Mohon tunggu...
Fajr Muchtar
Fajr Muchtar Mohon Tunggu... Guru - Tukang Kebon

menulis itu artinya menyerap pengetahuan dan mengabarkannya https://www.youtube.com/c/LapakRumi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kematian Ivan Ilyich, Ali Bin Abi Thalib dan Menemukan Tuhan

8 November 2022   05:50 Diperbarui: 8 November 2022   05:57 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Imam Ali dan Kematian (Canva : Dokpri)

Ivan Ilyich merupakan seorang pria paruh baya yang hidup dengan sukses. Dia tidak memiliki kesulitan secara finansial. Keluarganya kaya raya dan ditemani sosok istri yang cantik, anak yang lucu dan karir melesat sebagai birokrat.  Gerbang kematian yang diantarkan sebuah kecelakaan membuatnya banyak merenungkan arti kehidupan yang dia jalani dan juga banyak pertanyaan . Untuk apa hidup ini jika diakhiri dengan kematian, dan setelah kematian ada apa. Apakah selesai sudah?

Kematian Ivan Ilyich adalah sebuah novel yang ditulis oleh Leo Tolstoy dan bisa jadi merupakan kenyataan dan perenungan dari penulisnya. 

Tolstoy yang hidup sangat berkecukupan dan boleh disebut "jauh dari Tuhan". Di akhir hayatnya pertanyaan-pertanyaan tentang hidup, kematian dan hidup setelah mati ini. Pertanyaan yang juga sering mampir dalam benak dan  kemudian dilupakan ditimpa oleh kenyataan hidup yang seringkali "lebih utama" dijawab dan direspon. Hasil perenungan Tolstoy dituangkan dalam berbagai novel dan cerita ceritanya.

Imam Ali dan Kematian (Canva : Dokpri)
Imam Ali dan Kematian (Canva : Dokpri)

Hasil dari perenungannya kemudian membawa pada tiga kesimpulan -saya mengutip ini dari Allahyarham Kiyai Jalaluddin Rakhmat- pertama, walaupun Tolstoy dikenal sebagai seorang atheis dia merumuskan bahwa hidup itu harus berorientas pada kepatuhan pada "Tuhan". Namun, -Kedua- jangan ikuti  perkataan para agamawan tentang Tuhan. Karena mereka akan selalu bertengkar tentang Kehendak Tuhan ini (dan mengklaim kerja Tuhan untuk syahwatnya). Ketiga, Mati yang baik adalah menjalani hidup dengan kebermaknaan positif. Berikan makna dan kebermanfaatan hidup ini untuk sebanyak mungkin orang.

Dalam hal ini banyak kesamaan dengan spirit Islam. Jalannya saja yang beda. Tolstoy sampai ke sini lewat perenungan, lewat tafakur. Sementara orang seperti saya tidak. Entah karena semua sudah ada di ajaran Islam atau kebutuhan hidup menimpa saya lebih cepat sehingga pertanyaan ini cukup dijawab lewat ayat, hadis atau perkataan Imam Agung, Ali bin Abi Thalib.

Tolstoy mungkin sudah bertemu "Tuhan" yang bukan dalam definisi kaum agamawan. Dia lalu membawa kisah seorang tukang sepatu yang memprotes kepada Tuhan karena anaknya mati lebih dulu. Dia kecewa sama Tuhan dan meninggalkan-Nya. Namun, pada masa tuanya ia terpanggil untuk kembali ke jalan lurus dan bercita-cita bertemu Tuhan. Begitulah, usia biasanya membimbing manusia pada kebijaksanaan. Tukang sepatu tua itu bertemu Tuhan dalam mimpi. Di mimpi itu ia diperintahkan Tuhan agar melongok keluar jendela jika ingin bertemu dengan-Nya. Ternyata esoknya yang ditemuinya adalah orang-orang malang yang hidup dalam kesusahan. Karena belas kasih, dengan tulus ia menolong mereka. Barulah ia sadar bahwa sesungguhnya Tuhan memerintahkannya agar berbuat baik kepada sesama jika ingin "bertemu Tuhan".

Dalam Cinta, selalu ada Tuhan. Kata Imam Ali, Kupinta Cinta-Mu kau hadapkan aku pada orang-orang susah.

(saya tulis ini karena sedang memikirkan bagaimana caranya supaya bisa menyediakan sumur bor di pesantren kami....)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun