Di Indonesia sendiri, pembentukan media-media digital diawali pada masa reformasi 1998 karena terjadi pembentukan peraturan atau SIUPP bagi media. Terdapat perubahan pada Kepmenpen No 1/1998, yang sebelumnya harus memenuhi 14 syarat menjadi hanya 4 syarat saja.
Oleh sebab itu, kehadiran platform media secara signifikan mulai bertambah. Walaupun pada akhirnya hanya beberapa media saja yang bertahan maka dari sini terlihat semangat pers.
Dari sini, sebanyak dua surat kabar internasional diberikan izin untuk dicetak agar mampu bersaing secara bebas dengan surat kabar lokal, yaitu The Asia Wall Street Journal dan The International Herald Tribune.
Berbagai bentuk majalah, media massa, dan TV kabel seperti Indovision dan Kabelvision sudah mulai muncul karena pandangan BJ Habibie yang merupakan presiden saat itu, ingin memberikan kebebasan pada pers.
Selanjutnya di era Gus Dur, pembubaran departemen penerangan (Deppen) yang di era Soeharto sebagai pengontrol media, dilakukan.
Pada 26 Juni 1999, DPR mengajukan RUU Penyiaran yang baru, menggantikan UU No 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran. Dalam rancangan ini, terbentuk KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) sebagai pengatur gelombang elektromagnetik untuk siaran.
Begitu juga bagi presiden-presiden selanjutnya yakni Megawati dan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Makanya di era digital saat ini media digital atau bisnis digital sudah mulai banyak bertambah dan mengalami perubahan.
Sumber tambahan :
Malik, A & Saphiro, I. (2017). The Routledge Companion to Digital Journalism Studies. New York: Routledge.