Mohon tunggu...
Ge
Ge Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger/Penulis

Blogger dan penulis yang suka membaca dan menonton. Suka menulis cerita fiksi, puisi-prosa (sirosa), opini, resensi dan banyak lagi. Tertarik pada intrik-intrik politik dan berbagai macam gosip yang bisa memperkaya cerita. Anti hoaks dan anti intimidasi. Menyalurkan hobi gambar dan ilustrasi di Instagram.com/gambarable. Ngetuit di X.com/gesiahaya. Ngeblog di gratcianulis.blogspot.com dan berbagi tips menulis fiksi di kampungfiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pion

5 Desember 2024   19:13 Diperbarui: 11 Desember 2024   18:49 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pion


 

Aku menatap apartemen kecil yang kini menjadi duniaku. Di meja, berserakan surat-surat kaleng yang menghancurkan hidupku.

"Permainan selesai. Kami mendapatkan yang kami inginkan. Skakmat."

Lima tahun lalu, aku adalah pria biasa, terjebak penolakan kerja. Dalam keputusasaan, aku mengarang cerita hidup palsu di surat lamaran. Dengan percaya diri palsu, aku menciptakan versi diriku yang sempurna: ahli strategi bisnis dengan pengalaman internasional. Dan ajaibnya, perusahaan besar mempercayainya.

Dalam waktu singkat, aku naik pangkat hingga kursi eksekutif. Dunia memujaku jenius, tapi di balik kemewahan, rasa takut selalu menghantuiku. Hingga ulang tahunku yang ke-35, surat kaleng pertama datang.

"Kami tahu kebohonganmu. Ikuti instruksi kami, atau kami akan membeberkan semuanya."

Awalnya, aku mengabaikannya. Tapi detail kebohonganku dalam surat-surat itu membuatku patuh. Instruksi kecil dan sepele dari surat-surat itu perlahan menghancurkan proyek besar, menggoyang kepercayaan klien, dan menenggelamkan saham perusahaan. Puncaknya, pesaing meluncurkan produk identik dengan rahasia kami.

Audit mengungkap kebohonganku. Dalam hitungan bulan, aku kehilangan segalanya. Dua minggu setelah dipecat, surat terakhir tiba: "Selamat menikmati kehancuran karirmu."

Di apartemen ini, aku mencoba menyusun semua surat, mencari pola. Satu nama mencuat: Robi Sutomo. Rekan kerja yang pernah mendukungku, lalu menghilang setahun sebelum aku dipromosikan. Saat aku melacaknya ke sebuah rumah di pinggiran kota, dia menyambutku dengan tenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun