Selanjutnya, kita tahu bahwa atlet marathon pasti mempunyai kemampuan berlari yang lebih baik jika dibandingkan dengan orang biasa. Pasalnya, lari marathon merupakan salah satu olahraga yang cukup ekstrim dan berbahaya jika dilakukan oleh orang yang belum berpengalaman. Ketika berlari marathon, kita akan menempuh sekitar 30 ribu langkah. Di setiap langkah ini, kaki kita harus menahan beban 1,5 hingga 3 kali lebih berat dari bobot tubuh normal. Hal ini juga tentu akan mempengaruhi otot kita. Otot kita pada dasarnya tersusun atas serat-serat. Terdapat 3 tipe serat yang ada pada otot kita. Namun tidak semua orang memiliki ketiga-tiganya. Biasanya tiap orang akan memiliki satu tipe otot yang lebih dominan dibandingkan kedua tipe lainnya. Lantas apa saja tipe-tipe serat otot ini?
Tipe yang pertama yaitu serat slow twitch. Tipe ini memiliki serat yang berkontraksi relatif lebih lambat namun mampu bertahan lebih lama. Otot yang mempunyai serat slow twitch akan menggunakan oksigen untuk menghasilkan energi. Kebanyakan yang memiliki otot ini adalah pelari marathon atau orang yang terbiasa melakukan lari endurance.
Tipe kedua yaitu serat fast twitch. Otot yang memiliki serat tipe kedua ini berkontraksi lebih cepat dan menghasilkan energi secara anaerobic atau tanpa menggunakan oksigen. Karenanya otot dengan tipe serat fast twitch akan lebih cepat lelah dan daya tahannya kurang. Otot ini lebih cocok digunakan untuk gerakan yang membutuhkan usaha maksimal dalam durasi waktu yang singkat, misalnya lari sprint. Tipe yang terakhir yaitu gabungan antara tipe slow twitch dan fast twitch. Tipe ini tidak terlalu baik untuk lari jarak jauh, tidak terlalu baik pula untuk lari cepat, namun masih bisa melakukan dan cukup bagus untuk keduanya.
Tiap-tiap orang memiliki dominan tipe serat otot yang berbeda. Tentunya hal ini juga mempengaruhi kemampuan setiap orang untuk berlari marathon. Orang normal seperti kita bisa saja memiliki serat slow twitch yang lebih dominan dan berpotensi besar menjadi pelari marathon. Namun pastinya juga ada yang memiliki dominan tipe fast twitch, yang berarti tidak cocok untuk berlari marathon.
Selanjutnya, kemampuan seseorang berlari marathon pastinya dipengaruhi oleh energi yang dihasilkan. Tetapi energi yang dibentuk di setiap tubuh manusia memiliki jumlah yang berbeda. Bagaimana bisa? Pertama-tama, tubuh kita memerlukan oksigen sebagai 'sumber tenaga' untuk melakukan proses pembentukan energi. Kemudian, oksigen ini akan tersebar ke seluruh tubuh, termasuk ke mitokondria atau yang sering disebut sebagai organel penghasil energi.
Di mitokondria, oksigen akan digunakan untuk melakukan pembentukan energi atau ATP (Adenosin tri-fosfat). Sementara itu, di dalam mitokondria terdapat DNA. DNA yang dimiliki setiap orang tentu berbeda antara satu dengan yang lain. Maka energi yang dihasilkan pada tiap tubuh manusia juga berbeda. Inilah sebabnya mengapa tidak semua orang bisa kuat berlari marathon. Para atlet mungkin bisa kuat berlari berkilo-kilo meter, sebab mitokondria mereka menghasilkan energi dalam jumlah yang banyak. Namun, orang biasa seperti kita belum tentu kuat melakukannya, karena energi yang dihasilkan dalam tubuh kita tidak sebanyak para atlet tersebut.
Faktor terakhir yang menentukan mampu tidaknya seseorang untuk berlari marathon layaknya atlet adalah gen. Sebuah tim penelitian dari Exercise Physiology Laboratory of the Camilo Jos Cela University di Spanyol menyelidiki apakah DNA turut mempengaruhi baik buruknya otot kita untuk berlari. Jawabannya adalah ya!
Para ilmuwan mengambil kadar zat kimia kreatinin kinase dan mioglobin dengan mengambil sampel darah dari 71 atlet marathon saat sebelum dan setelah pertandingan. Kreatinin kinase adalah enzim yang ada pada sel-sel otot lurik, otot jantung, serta otak. Fungsi enzim ini ialah membantu diagnosis serangan jantung, menentukan kerusakan pada otot, mengembalikan jumlah ATP (energi) yang sudah digunakan selama kontraksi otot, serta mendeteksi adanya kelainan atau penyakit otot.
Sedangkan mioglobin merupakan protein yang ditemukan di dalam sel-sel otot. Fungsi mioglobin ialah untuk mengikat dan memberikan oksigen. Ketika sedang berlari, maka sel-sel otot akan memerlukan oksigen dalam jumlah besar untuk respirasi. Mengapa demikian? Karena energi yang dikeluarkan saat berlari tidaklah sedikit, sehingga sudah pasti kita memerlukan pasokan oksigen yang banyak. Oleh karena itu, sel-sel otot ini menggunakan mioglobin untuk mempercepat difusi oksigen.
Melalui sampel ini, para ilmuwan melihat bahwa adanya keunggulan genetik pada beberapa atlet. Gen yang unggul ini menyebabkan mereka mengalami kerusakan otot dan rasa sakit yang lebih sedikit dibandingkan dengan pelari yang tidak memiliki gen ini. Profesor Jamie Timmons, seorang kepala sistem biologi di Loughborough University, juga turut mengembangkan tes DNA ini. Beliau memberikan suatu pernyataan mengenai kemampuan seseorang untuk melakukan lari marathon.
"From our work, we know that 20 per cent of people do not respond at all to training and in fact can get worse. They push themselves as hard as everyone else, but their muscles do not extract the same amount of oxygen. About 15 per cent have the genes that mean they will respond highly to training. But of that number, only those with a good inherited baseline fitness and good resistance to injury will ever become elite marathon runners, so that is an even smaller percentage."