Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Ali Imran 133-134)
Ada seorang sahabat yang datang kepada Rasulullah saw dan meminta nasehat. Di hadapan Rasul dia berkata, "Wahai Rosululloh, beritahukan kepadaku amalan yang bisa mendekatkanku ke surga dan menjauhkan dari neraka." Maka beliau shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jangan tumpahkan kemarahanmu. Niscaya surga akan kau dapatkan."
Awalnya dia tak begitu paham apa yang diucapkan Rasulullah dan bertanya tanya, apa mungkin menahan marah bisa mengantarkan orang ke surga hingga dia melihat orang yang sedang marah. Dalam kemarahan, semua keburukan muncul dengan sangat jelas. Umpatan, permusuhan, kekerasan hingga kata kasar.
Kemarahan pun mempengaruhi kinerja otak. Saat kemarahan memuncak otak merespon dengan mengeluarkan beberapa bahan kimia. Sayangnya perubahan-perubahan kimiawi tersebut memiliki efek negative dan dapat mengganggu kesehatan dalam jangka panjang.
Menurut studi Daily Healt Post (08/09) Saat kemarahan terpantik, amygdala yang bertugas memberikan respon emosi, memberikan respon terlebih dahulu. Saat marah, muncul tingkat stress yang tinggi, rasa terancam dan rasa takut. Saat itu pula, darah terpompa langsung ke bagian otak frontal cortek yang mengakibatkan kemampuan berpikir logis dan rasional seseorang berkurang jauh. Itulah sebabnya, mengapa saat marah banyak orang melakukan tindakan irasional.
Percikan kemarahan selanjutkan memantik kelenjar adrenal untuk memproduksi hormone adrenalin dan stress yang disebut cortisol. Darah dipompa ke otot-otot untuk menyiapkan tubuh melakukan pertarungan. Otot menjadi tegang dan kaku. Hal ini juga menjelaskan bahwa orang yang sedang marah mampu melakukan hal yang berada di luar kemampuan fisiknya.
Coba bayangkan jika hal seperti ini sering terjadi, betapa menderitanya tubuh kita.
Rasulullah Saw, bersabda, "Hasad hanya mendatangkan madarat dan kemarahan dapat melemahkan hati dan membuat sakit tubuhmu"
Mengingat dapat mematikan dari meluapkan amarah, sebaiknya kita belajar mengendalikan amarah kita agar tak jadi moster mematikan yang kita bangkitkan sendiri.
- Identifikasi sebab-sebab kemarahan. Sering kali penyebab kemarahan adalah hal-hal yang sama. Dengan mengenali penyebab kemarahan kita bisa mengidentifikasi dan mengantisipasinya.
- Menandai tanda-tanda munculnya kemarahan agar tahu, kemarahan diri kita sudah benar-benar hilang atau hanya sekedar dipendam dan setiap saat bisa meledak lebih hebat.
- Seperti meluapkan amarah, memendamnya juga tidak sehat. Dia perlu disalurkan pada saluran yang baik dan tepat.
- Berwudu seperti yang dianjurkan oleh Rasulullah saw. Â Sebab marah disebabkan oleh setan dan setan berasal dari api. Api akan meredup saat disiram oleh air. Ada bagusnya juga jika setelah berwudu langsung melaksanakan shalat dan memohon pertolongan Allah adar kemarahannya diredakan.
- Mengubah persepsi terhadap pemicu amarah. Sering kali apa yang membuat kita marah belum tentu membuat orang lain marah. Tak ada salahnya kemudian melihat pemicu kemarahan dengan sudut pandang orang lain sehingga kemarahan tidak muncul.
Mudah-mudahan Ramadhan yang kita lalui jadi madrasah untuk penguasaan dan pengendalian pada amarah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H