ayahnya. Dengan berat hati Mak Base mengizinkannya dan Zainuddin pun pergi menuju Padang Panjang tepatnya ke Dusun Batipuh. Disitu ia bertemu seorang gadis jelita bernama Hayati dan ia jatuh hati kepadanya. Rasa kasihnya terbalas oleh Hayati sehingga mereka saling berhubungan. Namun sayang hubungan tersebut tak berjalan lama karena tak direstui oleh keluarga Hayati. Hal itu dikarenakan Zainuddin yang memiliki darah campuran dan tak berharta sedangkan Hayati berasal dari keluarga terpandang disana. Zainuddin terusir dan Hayati dipaksa menikah dengan seorang pemuda bernama Aziz yang juga berasal dari keluarga terpandang juga. Mendengar hal itu, Zainuddin yang ditolak jatuh sakit keras dan satu - satunya cara untuk memulihkannya hanya dengan mendatangkan Hayati. Sayangnya Hayati datang untuk memperlihatkan bahwa dirinya sudah bersuami dan hidup bahagia dengan harta yang dimiliki. Zainuddin pun kecewa dan pulang ke Jawa bersama sahabatnya Muluk.

Di Jawa, Zainuddin membuka halaman baru untuk hidup barunya dengan menjadi seorang penulis yang tersohor dengan menggunakan nama penanya "Z". Zainuddin yang sukses memiliki rumah besar dan pengikut yang banyak. Di tengah keemasannya, Hayati datang kembali ke dalam kehidupannya. Aziz yang mengalami keterpurukan ekonomi membawa Hayati ke Surabaya untuk mencari nafkah. Mereka pun menumpang rumah Zainuddin. Aziz yang merasa malu atas tindakannya di masa lalu kepada Zainuddin meminta maaf dan memintanya untuk menjaga Hayati. Rasa malu dan tak bertanggung jawab membebani Aziz mengarahkan dirinya untuk mengakhiri hidupnya. Mendengar kabar duka tersebut dan penolakan cintanya oleh Zainuddin, Hayati berbalik ke kampung halamannya dengan Kapal Van der Wijck. Penyesalan setelah mengusir Hayati pun datang menyerang Zainuddin. Zainuddin tak mampu membohongi perasaannya lagi dan segera pergi menemui Hayai. Di tengah perjalanan, Zainuddin mendengar kabar bahwa Kapal Van der Wijck yang ditumpangi Hayati tenggelam. Ia bertemu Hayati yang tergeletak lemas. Disitu mereka mengucapkan syahadat dan tak lama kemudian Hayati melepaskan nyawanya. Zainuddin berlarut - larut dalam sedih menjadi sakit dan menyusul Hayati.

  1. Teori

Dalam kritik sastra, diperlukan suatu landasan untuk menganalisis suatu permasalahan. Kritik sastra ini menggunakan pendekatan mimetik. Pendekatan mimetik menurut Abrams (Siswanto, 2008, 188) adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra. Pendekatan mimetik bertolak dari pemikiran bahwa sastra sebagaimana hasil seni yang lain merupakan pencerminan atau representasi kehidupan nyata (Semi, 1985, 43). Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai imitasi dari realitas. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pendekatan mimetik memandang sastra sebagai tiruan atau gambaran kehidupan nyata manusia.

II. Pembahasan

  1. Adat Minangkabau

Adat dan tradisi Minangkabau merupakan peraturan yang berlaku dalam masyarakat Minangkabau dan pada peraturan tertentu juga dapat dipakai di luar wilayah tersebut. Adat ini sudah dipakai turun temurun  untuk menjalankan sistem kepemimpinannya dalam sehari - hari dan masyarakat Minangkabau dikenal taat pada ajaran Islam. Budaya Minangkabau adalah budaya yang bersifat keibuan (matrilineal), dengan harta dan tanah diwariskan dari ibu kepada anak perempuan, sementara urusan agama dan politik merupakan urusan kaum laki-laki (walaupun setengah wanita turut memainkan peranan penting dalam bidang tersebut). (Maulida, n.d., 2). Oleh karena itu kehadiran perempuan Minangkabau di setiap keluarga sangatlah penting dan berharga. Hak - hak yang biasanya dimiliki oleh laki laki justru menjadi hak perempuan Minang. Setidaknya terdapat dua hak yaitu hak material dan moral. 

  1. Analisis Mimetik Terhadap Novel

Di kehidupan sekarang, sebagian besar masyarakat masih menggunakan adat istiadat untuk menentukan strata sosial. Banyak yang masih menentang pernikahan antar dua suku yang berbeda. Sama hal nya dengan kisah Zainuddin pada novel "Tenggelamnya Kapal Van der Wijck", ia dipandang sebelah mata akibat darah yang tidak murni Minangkabau. Ibunya yang merupakan orang Mengkasar membuat dirinya dianggap memiliki darah campuran dan dianggap orang asing. Padahal adat istiadat yang sebenarnya tidak pernah memiliki tujuan untuk merendahkan suku dan martabat orang lain. 


Tidak hanya adat istiadat, harta dan jabatan juga menjadi penghalang cinta antara Zainuddin dan Hayati. Selain memiliki darah campuran, Zainuddin tetap ditolak alih - alih tak memiliki harta kekayaan dan status bangsawan. Di zaman kini belum sampai pikiran orang kepada menyelidiki haluan cinta dan derajat, mencari pasangan angan dan cita. Di zaman kini yang lebih dipentingkan orang ialah perkawinan uang, bangsa, perkawinan adat dan turunan. (Hamka, 2018, 195). Orang tua Hayati lebih memilih Aziz yang berasal dari keluarga terpandang dan kaya raya sehingga dengan berat hati Hayati menyetujui pernikahan itu.


Di dalam kehidupan, masih banyak masyarakat yang mementingkan harta dan jabatan daripada cinta yang ada. Banyak yang mengukur kebahagiaan dengan harta serta jabatan yang diduduki seseorang. Masyarakat lupa bahwa semua yang bersifat duniawi hanyalah topeng dan bersifat sementara. Topeng itu sewaktu - waktu akan menunjukkan wajah aslinya dan kita tidak siap untuk menghadapinya. Sama halnya dengan rumah tangga Aziz dan Hayati, kebahagiaan yang semata - mata karena kekayaan mulai pudar karena sifat asli Aziz yang mulai terkuak yaitu berfoya - foya. Dari kisah mereka, dapat disimpulkan bahwa kekayaan dan jabatan bersifat sementara dan hanyalah topeng belaka. Pernikahan yang sebenarnya dilandaskan cinta, bukan status sosial atau paksaan dari orang lain. 


Hubungan romansa antara Zainuddin dan Hayati kandas karena orang tua Hayati yang tidak merestuinya. Keduanya berpisah akibat ketidak setujuan dan keinginan orang tuanya yang mereka kira akan memberikan kehidupan terbaik untuk putrinya. Untuk menjaga martabat dan harga diri keluarga, orang tua Hayati melarang hubungan mereka. Dalam novel Engku berkata pada Hayati pada percakapan berikut. "Hai Hayati! Jangan engkau ukur keadaan kampungmu dengan kitab - kitab yang engkau baca. Percintaan hanyalah khayal dongeng dalam kitab saja. Kalau bertemu dalam pergaulan hidup, cela besar namanya, merusakkan nama, merusakkan ninik mamak, korong kampung, rumah halaman. Orang yang begitu tak dapat untuk menguntungkan hidupmu, pemenung, pehiba hati, dan kadang - kadang panjang angan - angan. Di zaman sekarang haruslah suami penumpangkan hidup itu seorang yang tentu pencaharian, tentu asal usul. Jika perkawinan dengan orang yang demikian langsung, dan engkau beroleh anak, ke manakah anak itu akan berbako? Tidakkah engkau tahu bahwa Gunung Merapi masih tegak dengan teguhnya? Adat masih berdiri dengan kuat, tak boleh lapuk oleh hujan, tak boleh lekang oleh panas?" (Hamka, 2018, 62 - 63).


Kisah ini juga masih relevan dengan kehidupan masyarakat sekarang. Terkadang orang tua ingin yang terbaik untuk anak - anak mereka sehingga membatasi pilihan yang ada dan lebih memaksa kehendak mereka demi egonya. Walau orang tua tahu yang terbaik untuk anaknya, hendaknya diberikan kebebasan untuk memilih jalan hidup mereka masing - masing. Kehidupan seorang anak bukanlah milik orang tua namun milik mereka sendiri sehingga mereka berhak memutuskan pilihan mereka masing - masing terlepas dari adat istiadat dan strata sosial.

III. Penutup

  1. Penilaian Umum

Buya Hamka yang merupakan penulis dari mahakarya novel "Tenggelamnya Kapal Van der Wijck" memberikan pesan tersirat melalui tulisannya. Meskipun novel ini merupakan cerita fiktif, namun kisah yang diceritakan sangat relevan dan dapat ditemukan di kehidupan nyata. Karangan Hamka ini memberikan kesan bahwa kejadian fiktif yang terdapat dalam novel memiliki nilai realis atau merujuk kepada suatu kejadian, mengangkat isu yang sering terjadi terkait budaya, moral, spiritual, keagamaan, dan kemanusiaan.

Selain dimanjakan dengan kisah romansa, Hamka mengajak pembacanya untuk ikut mengambil pesan yang ingin disampaikan yaitu cara menyikapi situasi apabila kondisi tidak berpihak kepada kita, cinta dan angan - angan yang dikekang atas nama adat istiadat, serta kepentingan material dan ego diatasnamakan agama. Memperlihatkan perjuangan Zainuddin yang direndahkan serendah - rendahnya lalu bangkit ke puncak tertinggi memberikan motivasi kepada pembaca bahwa di kehidupan nyata, hidup tidak selalu diatas tapi jangan juga membiarkan orang lain menginjak harga dirinya hanya karena keturunan atau harta yang dimiliki. Sebaliknya, bangkit dari kepurukan dan mencapai kesuksesan agar dapat membuktikan bahwa standar strata sosial berdasarkan harta dan jabatan tidaklah penting.

  1. Penegasan Ulang

Novel "Tenggelamnya Kapal Van der Wijck" berlatar sebagian besar di Padang tepatnya Dusun Batipuh dan Jawa. Dengan tokoh utamanya yaitu Zainuddin yang dianggap tidak memiliki harta, jabatan, dan adat karena darah campurannya. Dengan strata sosial yang dianggap rendah, ia tidak dapat menikahi kekasihnya Hayati. Keduanya tidak dapat direstui akibat perbedaan status sosial 'si kaya berbangsa dan si miskin tak beradat' dimana mereka tidak diizinkan untuk bersama. Melalui karya sastra ini, Hamka berhasil mengkritik sosial dan mengenai langsung pikiran para pembaca mengenai isu keadaan sosial yang sering dihadapi di masyarakat sekitar.

 

  1. Kesimpulan

Walau fiksi, kisah ini bisa selaras dengan kehidupan masyarakat di kehidupan nyata. Hamka mengambil latar belakang adat dan tradisi Minangkabau sebagai tema besar tulisannya untuk mengkritik keadaan sosial terhadap tradisi yang telah tertanam kuat pada masyarakat. Tidak hanya itu,  isu sosial dan keagamaan turut penting sebagai tema novel ini. Hamka memberikan kisah fiktif ini terasa nyata dan memberikan pembaca suatu pesan moral untuk direnungkan agar menjadi manusia yang terus bangkit dalam keadaan apapun dan mengejar semua keinginan terlepas dari strata sosial yang distandarkan. Novel ini perlu diapresiasi karena telah berani mengkritik dan membuka mata pembaca mengenai adat, tradisi, keagamaan, dan kehidupan sosial. Dengan pesan yang terkandung, novel ini cocok untuk kalangan remaja ke atas karena pembahasan dan bahasa yang cukup luas sehingga sulit dimengerti.  Terlepas dari kebahasaan yang sulit dan pembahasan yang mendalam, novel ini perlu dibaca oleh seluruh masyarakat Indonesia karena dapat memberikan wawasan mengenai adat dan moral yang terkandung di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Hamka, B. (2018). Dalam Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (p. 64). Gema Insani.

Kapindho, Q. B. (2019). Kontradiksi Sosial Budaya Dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck Karya Hamka. Kontradiksi Sosial Budaya Dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck Karya Hamka. http://lib.unnes.ac.id/35621/1/2111415043_Optimized.pdf

Maulida, A. (n.d.). HEGEMONI BUDAYA DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK KARYA HAMKA. HEGEMONI     BUDAYA DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK KARYA HAMKA, 7. Retrieved 02 27, 2022, Dalam https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/78473/ANAJILAN%20MAULIDA.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Mengenal Sistem Kekerabatan Matrilineal dalam Adat Minang. (2021, 12 12). Mengenal Sistem Kekerabatan Matrilineal dalam Adat Minang. https://kumparan.com/berita-terkini/mengenal-sistem-kekerabatan-matrilineal-dalam-adat-minang-1x5Xa9LzJQi/full

Winarti. (n.d.). GAMBARAN PENDIDIKAN PESANTREN PADA NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA A. FUADI: PENDEKATAN MIMETIK. GAMBARAN PENDIDIKAN PESANTREN PADA NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA A. FUADI: PENDEKATAN MIMETIK, 9. http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/kumpulandosen/article/viewFile/3095/pdf_735#:~:text=Menurut%20Abrams%20(dalam%20Siswanto%2C%202008,sastra%20sebagai%20imitasi%20dari%20realitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun