Mohon tunggu...
Gabriel ChanfarryHadylaw
Gabriel ChanfarryHadylaw Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berpengalaman di bidang Konsultan dan Training Bisnis Strategi dan Marketing. Sekarang menjadi Founder of Inner Tunnel Communities

Hobby : Membaca dan menulis di Social Media. Sebelumnya menulis di koran cetak di Koran berskala Nasional

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kehidupan Selalu Ada Dua Sisi: Terang dan Gelap

15 Maret 2024   16:22 Diperbarui: 15 Maret 2024   16:23 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Dalam menghadapi penyakitnya, seorang pasien dan keluarganya akan berada pada tahap psikologis dan spiritual yang perlu dipahami dengan baik. Dengan memahami tahapan yang dikenal dengan nama The Kubler Ross Change Curve, para pendamping diharapkan bisa menempatkan diri dengan tepat untuk membantu dengan efektif dan tepat guna.
Elisabeth Kubler Roos adalah seorang dokter Swiss Amerika. Dia adalah perintis palliative care yang mengadakan riset mengenai proses kematian. Dia menulis banyak buku tentang ini dan kesimpulannya bahwa kematian perlu dipersiapkan dengan bermartabat dan penuh kedamaian.
Menurut dia orang yang berhadapan dengan situasi seperti disebut diatas, akan melalui tahap tahap berikut.

Tahap 1: Penolakan.
Saat pasien diberitahu tentang penyakitnya, dia akan terguncang dan reaksi yang spontan muncul adalah penolakan dalam berbagai bentuk. Antara lain" itu bukan hasil diagnosa saya atau telah terjadi salah diagnosa."
Dalam tahap penolakan itu pasien bisa bersikap seolah olah tidak apa apa dan bersikap seolah olah sudah sembuh. "Saya baik baik saja kok, tidak ada  masalah."
Namun jika diagnosa sudah dikonfirmasi maka dia cenderung akan minta 2nd atau 3rd opinion untuk meyakinkan bahwa hasil pertama itu salah.  
Dalam tahap ini pasien memerlukan orang lain untuk bisa diajak berdialog dan mengungkapkan rasa cemasnya. Tapi dia akan selektif dalam memilih orang itu. Orang itu tidak harus anggota keluarganya tapi yang dapat dipercaya memberi rasa aman dan nyaman. Orang tersebut tidak boleh berprasangka buruk, mengadili tapi lebih baik banyak mendengarkan. Dialog yang sifatnya pribadi itu harus dihentikan jika pasien tidak kuat lagi menghadapi kenyataan dan kembali menolak.

Penolakan bisa partial yaitu menerima bahwa kematian mungkin akan terjadi tapi dirinya belum siap dan masih yakin akan sembuh. Sebagian kecil pasien bisa berlama lama dalam tahap ini bahkan ada yang sampai meninggal masih dalam tahap ini.

Tahap 2: Marah
Dari tahap menolak bahwa dia sakit, pasein akan masuk pada tahapan marah, gusar, benci dan bahkan mengamuk. Mengapa harus dia yang terkena musibah itu. Kenapa itu harus terjadi pada dirinya yang selama ini telah banyak berbuat kebaikan dan taat beribadat.
Dalam tahap ini, pasien akan melihat pada masa lalunya, seolah olah semua kebaikannya tidak ada manfaatnya. Kalau Tuhan  itu adil mestinya keadaannya tidak demikian. Semua orang disekelilingkan akan disalahkan karena dia tidak mampu menghadapi kenyataan karena kondisinya tidak kunjung membaik. Dia kecewa bahwa semua rencana indahnya tidak dapat dilaksanakan lagi karena penyakitnya itu.
Pada tahap ini, keluarga dan tenaga medis akan lebih sulit berdialog dengan pasien namun jangan sampai ikut terpancing dengan kemarahan tersebut. Pasien perlu perhatian, diberi waktu, didengarkan, dimengerti, bukan diadili dan tidak di lupakan. Jika dia menolak untuk dikunjungi, jangan dipaksa. Pasein bisa juga marah pada diri sendiri yang selama ini kurang memperhatikan kesehatannya.
Orang yang ketika sehat, mempunyai sifat keras, perfeksionis dan sukses secara finansial akan lebih parah kondisinya dalam tahapan ini. Karena biasanya dia bisa mengatur semua hal, tapi kali ini sama sekali tidak berdaya.

Tahap 3: Tawar menawar
Tahap ini lebih sulit dimengerti karena waktunya singkat, kecuali jika kita punya relasi dekat dengan pasien. Tidak seperti tahap penolakan dan marah, pasien mulai berpikir secara baru. Kalau pada tahap marah, dia marah pada Tuhan dan minta di bebaskan dari penyakitnya, maka pada tahap ini dia berubah pikiran. Bahwa mungkin Tuhan akan mendengarkannya jika dia memohon dengan cara lebih baik dan manis. Harapannya, dengan strategi tawar manwar ini, Tuhan akan memberinya kesehatan dengan imbalan bahwa dia kemudian akan hidup lebih baik dan janji janji untuk berbuat amal. Ada kesadaran bahwa selama ini dia hidup kurang  baik dan masih ada masalah pribadi yang belum diselesaikan dan harus dipenuhinya pada kesempatan hidup keduanya nanti. Pada tahap ini, jika mungkin, pasien didorong dengan hati hati untuk menyelesaikan masalah pribadinya selagi masih ada waktu.

#JK/15/03/2024
Catatan:
Jumat depan saya akan membagikan bagian kedua dari topik  ini ( Cermin 28) sebagai penutup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun