Mohon tunggu...
Ncis Nung
Ncis Nung Mohon Tunggu... profesional -

Proses adalah bagian terbesar dalam hidup, jalani dan meleburlah didalamnya, sampai menemukan benang merah di setiap akhirnya...untuk memulai proses selanjutnya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Rumah Mungil Kita dan Mati Suriku

13 Agustus 2012   21:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:49 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sayangku,

Tak perlu kau bersusah-susah membeli pasak beton untuk menancapkan pondasi istana kita

Karena cukup dengan genggaman dua pasang tangan kita yang saling bertaut beserta bisikan teduhmu yg membuat kokoh istana ini dan melindunginya dari terpaan kencangnya angin dari segala penjuru

Tak perlu harus menunggu musim panen untuk kita berani mengucapkan ikrar di hadapan Sang Pencipta

Karena cukup dengan kesetiaan dan kasih kita mampu membuktikan bahwa berkahNya bagi kita memang sungguh pantas turun atas kita berdua

Tak perlu kau bawakan permadani indah untuk melapisi tempat kita berbaring berdua nanti malam

Karena cukup dengan kesungguhan dan tekad baja-mu untuk selalu memberiku keamanan yang penuh ditiap waktu senja-lah yang akan membuat tidurku selalu tenggelam dalam senyum kedamaian

Tak perlu kau membeli keranjang berjuntai permata untuk meletakkan bayi kita ini

Karena ia sungguh akan lelap dalam senyumnya ketika kau beri pelukan hangatmu di setiap waktu tidurnya tiba

Sayangku,

Sungguh hari-hari selalu kau habiskan hanya untuk berpikir yang tak penah aku dan anak kita benar-benar butuhkan

Mengapa sejuta yang kau kejar sedang cukup satu rupiah yang sudah cukup bisa membuat kami tersenyum bangga olehmu, karena disamping satu rupiah ada kehadiranmu yang mengusir kesepian kami

Mengapa kau kejar seekor kijang untuk santapan malam kita, sedangkan cukup dengan seekor ayam di belakang rumah saja sudah dapat menciptakan kemeriahan pesta kecil di istana kita ini

Mengapa api unggun yang demikian megahnya yang sibuk kau siapkan untuk menerangi istana mungil ini, sedangkan dengan satu lilin saja ditambah kehadiranmu ditengah-tengah kami sudah melebihi terang apapun cahaya di bumi ini

Sayangku,

Cepatlah bergegas menghampiri kami

Kami hanya butuh nafasmu yang menghembuskan semangat bagi hidup ini

Taruhlah sampanmu sejenak, istirahatkan badanmu karena kami butuh kehadiran sosokmu di tengah-tengah istana mungil ini

Ambillah kecapi tua di lemari depan itu, petiklah ia sepanjang hari ini karena sungguh kami merindukan alunan merdunya yang kau hasilkan dari jari jemarimu yang lari kian kemari melintasi tiap nada yang dimilikinya

Lepaskan topeng yang kau pakai itu, karena aku sungguh merindukan wajahmu yang dulu pernah memberiku siraman cinta yang tak pernah lekang oleh waktu

Bangunkan aku dari penantian panjangku, buatlah aku terjaga dari seribu malamku yang kosong tanpa mimpi, dan sambutlah aku kembali dari alam yang semalam tak kukenal itu

Sayangku,

Sejatinya hanya ada aku, kamu, dan istana mungil kita

Di setiap nafasku

Sepanjang hidupku

Tanpa-nya

Ternyata aku mati suri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun