Cinta hanya bisa dilihat dari implikasinya terhadap perbuatan seseorang, ketika seseorang tergerak menolong orang lain yang sedang kesulitan, itu karena rasa kasih sayang dalam hatinya mempersuasi dia untuk menindak lanjuti hal itu.Â
Sebetulnya ketika kita secara spontan menentukan pilihan dalam kehidupan, ada tim yang menganalisa tindakan dalam otak kita "apakah kemungkinan buruk dan kemungkinan baiknya, apakah akibatnya?" dan pertanyaan-pertayaan kritis lainnya untuk kemudian diri mulai mengeksesuki pilihannya. Tetapi, peran hati juga turut serta. Kalau otak lebih realistis, hati akan cenderung melibatkan emosi. Hati yang dipenuhi rasa cinta kasih akan mempertimbangkan pilihannya berdasarkan kadar yang mendominasinya.
Karena itu memilih sebuah panutan, dan inspirator bukanlah sesuatu yang sederhana, sebab itu akan secara besar-besaran menularkan efeknya. Kita akan berkumpul dengan kerabat-kerabat yang menyuarakan energi yang serupa dengan kita, Â dan sefrekuensi dengan kita. Keterlibatan dalam hubungan interaksi membuat manusia dapat saling mempengaruhi. Alam semesta ini bukan ruang yang kosong, apa yang kita lempar akan kembali kepada asalnya.
Sama halnya seperti madrasah, di dalamnya kita disibukkan mempelajari banyak hal dan permasalahannya. Namun berhasil tidaknya ajaran di sekolah itu terlihat dari perilaku kita di rumah, dan di lingkungan sekitar kita.
Dalam sekolah bernama bulan Ramadhan kita belajar menahan diri, mengontrol diri dan mengatasi diri bahkan marah dikatakan dapat mengurangi pahala puasa. Misalnya menahan diri dari lapar, dengan begitu kita turut merasakan kesulitan saudara kita yang tidak beruntung, dengan begitu kita lebih menghargai makanan dan berat hati bila tidak menghabiskannya karena hanya akan berakhir di tempat sampah.Â
Padahal kita tahu untuk menjadi sepiring santapan itu melewati berbagai proses dan melibatkan banyak jerih payah. Pada sekolah bernama bulan Ramadhan juga waktunya kita lebih banyak merenung, berdiam diri sejenak dan memikirkan hal-hal yang tidak disadari karena tergesa-gesa mengejar kehidupan dunia.Â
"Merenungkan penciptaan makhluk baik yang di atas maupun yang di bawah, dalam rangka mengambil pelajaran, diperintahkan dan dianjurkan." (Majmu' al-Fatawa, 15/343). Dalam perenungan akan kita temukan intropeksi diri, muhasabah dan menyadari kealfaan diri. Di penghujung ramadhan, filosofi saling memaafkan juga begitu kental menjadi pengingat diri bahwa memaafkan adalah hal mulia.
Perasaan khusyu' itu terlihat jelas di bulan Ramadhan daripada di bulan lainnya. Menghidupkan malam dengan mengkhatamkan Al-Qur'an juga merupakan ritual di bulan Ramadhan yang menambah kesan khidmat. Ditambah dengan esensi silaturrahim, persaudaraan dan kebersamaan melalui rangkaian Buka Bersama. Itulah beberapa highlight dari bulan Ramadhan.
Puasa dalam perspektif sufistik Jalaluddin Rumi, "Ada kebahagiaan rahasia bersama perut yang kosong. Kita cuma alat musik petik, tak lebih, tak kurang. Kotak suara penuh, musik pun hilang." Agar senar yang dipetik dapat memantulkan suara dan lagu yang merdu, gitar harus mengosongkan kotak suaranya. Semoga makna puasa akan terus terngiang-ngiang bagaikan lagu yang paling disukai di keseharian kita.