Wanita seringkali dikerdilkan saat mereka berusaha menjadi pilar keberhasilan. Ya, dunia patriarki masih ada, terutama di daerah-daerah tertentu. Puisi "Pelita Dalam Kegelapan" adalah puisi yang mengangkat perjuangan wanita, dari mereka yang sering dipandang sebelah mata hingga yang terus berjuang tanpa henti. Â Diciptakan untuk menghormati wanita-wanita di Alor, puisi ini mengajak kita untuk terus berkarya dan menjadi cahaya di tengah dunia. Â Puisi ini dibacakan pada saat GSJA BPD 2 FAST mengadakan pertemuan wanita di salah satu gereja di Alaang, Alor, yang diselenggarakan pada tanggal 19-21 Juli 2023. Puisi ini dipersembahkan untuk semua wanita di seluruh Indonesia, khususnya wanita-wanita di Alor, yang dengan kasih dan perjuangan mereka, terus menjadi cahaya di tengah kehidupan.
Ini adalah kita, Â
Wanita, Â
Kata mereka kita bukan siapa-siapa Â
Lemah dan tak berdaya? Â
Itu hanya kata mereka.
Peran kita sering dikerdilkan Â
Saat kita berusaha menjadi pilar keberhasilan, Â
Peran kita sering diremehkan Â
Saat kita bergerak mencipta perubahan.
Tak apa... Â
Ini adalah kita Â
Pejuang yang menjadi pelita Â
Bagi keluarga, masyarakat, dan gereja.
Aku tahu, Â
Wanita turut membentuk generasi ilahi, Â
Perempuan dan laki-laki, Â
Yang Allah anugerahi.
Meski tantangan datang tanpa henti, Â
Wanita tetap berdiri teguh, Â
Menjaga harapan dan mimpi, Â
Dalam doa, kasih, dan langkah penuh harapan.
Ingatlah! Â
Hembusan nafas adalah bukti Â
Bahwa kita harus berdiri Â
Karena itulah yang Tuhan kehendaki Â
Hingga tiba di garis akhir nanti.
Kristus telah mati, Â
Di kayu salib dengan mahkota penuh duri, Â
Untuk menjadikan wanita, wanita terpuji, Â
Ya, kita adalah wanita terpuji.
Saya mewakili seluruh wanita, Â
Mewakili anak-anak kita, Â
Terima kasih telah hidup dalam Dia Â
Dan mengharumkan nama-Nya.
Maka, mari terus berkarya, Â
Menjadi wanita yang bermakna. Â
Seperti garam yang memberi rasa, Â
Demikianlah kita dituntut di dunia.