Ajaran haji ini jelas menjadikan alam sebagai sesuatu yang sakral, suci dan wajib dijaga. Aturan ini mengembalikan kesucian alam dan hubungannya dengan manusia. Al-Qur’an membuat tamsil indah, “Barangsiapa yang membunuh satu jiwa, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan satu jiwa, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan semuanya.” (QS. Al Maidah: 32).
Mengutip dari Seyyed Muhsin Miri, ada dua pendekatan yang digunakan sebagai solusi untuk mengatasi krisis lingkungan baik secara individual maupun sosial. Pertama, pemecahan krisis melalui pertimbangan atas segala sesuatu yang kasat mata, membuat perubahan jangka pendek dan membuat suatu perencanaan ulang. Kedua, pemecahan krisis melalui penjabaran sebab dan faktor yang mendorong munculnya krisis (aspek ontologis), melalui dasar keilmuan (aspek epistemologis), kerangka rohani, dan intelektual, serta paradigma budaya yang menyebabkan krisis tersebut terjadi dengan tetap mengacu kepada pendekatan pertama.
Dalam Madrasah Filsafat Mulla Shadra, filosof muslim dari tanah Persia, semua yang ada, termasuk Tuhan dan ciptaannya, dengan sendirinya memiliki hierarki dan strata keberadaan yang beragam. Mereka memiliki persamaan yang penting dan mendasar serta kesatuan erat yang tak dapat dipisahkan.
Kepentingan yang terjalin dalam hierarki ini merupakan hubungan yang khas. Shadra mencontohkan dalam bilangan matematis. Kita tidak dapat mencabut angka 4 antara 3 dan 5 lalu menempatkannya di tempat lain. Tempat angka 4 hanya antara 3 dan 5. Begitupula hubungan antara sebab ‘A’ dan akibatnya ‘B’. Hubungan tersebut tidak dapat diubah dikarenakan sinkronisitas keberadaan di antara keduanya. Hubungan itu tidak dapat diubah.
Dengan pola hubungan seperti itu, maka ketika ada satu link terganggu, maka akan berpengaruh pada eksistensi lainnya. Dalam hal ini, jika manusia mengalami gangguan spiritual maka akan merusak tatanan lainnya.
Apa yang disebut Mulla Sadra, diaminkan oleh Arne Naess, seorang filsuf Norwegia, baginya, alam adalah instrumen bagi manusia untuk mempertajam daya rohaninya dalam menemukan jejak-jejak Tuhan. Sisi spiritual inilah yang hilang di alam modern ini.
Saat seorang jemaah haji menjaga hajinya dengan menjaga semesta, saat bersamaan daya rohaninya akan menanjak jauh ke puncak. Namun saat jemaah haji kembali tak peduli pada larangan haji, daya rohaninya juga akan menurun. Mari kita rengkuh kearifan ekologis haji.
Pada tahun 2010 saat 2,5 juta jemaah haji berkumpul, terkumpul juga 100 juta botol plastik di tempat-tempat yang dikunjungi. Ini adalah masalah serius. Lalu apa yang bisa dilakukan jamaah haji agar menjadi jamaah yang arif ekologi? Selain menghayati nilai-nilai ibadah haji dengan baik dan benar, ada baiknya tips ini juga dilakukan.
- Bawa tempat air minum sendiri. Membawa tempat minum sendiri memberi kemudahan saat kita kehausan. Isilah tempat air minum dengan air zam-zam yang tersebar di setiap suduk mesjid
- Bawa kantong plastik sandal sendiri. Di beberapa pintu Mesjidil Haram disediakan plastik untuk sendal atau sepatu agar bisa dimasukan ke dalam tas. Supaya tak menambah sampah plastik, sebaiknya jemaah membawa kantong plastik sendiri.
- Bawa tas belanja sendiri
- Jangan melakukan vandalisme. Di beberapa tempat yang dikunjungi, beberapa jamaah menuliskan namanya di batu, tembok atau dinding. Malah sebagian orang menyewakan spidol untuk menuliskan namanya. Jemaah haji tidak selayaknya melakukan hal itu.
- Matikan alat listrik saat tak dipergunakan.
- Walaupun jemaah haji tidak membayar listrik dan listrik di Saudi terbilang melimpah, ada baiknya jemaah haji menghemat listrik dengan mematikan lampu atau alat listrik yang tak dipergunakan.
- Hematlah air. Di Saudi, untuk mendapatkan air segar harus melalui proses penyulingan yang panjang dan mahal. Dengan menghemat air, kita ikut menjaga sumber daya alam yang terbatas.