Mohon tunggu...
Fransiskus Xaverius Ragil
Fransiskus Xaverius Ragil Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Hanya seorang Pengembara

Mencoba mencari, menemukan, mengerti, dan berdamai dengan diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kota Tua

5 April 2022   10:10 Diperbarui: 5 April 2022   11:04 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kereta telah sampai pada Statiun Kemayoran." aku beranjak berdiri dari tempat dudukku dan keluar dari kereta. Sambil berjalan aku mengecek HP, sudah pk 11.00 siang lalu aku memesan mobil online. Saat samoai di luar statiun sambil menunggu di hari yang sangat terik seperti biasa di tempat ini, aku kembali membuka HP dan melihat ada pesan dari ayah.
Ayah : Sudah sampai Jakarta belum?
Aku : Sudah, baru sampai.
Ayah : Kamu sudah tahukan harus kemana?
Aku : Iya, sudah.
Ayah : Baiklah kalau bwgitu, hati-hati di dalam perjalananmu.
"Dengan Kak Adi ya?" seorang supir online bertanya kepadaku

"Oh iya pak, benar saya dengan Adi." Adi langsung menaruh Hpnya ke dalam saku dan
masuk ke dalam mobil.
"Tujuan ke Kota Tua ya?" bapak tua itu bertanya.
"Ya pak." Adi menjawab singkat mobilpun berjalan.
"( Ya namaku Adi, seorang mahasiswa umur 20 tahun. Aku ke Jakarta sebenarnya untuk menyusul kedua orangtuaku yang hendak pergi ke tempat kakek untuk berlibur, tetapi situasi berkata lain saat kedua orangtuaku mendapat urusan mendadak. Saat mereka memberi tahu kepada kakek, kakek menyuruh mereka untuk mengajakku ke Jakarta karena aku sudah lama tidak ke tempat kakek. Pertama-tama aku menolaknya karena merasa malas untuk pergi, tetapi semakin hari liburan di rumah terasa seperti waktu mengulang terus-menerus akhirnya aku memutuskan untuk pergi. Lagipula saat kecil dulu aku dekat dengan kakek dan kakek mengajariku banyak hal, semenjak remaja aku mengikuti orangtuaku yang bekerja berpindah-pindah tempat sehingga aku sering berpindah sekolah. Sampai pada aku SMA aku memilih sekolah asrama sampai sekarang, dan aku belum pernah ke rumah kakek dari SMA sampai sekarang sehingga
aku berpikir aku menemukan sesuatu yang menarik jika ke tempat kakek. Tetapi kakekku malah menyuruhku ke Kota Tua terlebih dahulu sampai menemukan hal yang dicarinya baru aku boleh ke tempat kakek, Hah sangat jauh dari ekspetasiku."

"Kak, sudah sampai di tujuan." suara supir membuatku tersadar kembali ke dunia, sangat disayangkan ketika menikmati sejuknya udara yang keluar dari AC waktu terasa cepat.
"Oh iya pak, terima kasih banyak." lalu Adi beranjak turun dan saat turun dari mobil, ia melihat sebuah foto yang terasa familiar baginya.
Setelah turun sepenuhnya Adi sedikit mengoceh " Hah, kenapa aku harus ke Kota Tua ini dahulu." Adi membuka ponselnya untuk melihat satu petunjuk yang diberikan kakeknya dari ayah, ia juga melihat kalimat penyemangat dari ayah dan ibunya kepada Adi untuk menemukan hal yang dicari kakeknya. Setelah itu Adi pergi ke Cafe Batavia sesuai dengan petunjuk yang diberikan.

Setelah sampai di Cafe Batavia, tempat ramai dengan orang-orang dan suasana penuh dengan suara seperti burung yang bersiul pada pagi hari. "Hah, tempat ini ramai, sama seperti dulu." lalu Adi pergi ke tempat pemesanan dan bertemu seorang perempuan cantik yang umurnya terasa sama seperti umur Adi.
Lalu Adi berkata "Permisi, saya dengan Adi ingin ke ruangan kakek Hadi. Perempuan itu menjawab dengan muka yang lebih rileks "O..., kamu dengan Adi
cucunya kakek Hadi, bagaimana kabar kakek Hadi sekarang?'

Adi menjawab "Sepertinya sehat, karena saya juga baru ke tempat kakek setelah beberapa tahun belum ke sana."
"Baiklah senang mendengarnya, ruangan kakekmu ada di sebelah sana."
Adi menjawab "Oh ya terima kasih, semoga harimu menyenangkan." Perempuan itu menjawab
"Ya kamu juga." dengan muka yang lebih riang perempuan itu menjawab.
"Sudah lama sekali tidak ke tempat ini ya." dengan suara yang terasa nyaman dan aman saat di ruangan, Adi melihat sekeliling tempat dengan muka yang lebih bahagia walaupun saat pertama ia sedikit mengeluh. Ia mengingat masa-masa saat ia dulu bersama dengan kakeknya sering bermain ke tempat ini.

"Walaupun harus mencari suatu hal yang tidak jelas, karena kakek dan ayah merupakan seorang detektif. Dan memberikanku tugas ini, tetapi ini terasa menarik." ucap Adi. Ia kemudian berkeliling ruangan itu dan melihat suatu buku yang menarik perhatiannya di bagian tempat yang tidak bisa ia gapai saat kecil dulu.
"Mungkin petunjuk kedua yang diberikan kakek akan ketemu di buku ini." ia mengambil buku itu dan menaruhnya di meja, lalu membuka buku itu ia membaca buku
itu tentang kisah kakeknya bersama dengan seorang pemuda yang menarik yang pernah ia temui.

Setelah membaca beberapa halaman Adi mulai merasa mengantuk, mungkinkah ini perasaan mengantuk dari hasil perjalanan atau dari suatu hal yang lain?
Adi kemudian tertidur.

Panas terik dan cahaya dari mentari mengenai mata Adi seperti sebuah pedang yang terbuat dari cahaya, suara yang ada di luar lebih berisik dari biasanya dan
terdengar seperti suatu pelabuhan yang ramai. Adipun terbangun dan melihat-melihat di sekitar kenapa terasa seperti pagi hari, Adi mengecek ponselnya menunjukan hal yang sama sebelum ia tertidur, tetapi tidak ada sinyal di tempatnya tidak seperti biasanya.

Saat ia berkeliling di ruangan dan melihat hal yang ia lihat sebelumnya, lalu ia bertanya

"Sepertinya tidak ada kalender itu tadi, apakah ada yang memindahkan?" setelah bertanya-tanya di dalam pikirannya iapun memutuskan untuk ke bagian utama
dari cafe, dalam perjalanan ia semakin mendengar suara yang sangat ramai dan saat sampai di bagian utama ia terkejut. "Kenapa banyak orang yang tidak berpakaian seperti biasanya?" ia berpikir.

Sambil melihat situasi sekitar dan sepertinya sedang terjadi keributan, lalu tiba-tiba salah seorang yang berada di tengah yang dikerumuni banyak orang menuju ke tempatnya dan mengucapkan
"Saya telah memilih rekan kerja yang akan membantu saya menyelesaikan kasus ini." sambil mengangkat tanganku ia berkata. Pertama-tama aku tidak mengerti dengan bahasa yang mereka gunakan,tetapi lama bahasa itu terdengar familiar
"A... itu merupakan bahasa Belanda, kakek pernah mengajariku bahasa itu" di dalam pikiran Adi berkata. orang itu berkata "Mohon maaf karena tiba-tiba memilihmu menjadi rekan kerja, karena sebagian besar orang-orang di sini sangat meributkan hal ini dan tidak bisa terlaluku  percaya aku memilih orang muda yang tadi mukamu tampak tulus,bingung, dan terlebih lagi terkejut. Oh ya, namaku Harold."
Adi menjawab "Eh... kenapa tiba-tiba aku yang dipilih, dan kasus apa yang sedang terjadi?"
Harold menjawab "Nanti akan ku beri tahu, tetapi yang terpenting sekarang adalah menenangkan keributan ini."
Adi menjawab "Baiklah aku mengerti, sepertinya hal ini sangat penting."
"Baiklah tuan-tuan dan nyonya-nyonya, karena saya telah memilih rekan kerja dan tadi kalian mengucapkan bahwa kasus ini tidak bisa diselesaikan sendiri, jadi serahkanlah kasus ini kepada kami dan tetap tenang." Harold berkata di samping Adi keributan mulai lebih tenang dari pada sebelumnya, tetapi tiba-tiba salah satu orang yang memakai pakaian seperti penjaga dari seorang bangsawan bertanya
"Bagaimana kami dapat memercayaimu ketika kamu tiba-tiba memilih rekan kerja?"
Harold menjawab "Bukankah lebih baik memilih rekan yang murni tidak mengeri tentang situasi yang sedang terjadi, untuk kasus seperti ini?"
Penjaga itu tidak dapat berkomentar kembali.
"baiklah kalau begitu kami akan menyelesaikan kasus ini." Harold melanjutkan sambil berjalan, begitu juga dengan Adi yang mengikuti. Saat keluar dari caf Adi terpukau dengan pemandangan yang ada, Kota Tua Terlihat sangat berbeda dan jauh dari kata tua melainkan lebih mendekati kata baru. Banyak kapal dan perahu yang seperti ombak dan orang-orang terlihat seperti ikan-ikan di laut.
Harold berkata "Sepertinya ini pertama kalinya kamu ke sini?"
Adi menjawab "Ya, baru saja tiba saya rasa."
Harold meneruskan, sambil berjalan menuju suatu tempat.
"Oh ya, seperti yang kubilang tafi namaku Harold seorang detekif. Lalu kasus yang dibilang tadi merupakan kasus pembunuhan terhadap calon pemimpin tempat ini, dia  merupakan calon pemimpin yang baik dan adil di tempat ini. Jadi tenang saja karena kita hanya perlu menangkap pelaku itu di ruangan rahasianya."
Adi dengan muka tampak mengetahui hal itu menjawab "Hah...., berarti benar dugaanku. Namaku Adi tunggu Eh...., lalu kenapa kamu memilihku?" dengan ekspresi sedikit terkejut Adi menjawab. Harold menjawab dengan ekspresi tertawa "Hahaha...., Adi namanya yang unik untuk
orang yang unik. Aku memilihmu karena pertama sesuai alasanku di caf tadi dan kedua bekerja dengan orang unik mungkin akan membuat kasus cepat selesai dan lebih seru." Adi menjawab singkat "Baiklah alasan itu dapat diterima, mohon kerja samanya ku rasa."
Harold menjawab "Ya, mohon kerja samanya juga."

Tiba-tiba Harold berhenti pada sebuah patung Hermes dan memajukan sayap pada helm patung iu, yang ternyata dapat digerakan sampai terlihat terbuka seperti
sayap burung. Lalu ia menekan ujung tongkat yang dipegang patung itu, dan terdengar suara seperti pintu terbuka. Lalu Harold menyuruhku membantunya mendorong patung itu agar terlihat pintu rahasia yang ada di bawahnya, lalu kami memasukinya dan melihat lorong yang panjang yang mirip dengan lorong penjara. Kami berjalan sampai menemui suatu ruangan yang berisi cukup banyak kertas perencanaan, dan di samping itu membuat Adi terkejut karena berisi orang berlumuran darah di dalam sel penjara.

Harold berkata "Hah.... kasihan sekali orang itu, padahal bangsa ini dapat menjadi bangsa yang damai serta harmonis jika saja para penguasa tidak rakus dengan
kekuasaan." Adi berkata "Ya, saya sependapat dengan anda saya rasa tidak seharusnya mereka begitu, jika saja mereka dapat lebih mengerti dan saling belajar serta menguntungkan." Harold melanjutkan "Kau benar-benar orang yang unik, jika saja kau memiliki semangat yang lebih kau dapat menjadi lebih hebat."
Adi mengganguk dan merasa bahwa pernyataan Harold benar, saat Adi berbincang-bincang dengan Harold tiba-tiba terdengar suara langkah kaki. Mereka
melihat ada orang yang mengawasi mereka. Harold memberikan kode dan langsung  mengejarnya juga dengan Adi, tetapi pria yang mengawasi mereka juga langsung kabur.

Pria itu menuju suatu tangga yang ada di lorong itu, tetapi bukan pintu masuk yang pertama kali Harold dan Adi lewati. Harold yang ada di depan Adi dan hendak
menangkap pria itu, tetapi gagal lalu saat Adi mulai mendekati pria itu dari belakang Harold ia merasa pernah melihatnya, tetapi pria itu langsung keluar dari lorong itu. Adi menjawab karena merasakan getaran di atas "Harold, ada kereta yang lewat kita harus cepat sebelum ia naik kereta itu."

Harold menghitung waktu yang pas sambil menggunakan jam tua miliknya dan langsung memasuki kereta itu lewat gerbong paling belakang begitu juga Adi. Saat memasuki gerbong mereka langsung mencari pria itu, tetapi saat ketemu pria itu melakukan aksi yang tidak terduga ia melompat ke arah air laut. Harold dan Adipun mengikuti dari belakang sampai pria itu tertangkap pada tempat yang tidak ramai. Mereka membawa pria itu ke ruangan tersembunyi Harold yang ada di atas ruangannya, Adi tidak percaya karena itu merupakan ruangan pertama yang ia masuki di waktu ini.

Harold menginterogasi orang itu "Kenapa kamu membunuh calon pemimpin yang baik dan membuat banyak sekali perencanaan untuk membunuh penguasa yang lain."
Pria itu menjawab "Bukan aku, aku hanya mengikuti surat yang diberikan kepadaku bahwa kalian memenjarakan kaum kami."
Harold tidak mengerti bahasa yang dia gunakan, tetapi aku mengerti ia menggunakan bahasa apa yaitu bahasa Melayu. Adi menjelaskan segalanya dan Harold
dengan pria itu yang bernama Dimas saling mengerti. Lalu Harold hendak memberikan Adi sebuah jam yang dia lihat Harold tadi dan saat mereka berdiri dekat
jendela terdengar suara.
"Dor" ada suara tembakan yang mengenai Adi saat ia melindungi Dimas, Adi merasa sangat kesakitan dan kesadarannya menghilang. Ia sempat melihat orang jahat yang melakukan tembakan itu yaitu calon pemimpin satunya yang bersaing dengan calon pemimpin yang baik.
Kata terakhir Adi pada waktu itu adalah "Harold aku serahkan sisanya kepadamu."

Bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun