Mohon tunggu...
Gabby Indrawati
Gabby Indrawati Mohon Tunggu... -

Calon CEO

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

"Underpass" Kentungan, Jalur Laju Menuju Kota Metropolis Jogjakarta

16 Januari 2019   10:32 Diperbarui: 16 Januari 2019   10:46 1731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kota ibarat manusia yang terus tumbuh. Ia menampung jiwa-jiwa yang menghidupkan. Masa yang terus berjalan, perrubahan demi perubahan terjadi. Rasa-rasanya baru kemarin sore saya berkunjung dan menyaksikan Jogja City Mall berdiri (JCM).

Dibangun sejak tahun 2013, JCM mulai beroperasi hampir lima tahun lalu. Menyusul kemudian "Adik-adik"nya yang lebih muda, Lippo Plaza dan J Walk. Jika kurang puas menikmati suguhan hiburan dan berbisnis, Sleman City Hall baru saja dibuka pada akhir tahun 2018.

Jika sudah begini, rasanya belum juga sempat berkunjung ke mall baru, lalu tiba-tiba tumbuh lagi. Mall hanya satu dari sekian bangunan raksasa yang dibangun di kota Gudeg Yogyakarta.

Sederet apartmen, ruko, toko-toko juga hotel begitu massive menyerbu Jogja lima enam tahun belakangan. Seiring dengan makin padatnya jalanan Jogja tiap akhir pekan, dan jangan Tanya saat libur nasional menjelang. Bus-bus besar raksasa datang silih berganti mengangkut dan memuntahkan wisatawan.

Ah, tapi terlalu naif kalau hanya mengamati akhir pekan. Bukan kah jalanan Jogja hari ini terasa kian sesak? Sepeda motor dan mobil baik pribadi atau yang bisa dipesan online beradu dengan becak dan andong. Belum lagi Trans Jogja-satu-satunya moda pengangkut keluaran pemerintah- turut beradu berebut laju.

Bagaimana tidak sesak, jika diawal tahun lalu jumlah kendaraan bermotor di Yogyakarta menyentuh angka 1.600.000 unit, begitu penuturan Sigit Sapto Raharjo sang Kepala Dinas Perhubungan DIY via Tribun Jogja. Sementara itu menurut Badan Pusat Statistik panjang jalan kabupaten/kota di DIY Provinsi adalah 619 kilometer.

Itu artinya setiap 1 km jalan menampung 700 an kendaraan, padahal menurut data dari Kementrian Pekerjaan Umum, idealnya 1 km di Pulau Jawa menampung 600 saja kendaraan.

Kejengahan atas lalu lintas nyatanya bukan Cuma milik wong cilik, para kawula sebab sejak tahun 2016 Dinas Perhubungan dan Kementrian Pekerjaan Umum telah menggodok sebuah proyek pemecah kemacetan bernama Underpass atau jalan bawah tanah yang membujur dari barat ke timur.

Simpang Kentungan yang menghubungkan Jalan Kaliurang atas dan bawah, sekaligus persimpangan ring road jadi sasaran pertama. Nantinya proyek underpass Kentungan akan dilanjutkan dengan pembangunan underpass di simpang Gejayan yang punya kepadatan serupa. Jalan bawah tanah ini direncanakan sepanjang 1,060 meter dengan tinggi 6 meter dan lebar jalan 15,50 meter.

Putu Alit Suthanaya dan Ni Nyoman Rosita dalam tulisannya ) Kajian Efektivitas Pengelolaan Simpang Dengan Underpass ( Studi Kasus Simpang Tugu Ngurah Rai di Provinsi Bali), 2017 mengatakan apabila bundaran bersinyal sudah tidak mampu mengatasi permasalahan lalu lintas simpang maka alternatif selanjutnya yang akan diambil adalah pengendalian simpang tak sebidang dengan underpass.

Ini sejalan dengan pernyataan Kasi Manajemen Lalu Lintas Dinas Perhubungan DIY, Bagas Senoaji. Pernyataannya dikutip oleh iNews bahwa pembangunan underpass di simpang Kentungan sangat diperlukan karena tingkat kepadatangannya sangat tinggi, terutama pada jam sibuk pagi dan sore. Padahal saat ini countdown dari Alat Pemberi Isyarat Lalu lintas (APILL) sudah dipasang hingga 120 detik alias 2 menit.

Sampai saat ini underpass di Jogjakarta telah dibangun di kawasan Jombor. Selama ini pengaturan lalu lintas Jogjakarta telah didukung infrastruktur jalan berupa ring road atau jalan lingkar yang mengitari provinsi DI, fly over atau jembatan layang di Lempuyangan dan Janti. Meski masih jauh ramai dibandingkan kota-kota besar lain seperti Jakarta atau Surabaya, bukan tidak mungkin dalam sepuluh tahun ke depan Yogyakarta akan berwajah sama.

Jalan dan jembatan yang dibangun bertumpuk, mengakali keterbatasan lahan ditengah desakan arus barang dan manusia. Dengan derap pembangunan macam ini, bukan tidak mungkin gelar Yogyakarta sebagai kota metropolitan akan segera terpasang, berdampingan dengan julukan Kota Pelajar serta Budaya.

Menyoal bentuk kota metropolitan, sebutan ini menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang mengacu pada konsep kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan dan dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk sekurang-kurangnya 1.000.000 jiwa.

Ditilik dari jumlah penduduk, provinsi ini sudah dihuni lebih dari 1 juta jiwa, 3. 720.912 jiwa tepatnya menurut BPS. Sehingga wajar rasanya jika segala infrastuktur yang lebih massive dan modern mulai digarap, bandara NYIA sebagai contoh. Perubahan suatu Provinsi/Kabupaten/kota menjadi daerah metropolitan kemudian berpengaruh pada naiknya APBD dan anggota legislatif menjadi 50 orang. Namun begitu, ada beberapa syarat yang mesti dipenuhi yaitu syarat administrasi, fisik dan teknis.

Perubahan dan modernitas tak bisa lagi dibendung. Seperti premis saya diawal bahwa kota selaksa manusia yang terus tumbuh dan berkembang. Masalahnya bagaimana membawa perubahan itu kearah yang lebih baik bagi kemaslahatan masyarakat. Jangan sampai Mall lebih banyak dari buku di perpustaan, hotel dibangun namun mitigasi bencana terabaikan, kawasan terbuka hijau justru jadi lahan parkir.

Sosok yang tahu bagaimana kota ini mesti diarahkan dan dibangun sesuai dengan karakteristik wilayah dan masyarakat. Begitu juga yang diamini Bambang Soepijanto kala maju sebagai calon anggota DPD perwakilan DIY. Ia tak mau pembangunan semata-mata menguntungkan secara ekonomi bagi pihak tertentu namun tak berarti untuk wong cilik.

Jalan "sunyi" non partai sebagai calon anggota DPD dipilihnya, semata-mata agar kepentingan golongan tak menghalanginya berkarya nanti. Pada pemilu legislative April ini ia bisa dipilih dengan nomor urut 24. Sosoknya juga bisa dikenali lewat berbagai platform sosial media; web, instagram @bambangsoepijanto_dpd24, FB dan twitter.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun