Perkembangan teknologi dan informasi pada zaman ini telah memaksa masyarakat dunia untuk membuka mata, melihat bahwa terdapat begitu banyak perbedaan di antara manusia dengan manusia lainnya. Dinamika kehidupan manusia tidak lagi terbatas secara faktor geografis, namun telah melibatkan proses integrasi dengan adanya pertukaran pandangan, pemikiran, serta aspek-aspek kebudayaan. Melihat dari sisi lain, manusia juga menjalin hubungan dengan orang lain melalui kesamaan yang ia miliki.
Suatu kelompok yang tergabung karena memiliki kesamaan cenderung akan mendapatkan pandangan dari orang lain dalam hal memudahkan identifikasi kelompok tersebut. Istilah yang biasa dipakai adalah stereotipe, yaitu penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan.
Memberikan stereotipe tidak selamanya hal yang buruk, karena hal tersebut merupakan sifat natural manusia untuk memudahkan proses identifikasi satu hal dengan hal yang lainnya. Tetapi, hal tersebut akan menjadi buruk ketika muncul pandangan negatif atau yang biasa disebut sebagai stigma. Stigma adalah berbagai pandangan orang yang menilai orang lain negatif, hal yang orang lain negatif, sampai pemikiran orang lain negatif. Stigma biasanya muncul karena minimnya interaksi dengan orang atau kelompok lain yang berbeda.
Membandingkan satu hal dengan hal yang lain merupakan sifat natural manusia, dapat dikatakan bahwa dengan membandingkan berarti kita menjadi manusia. Manusia tidak terlepas untuk selalu membandingkan identitas, etnis, linguistik, agama, keluarga, budaya, posisi ekonomi-sosial-politik, kekuasaan, dan otoritas.
Tanpa adanya pendekatan atau nilai yang cocok di dalam masyarakat zaman ini, tidak akan dapat terbentuk suatu integrasi dengan karakteristik masyarakat yang beragam. Dalam sebuah video berjudul “Multicultulralism’s Moral Impulse”, seorang filsuf bernama Will Kymlicka menjelaskan mengenai alasan moral ia mendukung misi multikulturalisme.
Will Kymlicka menjelaskan bahwa multikulturalisme memiliki peran dalam mendelegitimasi ideologi hierarki dan supremasi yang menciptakan diskriminasi dan ketidaksetaraan. Ia mengatakan bahwa selama 200 tahun ke belakang, kehidupan umat manusia telah terkonstruksi terhadap fokus yang memandang perbedaan rasial dan membentuk struktur masyarakat yang hirarkis. Hal itulah yang mendasari adanya kolonialisme dimana suatu kelompok memandang dirinya lebih superior dibandingkan dengan kelompok lainnya.
Multikulturalisme merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang mengenai keberagaman kehidupan di dunia yang setara. Dalam pandangan mulktikultur, setiap perbedaan di antara manusia dipandang sebagai sejajar dan tidak ada kebudayaan yang dianggap lebih tinggi atau rendah.
Pendekatan inilah yang selama ini digunakan di dalam kehidupan manusia yang beragam. Indonesia sebagai negara yang memiliki lebih dari 300 suku bangsa di Indonesia, atau tepatnya 1.340 suku bangsa menurut sensus BPS tahun 2010, sering kali disebut sebagai negara majemuk. Negara majemuk adalah negara yang terdiri dari berbagai suku, bangsa, bahasa, agama, dan perbedaan lainnya yang cenderung berpatok kepada satu nilai dari kelompok tertentu.
Dengan kata lain, terdapat suatu pandangan hirarkis di dalam negara majemuk. Multikulturalisme hadir untuk menerapkan nilai menghargai perbedaan-perbedaan antar kelompok. Memang pada kenyataannya, masih ada kelompok di dunia yang bertindak secara lebih superior, namun perjuangan keadilan dengan nilai multikulturalisme masih berlangsung sampai saat ini.
Dalam video “Multicultulralism’s Moral Impulse”, Will Kymlicka juga menyampaikan bahwa pada tahun 1960-an, telah banyak kebijakan-kebijakan di dunia yang bersifat diskriminatif. Manusia hidup di dalam struktur yang menguntungkan salah satu pihak yang dipandang atau memandang dirinya lebih superior.
Karena hal tersebut, mulai tahun 1960-an muncul gerakan-gerakan sosial anti-discrimination dan affirmative action. Multikulturalisme memberikan dampak yang besar terhadap munculnya perasaan dan tindakan manusia untuk lebih menghargai dengan memandang kesetaraan satu sama lain.
Sebagai sebuah pendekatan, multikulturalisme telah memberikan dampak yang luas. Dimulai dari memahami diksi multikulturalisme, berlanjut ke tahapan untuk memahami dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Diperlukan penerapan dalam pendidikan sedini mungkin untuk mewujudkan dinamika masyarakat yang lebih menghargai satu sama lain di masa depan, karena keterbukaan teknologi dan informasi akan semakin berkembang. Multikulturalisme akan mengembangkan sikap toleransi di dalam kehidupan manusia.
Sebagai sebuah pendekatan, multikulturalisme hadir untuk menjaga interaksi yang terbangun di dalam masyarakat. Salah satu cara untuk mengurangi stigma di dalam masyarakat adalah dengan meningkatkan intensitas interaksi, namun interaksi tidak akan terbangun jika tidak ada suatu nilai yang menaunginya. Jauh sebelum diksi multikulturalisme dipahami di Indonesia, sebenarnya telah ada suatu ideologi yang menggambarkan pendekatan ini, yaitu Pancasila.
Dalam membahas pancasila, banyak hal yang dapat dikaji dan diterapkan secara kontekstual dalam hal berwarga-negara yang lebih luas. Sedangkan, multikulturalisme sebagai pendekatan memiliki fokus peran dalam hal menghargai perbedaan dengan memandangnya setara. Dalam hal ini, dapat dipahami bahwa multikulturalisme memiliki arah yang sama dengan Pancasila dalam hal menjaga kesamaan hak bagi seluruh warga negara.
Diskursus mengenai multikulturalisme sebagai sebuah pendekatan memang merupakan hal yang masih terus diperbincangkan, ditambah lagi dengan berbagai kasus-kasus diskriminatif yang terjadi di dunia. Multikulturalisme memang adalah sebuah konsep, namun dalam memahaminya lebih lanjut, hal ini dapat menjadi suatu pendekatan yang dapat menaungi interaksi antar manusia.
Referensi
Kymlicka, W. (1995). Multicultural citizenship: A liberal theory of minority rights. Oxford: Clarendon Press.
Youtube. (2014, November 25). Will Kymlicka: Multiculturalism’s Moral Impulse. Retrieved from https://www.youtube.com/watch?v=2W689QD849Y&pbjreload=10
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H