Mohon tunggu...
Ge
Ge Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis/Sirosais

Suka menulis sirosa (puisi-prosa), cerpen yang liris, dan ilustrasi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sirosa: Kepada Udara Kutitipkan (Setiap) Kenangan

12 Oktober 2024   07:25 Diperbarui: 13 Oktober 2024   10:13 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada yang terselip di antara pagi yang tenang, bau tanah basah, seperti hujan pertama di jalan-jalan aspal depan mal yang masih tutup, saat metropolitan ini terasa jauh lebih sejuk untuk kuhirup dalam-dalam,dan ada juga bau yang aku tahu---
tempat kita pernah tertawa tanpa alasan,
hanya suara angin, bau rumput, dan sinar matahari membuat semuanya seolah cukup.

Setiap tempat punya aromanya sendiri:
lorong sekolah kita yang begitu panjang dan penuh debu-debu percakapan, gosip, kegelisahan, tentu saja juga cinta monyet yang diukir pada ubin coklat, tiang-tiang penyangga dan eternit di atas kita. Bahagianya saat itu!

Sebahagia aroma kertas baru, ya kau tahu wanginya yang khas itu kan, wangi lignin dari pepohonan yang mengorbankan dirinya mengabadikan tulisan.

Seabadi kenangan aroma dapur oma, dengan bau tembakaunya dan kayu manis, juga selai nanasnya, acar kuning yang terasa mewah di lidah dan tak ingin selesai-selesai kusantap, jangan lupakan juga wangi santan, opor ayam yang bergolak-golak di panci tua tahan banting,

semua itu seperti pelukan yang terasa sampai hari ini.

Aku bisa mencium aroma kopi di sudut kota,
di kafe kecil tempat pasangan kekasih, dulu, sengaja bersembunyi dari dunia,
menyaksikan orang berlalu,
sementara hari-hari melarut di cangkir-cangkir kita, juga bau roti bakar yang selalu terlalu gosong, tapi tak pernah kita keluhkan.

Kenangan itu hidup di udara,
di setiap aroma yang tersimpan di sela napas.

Ada wangi musim kemarau panjang yang tak bisa kulupa---
bau bensin di pompa tua dekat stasiun bis kota yang kini terlupakan itu,

Bau bunga liar yang tumbuh di antara aspal retak, bercampur dengan harapan yang kubawa diam-diam.

Kadang, di tengah malam di musim hujan yang basah, rapuh dan dingin,
bau api unggun, dan jagung bakar dari perkemahan sabtu minggu masa pramuka dulu melintas begitu nyata hingga ingin kupeluk mereka satu persatu, apa kabarmu? kusapa mereka dalam ingatanku,

Aroma itu mengendap dan mengisi ruang kosong di dadaku---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun