Mohon tunggu...
Fadya Rahma Siregar
Fadya Rahma Siregar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UINSU

Menyukai berbau tulisan

Selanjutnya

Tutup

Diary

Kenapa Harus Aku?

20 November 2024   20:37 Diperbarui: 20 November 2024   21:03 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Aku bohong kalau tidak lelah. Aku bohong kalau aku bahagia. Aku bohong kalau aku tidak iri pada orang lain. Bukan hanya manusia saja yang menjadi kembaranku, tapi melainkan paku. Secara fisik aku terlihat baik-baik saja. Mereka mengira aku diprioritaskan. 

Padahal kebenerannya aku yang diacuhkan. Iming-iming sering dimarahin tanda sayang. Kata sayang apa yang kau maksud? Sayang, takut melakukan kesalahan lain nya? Aku manusia. 

Aku masih kecil. Aku butuh arah. AKU BUTUH SANDARAN. Aku lelah menjadi sandaran orang lain. Tapi, kapan aku mempunyai sandaran itu? Beberapa topeng milikku sudah banyak hancur. 

Orang yang tersibuk itu aku. Sibuk memilih topeng mana lagi yang harus aku pakai hari ini? besok? lusa? dan kemudian hari nya? Seiring waktu aku sering diperlakukan seperti itu, hingga pada saatnya aku benar-benar tidak dapat menangis lagi. Penyakit asma pun kalah saing dengan rasa sakit yang sudah lama menginap dilubuk hati ku. 

Setiap harinya aku lelah bukan karena kegiatan, bukan juga karena ocehan orang lain. Tapi, mereka. Semua bakat, minat dan yang aku sukai, mereka semua yang mengatur. Sampai kini, aku masih belum paham. 

Aku ini sebenarnya apa? Manusia atau boneka? Sedari kecil, aku sudah dilatih untuk tidak seperti ini, itu dan yang lain. Bahkan hingga dewasa, tak ada kata privasi diantara aku dan mereka. 

Hak yang seharusnya menjadi milikku juga dirampas paksa oleh mereka. Jikalau dari dulu aku dianggap anak kecil, mengapa tidak ada kasih sayang tulus yang aku rasakan? Aku sudah beranjak umur kepala dua lebih. Privasi ku masih saja diusik saat ini. Bukannya aku menolak! Hanya saja, aku ingin mempertahankan yang seharusnya menjadi HAK ku.

 Setiap detik, menit, jam atau hari nya aku seringkali merasakan ingin menyudahi semuanya. Logika ku sudah terlalu lelah bertempur pada realita. Namun, hati ku masih teguh mempertahankan semuanya, hanya demi diriku sendiri. Tanpa sadar, aku melontarkan satu kalimat yang begitu berarti untukku "aku hanya ada satu didunia ini". 

Kalimat ini juga pernah ku lihat pada drama china yang berjudul fangs of fortune yang dimana menceritakan sebuah perjuangan untuk diri sendiri dan orang terdekat. Dari drama tersebut, dapat ku ambil hal yang positif yaitu, menyerah bukanlah ide yang cemerlang. Setidaknya bertahan hanya untuk dirimu, bukan orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun