Mohon tunggu...
Gabriel EdbertLiandrew
Gabriel EdbertLiandrew Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Seminaris

Saya seorang pencari kebahagiaan di tengah bisingnya dunia. Suka menulis dan membagikan pengalaman-pengalaman menarik di keseharian.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Imam yang Sezaman: Berani Memilah Budaya

1 Maret 2023   17:45 Diperbarui: 1 Maret 2023   17:57 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Digitalisasi yang dihadapi kaum muda pun membuat budaya menjadi sulit untuk diturunkan. Kebiasaan menghadap alat-alat elektronik yang dengan intensi utama untuk bersekolah menjadi bercabang dan semacam cuci otak bagi anak muda.

Budaya modern dengan mudah menguasai anak muda. Fenomena-fenomena ini akan sangat mudah dijumpai melalui media sosial, seperti Instagram dan TikTok. Anak muda zaman sekarang terlihat cukup labil, lebih mengutamakan untuk mencari eksistensi dirinya melalui media sosial. Mereka dengan mudahnya engikuti arus zaman. Apa yang banyak dilakukan orang lain, maka mereka akan ikut serta meramaikannya. Mereka juga memiliki kecenderungan untuk ingin viral.

Mulai dari sinilah budaya Indonesia semakin lama semakin tergerus oleh zaman. Satu persatu nilai luhur yang dibawa oleh budaya Indonesia ditinggalkan begitu saja.  Semakin tergerus, semakin turun pula moral dan karakter bangsa Indonesia.

Ini yang perlu menjadi keprihatinan Gereja. Sebagai persekutuan umat Allah yang juga hidup dalam dunia ini, Gereja perlu turut andil dalam permasalahan hidup bersama. Bagaimana agar tetap bisa mempertahankan budaya Indonesia dengan segala kekayaan nilai luhurnya.

Ajakan Berdialog

            Romo Agustinus Tri Edy Warsono, Pr dalam buku Caritas Christi Urget Nos menyampaikan bahwa Gereja senantiasa hidup di tengah masyarakat yang diwarnai dengan kemiskinan, aneka macam agama dan budaya. Dalam situasi demikian, seorang imam harus mampu berdialog dengan semua pihak demi mewujudkan kebaikan bersama. Dialog yang bangun tidak hanya berhenti pada persoalan teologis semata, tetapi juga garus menyentuh pada dialog kehidupan.

            Perlu kita sadari memang Gereja hidup tidak lepas dari dunia dengan segala macam warnanya. Pertama, Permasalahan kemiskinan yang tidak selesai, ataupun fenomena kesenjangan sosial dengan maraknya kasus pamer harta. Kasus terbaru ialah anak-anak pejabat yang memamerkan harta orang tuanya melalui media sosial. Kasus yang lebih parah lagi tergambar dalam ungkapan, "Gaya elit, ekonomi sulit". Hal yang diprioritaskan adalah gaya atau penampilan di depan publik. Padahal, dari segi ekonomi, tidak lebih dari kata cukup, atau bisa jadi malah kurang.

            Kedua, aneka macam agama dan budaya. Dalam hidup bersama, kita tidak bisa lepas dari aneka agama dan kepercayaan dan juga budaya yang ada. Bahkan, di setiap paroki pun memiliki budayanya masing-masing yang tentunya berbeda satu dengan yang lain.

            Memang situasi yang dihadapi saat ini adalah lunturnya budaya lokal yang tersingkir akibat adanya budaya-budaya modern. Imam yang dibutuhkan adalah seorang yang tetap bisa mempertahankan segala kearifan lokal yang ada. Bukan hanya sebagai bentuk sikap pastoral bagi orang tua yang lumayan kental dengan budaya, tetapi juga untuk orang muda.

            Mempertahankan budaya juga bisa membuka dialog dengan agama lain. Jika dipikir secara logis, memang agama dengan segala isinya memisahkan kita. Akan tetapi, budayalah yang justru bisa menjadi jembatan untuk semua itu. Seorang imam yang bisa berdialog, srawung, dan hadir dalam masyarakat sangat dibutuhkan untuk menguatkan nilai-nilai budaya agar tetap berakar di Indonesia.

            Hal lain yang bisa dilakukan adalah melalui inkulturasi liturgi-liturgi yang ada. Misalkan saja di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, imam yang bertugas bisa mengadakan misa bahasa Jawa, ataupun ibadat-ibadat dengan bahasa daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun