Mohon tunggu...
Irfani Zukhrufillah
Irfani Zukhrufillah Mohon Tunggu... Dosen - dosen

seorang ibu dua anak yang sedang belajar mendidik siswa tak berseragam

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sebaiknya Anda Banyak Menulis

30 Oktober 2018   13:55 Diperbarui: 30 Oktober 2018   14:16 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Mengapa menulis?

Sebab tulisan masih akan tetap terjaga bahkan setelah kita tiada. 

Minimal tulisan nama di batu nisan kita. 

***

Semua rasanya sepakat bahwa menulis itu tidak begitu saja menjadi mudah. 

Banyak cerita bahwa rata-rata penulis besar saat ini berawal dari menulis hal sepele, misal buku diary. 

Dari diary lalu mereka semakin mahir menulis. 

Menulis itu sebuah proses. Proses dari mencoba, mendapat kesenangan darinya, melatih diri, membiasakan hingga kecanduan untuk menulis. 

Semakin banyak yang kita tulis akan semakin tertantang dalam mencari ide-ide baru untuk menambah tulisan. 

Sehingga akan secara tidak langsung memaksa kita untuk semakin banyak membaca. 

Beberapa hari yang lalu, saat saya mengajar, saya membuat contoh dengan mengambil berita yang sedang hangat dibicarakan saat itu. 

Saya bertanya kepada para mahasiswa, 'Apa yang saat ini sedang dibahas?' Bukannya menjawab mereka sibuk menoleh kepada teman-temannya. 

Saya pun bertanya lagi, 'Apa yang terakhir kali kalian baca?' Mereka diam serentak. Dan nyatanya memang mereka belum membaca apapun dalam beberapa hari terakhir. 

Saya pun berseloroh, setidaknya kalian masih suka membaca status update teman medsos kalian lah. Dan mereka serentak terbahak. 

Sedih sebenarnya melihat anak milenial zaman now. 

Dulu, saat saya seumur mereka, saya rajin membaca novel. Bahkan tiap bulan mengusahakan untuk membeli 1 novel dengan harga wajar, dan beberapa novel dengan harga di luar wajar (banting harga). Setidaknya dalam 1 bulan saya punya 2 novel. 

Biasanya saya suka novel terjemahan. Karena banyak budaya baru dari negeri asal penulisnya yang bisa saya pelajari. 

Nyatanya, meski novel, saya banyak mendapat pelajaran dari novel tersebut. Bukan hanya tentang fiksi penokohannya, tetapi juga setting, kebiasaan, tata bahasa dan budaya selain yang saya tahu selama ini.

Dan hingga hari ini saat saya menjadi seorang dosen, saya banyak berbagi dengan mahasiswa dari segala apa yang pernah saya baca. 

Termasuk saat saya menulis banyak artikel. 

Menulis jelas menambah eksistensi. 

Sebab kita hanya akan dikenang melalui tulisan.

Kalau ditanya, 'Nulis apa?'

Tulis saja bon nota belanjaan bulanan terlahirmu. Lalu bubuhi dengan cerita tentang perjalananmu berbelanja. 

Semoga 'bon belanja' menjadi ide untuk yang ingin menulis. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun