Mohon tunggu...
Fajr Muchtar
Fajr Muchtar Mohon Tunggu... Guru - Tukang Kebon

menulis itu artinya menyerap pengetahuan dan mengabarkannya https://www.youtube.com/c/LapakRumi

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Haji dan Kearifan Ekologis

9 September 2016   17:43 Diperbarui: 9 September 2016   17:49 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tumpukan sampah di Mina (Sumber: avivsyuhada.wordpress.com)

Ajaran haji ini jelas menjadikan alam sebagai sesuatu yang sakral, suci dan wajib dijaga. Aturan ini mengembalikan kesucian alam dan hubungannya dengan manusia. Al-Qur’an membuat tamsil indah, “Barangsiapa yang membunuh satu jiwa, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan satu jiwa, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan semuanya.” (QS. Al Maidah: 32).

Seorang pedagang membuang sampah di puncak Jabal Nur (Dokpri)
Seorang pedagang membuang sampah di puncak Jabal Nur (Dokpri)
Frasa dalam ayat ini dimulai dengan kata nafs (yang mempunyai jiwa) yang berimbas pada nās(manusia) secara keseluruhan.Artinya apapun interaksi manusia pada yang memiliki jiwa maka yang akan menikmati adalah manusia secara keseluruhan. Dan bukankah seluruh semesta ini memiliki jiwa? Dalam syair Rumi, jiwa dari alam semesta adalah Tuhan. Sementara bagi sebagian besar justru alam adalah Tuhan itu sendiri.

Mengutip dari Seyyed Muhsin Miri, ada dua pendekatan yang digunakan sebagai solusi untuk mengatasi krisis lingkungan baik secara individual maupun sosial. Pertama, pemecahan krisis melalui pertimbangan atas segala sesuatu yang kasat mata, membuat perubahan jangka pendek dan membuat suatu perencanaan ulang. Kedua, pemecahan krisis melalui penjabaran sebab dan faktor yang mendorong munculnya krisis (aspek ontologis), melalui dasar keilmuan (aspek epistemologis), kerangka rohani, dan intelektual, serta paradigma budaya yang menyebabkan krisis tersebut terjadi dengan tetap mengacu kepada pendekatan pertama.

Dalam Madrasah Filsafat Mulla Shadra, filosof muslim dari tanah Persia, semua yang ada, termasuk Tuhan dan ciptaannya, dengan sendirinya memiliki hierarki dan strata keberadaan yang beragam. Mereka memiliki persamaan yang penting dan mendasar serta kesatuan erat yang tak dapat dipisahkan.

Kepentingan yang terjalin dalam hierarki ini merupakan hubungan yang khas. Shadra mencontohkan dalam bilangan matematis. Kita tidak dapat mencabut angka 4 antara 3 dan 5 lalu menempatkannya di tempat lain. Tempat angka 4 hanya antara 3 dan 5. Begitupula hubungan antara sebab ‘A’ dan akibatnya ‘B’. Hubungan tersebut tidak dapat diubah dikarenakan sinkronisitas keberadaan di antara keduanya. Hubungan itu tidak dapat diubah.

Wc satu-satunya di puncak. Kotor dan bau (dokpri)
Wc satu-satunya di puncak. Kotor dan bau (dokpri)
Tuhan adalah sebab dari ‘keberadaan’ semua maujud. Oleh sebab itu, hubungan keberadaanNya dengan maujud lain seperti langit, alam, bumi, manusia dan yang lain adalah sebuah hubungan keniscayaan. Begitu pula hubungan antara masing-masing akibatNya. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa hubungan antara satu maujud dengan yang lain di alam ini bersifat keniscayaan.

Dengan pola hubungan seperti itu, maka ketika ada satu link terganggu, maka akan berpengaruh pada eksistensi lainnya. Dalam hal ini, jika manusia mengalami gangguan spiritual maka akan merusak tatanan lainnya.

Apa yang disebut Mulla Sadra, diaminkan oleh Arne Naess, seorang filsuf Norwegia, baginya, alam adalah instrumen bagi manusia untuk mempertajam daya rohaninya dalam menemukan jejak-jejak Tuhan. Sisi spiritual inilah yang hilang di alam modern ini.

Saat seorang jemaah haji menjaga hajinya dengan menjaga semesta, saat bersamaan daya rohaninya akan menanjak jauh ke puncak. Namun saat jemaah haji kembali tak peduli pada larangan haji, daya rohaninya juga akan menurun. Mari kita rengkuh kearifan ekologis haji.

Vandalisme jemaah haji (dokpri)
Vandalisme jemaah haji (dokpri)
Tips Haji Ramah Lingkungan

Pada tahun 2010  saat 2,5 juta jemaah haji berkumpul, terkumpul juga 100 juta botol plastik di tempat-tempat yang dikunjungi. Ini adalah masalah serius. Lalu apa yang bisa dilakukan jamaah haji agar menjadi jamaah yang arif ekologi? Selain menghayati nilai-nilai ibadah haji dengan baik dan benar, ada baiknya tips ini juga dilakukan.

  • Bawa tempat air minum sendiri. Membawa tempat minum sendiri memberi kemudahan saat kita kehausan. Isilah tempat air minum dengan air zam-zam yang tersebar di setiap suduk mesjid
  • Bawa kantong plastik sandal sendiri. Di beberapa pintu Mesjidil Haram disediakan plastik untuk sendal atau sepatu agar bisa dimasukan ke dalam tas. Supaya tak menambah sampah plastik, sebaiknya jemaah membawa kantong plastik sendiri.
  • Bawa tas belanja sendiri
  • Jangan melakukan vandalisme. Di beberapa tempat yang dikunjungi, beberapa jamaah menuliskan namanya di batu, tembok atau dinding. Malah sebagian orang menyewakan spidol untuk menuliskan namanya. Jemaah haji tidak selayaknya melakukan hal itu.
  • Matikan alat listrik saat tak dipergunakan.
  • Walaupun jemaah haji tidak membayar listrik dan listrik di Saudi terbilang melimpah, ada baiknya jemaah haji menghemat listrik dengan mematikan lampu atau alat listrik yang tak dipergunakan.
  • Hematlah air. Di Saudi, untuk mendapatkan air segar harus melalui proses penyulingan yang panjang dan mahal. Dengan menghemat air, kita ikut menjaga sumber daya alam yang terbatas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun