Peristiwa karbala adalah peristiwa besar dan menggetarkan siapa saja yang mengetahuinya. Jauh hari Rasulullah sendiri sudah menubuatkan bahwa pembantaian karbala ini adalah sebuah api yang tak akan pernah padam. Rasulullah Saw bersabda "sungguh peristiwa pembantaian Huseinku, akan selalu jadi bara api di hati seorang mukmin yang tak akan pernah dingin dan padam selamanya (Mustadrak wasail j 10 hal 318). Tak terkecuali untuk seorang Jalaluddin Rumi.
Bagi Rumi, peristiwa karbala adalah pengajaran yang luar biasa dan merupakan paket lengkap pengajaran cinta dan kesucian. Dari medan laga yang tak seimbang itu Rumi menuliskan syair-syair pujian untuk para syuhada karbala. Bagi Rumi, kecintaan pada Al Husein khususnya adalah bukti kecintaan pada Sang Nabi. Kata Rumi, "Kecintaan kepada anting (Husain) sama dengan kecintaan kepada telinga (Nabi Muhammad saw)"
Dalam posisi pencapaian ruhaniah, Jalaluddin Rumi menggelari Imam Husein sebagagi Raja langit  dan ruh murni. Karena itulah dalam pandangan Rumi, peristiwa ini haruslan diingat dan dipelajari agar mukmin hakiki tak terlelap dalam jeratan kezaliman dan keduniawian. Rumi berkata, "Tidakkah engkau tahu bahwa hari Asyura adalah hari duka cita bagi satu jiwa yang lebih utama ketimbang seluruh abad? Bagaimana bisa tragedi ini dianggap ringan oleh seorang Mukmin hakiki? Kecintaan kepada anting (Husain) sama dengan kecintaan kepada telinga (Nabi Muhammad saw). Dalam pandangan Mukmin sejati, duka cita kepada ruh murni lebih agung ketimbang ratusan banjir pada (zaman) Nuh."
Untuk mereka yang melupakan dan berupaya menutup nutupi peristiwa agung ini, Jalaluddin Rumi menukas, "ke mana aja kamu selama ini? Mengapa kamu tak memakai baju derita? Tangisilah dirimu sendiri. Karena kalian telah mati dengan sejelek kematian karena melupakan peristiwa ini.
Menangislah untuk orang seperti Imam Husein dan Syuhada Karbala. Menangis untuk mereka menghidupkan hati. Dalam pandangan Rumi tangisan untuk para syuhada memiliki nilai yang sangat tinggi dan bahkan setara dengan darah syuhada itu sendiri. Â
Begitulah, Rumi memandang para syuhada Karbala sebagai pelopor dan raja diraja Rabbani. Dalam syair pujiannya Rumi berkata :
Di mana dikau, hai para syuhada Rabbani nan kelana
Para penantang bala, di Padang Karbala
Di mana dikau yang ringan ruhnya
Ringan, lebih ringan daripada burung di ufuk jomantara
Di mana dikau raja diraja langit permana
Yang mengetahui perputaran semesta
Di mana dikau yang terbebas dari ruh dan negeri fana
Akal tumpul akhirnya karena bertanya di mana
Di mana dikau hai para pembuka penjara
Tolonglah para pemilik denda
Di mana dikau hai para pembentang rahasia
Dikau di mana dikau hai yang berteriak tanpa suara
Dalam Samudra ilahi yang semua alam dalam genggaman
Betapa singkatnya waktu percakapan
Selamat datang Syams Tabriz dari timur
Kalianlah intinya inti dari inti segala pencerahan
(Matsnawi, ghazal 2707, 1386 dan 2421)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H