Mohon tunggu...
Gabriel Lulus Puji Hantoro
Gabriel Lulus Puji Hantoro Mohon Tunggu... Lainnya - BPTP Pontianak

POPT Ahli Madya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dukungan Kelembagaan Petani dalam Mendukung Resiliensi Perkebunan

23 Oktober 2023   10:57 Diperbarui: 23 Oktober 2023   11:50 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Pendampingan Pengendalian OPT Kelapa Sawit/Koleksi pribadi

Istilah Resiliensi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dimaknai sebagai kemampuan untuk beradaptasi serta pulih dari situasi sulit. Dalam tulisan ini, situasi sulit yang dimaksud adalah situasi pandemi Covid yang menerpa seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia pada tahun 2020-2022. 

Selama tahun 2021-2022 walaupun dalam kondisi Covid, Sub Sektor Perkebunan tetap mampu tumbuh dan memberikan kontribusi sebesar 88,11% dari total nilai ekspor komoditas pertanian nasional pada tahun 2022 atau naik dibandingkan tahun 2021. 

Pada tahun 2021, subsektor perkebunan juga mampu tumbuh 3,52% dengan kontribusi sebesar 3,94% terhadap PDB nasional, lebih tinggi daripada subsektor pertanian lainnya.

Pengembangan kawasan perkebunan Indonesia selama kurun waktu tahun 2020 hingga 2022 meningkat cukup pesat. Luas areal perkebunan rakyat meningkat dari 6.044.058 ha pada tahun 2020 menjadi 6.379.937 ha pada tahun 2022. Demikian pula dengan luas perkebunan besar juga mengalami peningkatan. Secara keseluruhan, luas areal perkebunan nasional meningkat dari angka 14.586.597 ha pada tahun 2020 menjadi 15.380.891 ha pada tahun 2022. 

Angka rata-rata produktivitas  komoditas perkebunan juga meningkat dari 3.814 kg/ha pada tahun 2020 menjadi 3.903 kg/ha pada tahun 2022 (Data: Ditjenbun-Statistik Perkebunan Unggulan Nasional 2020-2022).

Untuk mempertahankan capaian kinerja tersebut, sejak tahun 2022, Direktur Jenderal Perkebunan mencanangkan strategi Era Baru Perkebunan Indonesia yaitu Perkebunan Bio Industri dengan beberapa program diantaranya Perkebunan Partisipatif dan pembangunan Ekosistem Perkebunan terintegrasi dari hulu hingga hilir melibatkan seluruh pihak terkait. Reorientasi program dan manajemen dilakukan untuk mendorong peningkatan produksi dan produktivitas komoditas perkebunan dilakukan melalui pengembangan komoditas berbasis kawasan, inovasi dalam peningkatan mutu, pengembangan dan hilirisasi produk perkebunan dan sebagainya.

Tantangan-tantangan dalam pengembangan komoditas berbasis kawasan diantaranya ketersediaan lahan baru, kesiapan benih bermutu, antisipasi terhadap perubahan iklim, proses hilirisasi produk, serta terjadinya gangguan organisme pengganggu tumbuhan (hama, penyakit dan gulma) akibat El Nino. Musim kering yang berkepanjangan akibat El Nino merupakan tantangan dalam pembangunan perkebunan. 

Kondisi tersebut berdampak secara langsung dan tidak langsung terhadap budidaya perkebunan diantaranya terganggunya metabolisme tanaman yang kemudian mempengaruhi produksi tanaman, ketahanan tanaman terhadap serangan hama penyakit.

Beberapa tantangan lain dalam pembangunan dan budidaya perkebunan khususnya peningkatan produksi dan produktivitas komoditas perkebunan, aspek mutu dan standarisasi pengolahan pasca panen, penguatan kelembagaan pekebun, peningkatan peran generasi muda dalam kegatan budidaya perkebuan, serta tantangan iklim investasi yang akan memperkuat usaha agribisnis perkebunan.

Pihak terkait dalam upaya menjaga resiliensi sub sektor perkebunan tentunya Pemerintah baik pusat maupun daerah, sektor swasta, dan  kelembagaan petani sebagai pelaku utama usaha sektor pertanian.

Dalam Permentan RI disebutkan bahwa kelembagaan petani terdiri atas kelompok tani, gabungan kelompok tani, asosiasi komoditas pertanian serta dewan komoditas pertanian nasional. Pada tulisan ini penulis membatasi ruang lingkup kelembagaan petani pada tingkatan kelompok tani dan gabungan kelompok tani. Kelembagaan petani memiliki arti penting karena posisi mereka sebagai pelaku usaha yang secara bersama-sama mengembangkan komoditas perkebunan.

Sebagaimana tertulis dalam pasal 48 Undang undang Nomor 22 tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan, tanggung jawab pengendalian terhadap organisme pengganggu tumbuhan serta penanganan terhadap dampak perubahan iklim ada pada setiap orang yang melakukan usaha budidaya pertanian.

Bentuk tanggung jawab tersebut dalam bentuk kewajiban untuk melaporkan adanya serangan organisme pengganggu tumbuhan kepada pejabat yang berwenang dan yang bersangkutan harus mengendalikannya.

Agar mampu berkontribusi dalam mendukung resiliensi perkebunan maka pelaku utama dan pelaku usaha tentu harus memiliki kemampuan baik manajerial, kewirausahaan dan teknis agar usaha tani yang dilaksanakan  dapat berdaya saing dan berkelanjutan. 

Secara simultan untuk dapat menjawab tantangan-tantangan yang ada, perlu dilakukan peningkatan kapasitas dan kemampuan melalui pendampingan oleh pihak-pihak terkait.

Langkah awal yang dapat dilakukan adalah melakukan identifikasi dan pemetaan kebutuhan kelembagaan petani. Tentu terdapat kebutuhan yang berbeda baik informasi budidaya, pasar maupun inovasi teknologi yang dibutuhkan. 

Langkah selanjutnya adalah dengan melakukan introduksi inovasi teknologi yang diperlukan, mengembangkan jejaring dan kemitraan kelembagaan petani serta melakukan evaluasi berkala untuk melihat sejauh mana upaya yang dilakukan dapat menjawab kebutuhan kelompok tani. 

Pembinaan dan pendampingan kelembagaan petani perlu dilakukan secara berkesinambungan agar proses transformasi pola pikir petani dalam menerapkan Good Agricultural Practices dapat berjalan baik sehingga mampu meningkatkan produktivitas, pendapatan maupun kesejahteraan petani.

Guna meningkatkan kompetensi dan merangkul generasi muda agar mau berperan serta aktif dalam kegiatan budidaya tanaman, Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak memberikan kontribusi dengan memfasilitasi kegiatan-kegiatan pengembangan kompetensi kelembagaan petani perkebunan.  

Beberapa kegiatan yang diikuti oleh kelompok tani atau gabungan kelompok tani diantaranya pengembangan kawasan desa perkebunan organik, melatih petani dalam memperbanyak agens pengendali hayati, melatih petani dalam melakukan pengendalian hama penyakit melalui bimbingan teknis, demonstrasi plot, serta membentuk dan melatih regu-regu proteksi kelompok tani perkebunan di wilayah kerja BPTP Pontianak khususnya di Provinsi Kalimantan Barat.

Gambar: Praktek Pengamatan OPT oleh Kelompok Tani/Koleksi pribadi
Gambar: Praktek Pengamatan OPT oleh Kelompok Tani/Koleksi pribadi

Sesuai dengan filosofi “pendampingan”, kegiatan-kegiatan tersebut dilaksankan untuk melakukan penguatan dan menggugah kesadaran kelompok tani dalam melakukan usaha budidaya tanaman yang baik, menumbuhkan inisiatif lokal, meningkatkan peran dan partisipasi dan serta keberlanjutan usaha. 

Kegiatan pelatihan ini dilaksanakan dengan pendekatan berjenjang, menyesuaikan dengan kebutuhan kelompok tani, dengan standarisasi materi serta paket diseminasi teknologi.  

Secara garis besar kegiatan dapat dikelompokkan dalam kegiatan teknis berupa panduan penerapan inovasi perkebunan, praktek lapang untuk memberikan pengalaman melihat inovasi pengamatan maupun pengelolaan hama penyakit tanaman, serta melakukan pemantauan dan evaluasi untuk memastikan keberhasilan kegiatan. 

Dengan kegiatan ini diharapkan kelompok tani terlatih akan memiliki kemandirian dan motivasi tinggi serta menjadi sumber informasi bagi kelompok-kelompok tani di sekitarnya. 

Kemandirian kelompok tani tersebut tentunya dapat menjadi garansi bagi Pemerintah untuk mempertahankan capaian kinerja sektor perkebunan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun