Percakapan Tentang Rindu I
Kev pada Senja
Ya, sayang, rindu memang punya suara yang dipintalnya di pintu-pintu masuk keabadian. Dia bergeming ketika semua berhamburan, karena dia teguh pada janjinya untuk diam saja di tempat,
bersikukuh menikmati kesakralan jarak, inang yang membiarkannya tumbuh,
Demikian, pada setiap selipan waktu
dia datang, menyapa,
membawakan roh-roh hari yang berguguran, (serupa bayi-bayi lahir prematur lalu memutuskan kembali ke surga, sebab dunia tak ramah pada mereka), karena janji-janji temu yang berulang gagal kita tepati.
Untuk kita yang malam ini terbaring sendiri, ini adalah karma yang telah berbulan-bulan kita rajut sendiri-sendiri,
sehingga akhirnya ia menyerupa, mewujudkan simfoni tanpa nada terakhir,
menggantung seperti airmata yang terperangkap di bulumatamu. Â
Itulah wajah jarak yang dengan absurdnya kita sebut cinta, padahal mungkin kita sedang kehilangan---kehilangan sebuah garis yang digambar oleh bayangan tubuh kita sendiri Â
Percakapan Tentang Rindu II
Senja pada Kev
Bayangan itu,
tempat kita pernah berdiri bersama, Â
sekarang kosong, hanya dipenuhi gema-gema yang bersahutan,
omong kosong.
aku memasang telingaku baik-baik, mencoba menangkap pesan-pesan semesta di sana, berharap mereka memintaku kembali,
tetapi gema itu,
seperti sekawanan kupu-kupu biru yang mati suri di dalam gelas-gelas kristal ibuku, dulu sekali --entah darimana mereka datang, lalu memutuskan untuk mengurung diri mereka di sana,
hanya sekumpulan sunyi...
omong kosong...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H