Memang asyik bisa jalan-jalan ke pertambangan yang sangat ekslusif dan kemudian menuliskannya. Tak mudah bagi orang biasa bisa berkunjung ke pertambangan dengan prosedur yang sangat ketat. Dunia tambang sangat erat dengan berbagai fasilitas vital dan keamanan. Maka beruntunglah ketika beberapa blogger yang mengunjungi pertambangan. Lebih beruntung lagi mereka kemudian menuliskan pengalamannya dan membagikannya kepada pembaca.
Langkah yang diambil oleh PT. Newmont menggunakan blogger sebagai salah satu corong humas mereka harus saya bilang langkah cerdas. Sebab, seperti Kata Rully Nasrullah blogger memiliki beberapa keunggulan (dan juga kelemahan). Keunggulan seorang blogger ketimbang media konvensional adalah, seorang blogger menulis lebih detil dengan sudut pandang yang sangat personal. Kelebihan inilah yang dimanfaatkan oleh Newmont dengan apik.
Eko Budi W, menyinggung hal ini dengan baik, Saya menyadari bahwa cara komunikasi seperti ini merupakan cara yang efektif untuk menampilkan citra Newmont yang lebih bersahabat, walaupun pada program ini baru mengunjungi lokasi tambang yang berada di Nusa Tenggara bukan dilokasi Minahasa (kasus Buyat terjadi) namun langkah ini cukup penting untuk mengurangi negative media coverage terhadap Newmont. Dengan program ini cukup dari orang luar lah kemudian yang nantinya akan menjadi juru media mengabarkan kondisi Newmont yang sebenarnya secara aktual”.
Maka kemudian kita bisa membaca pengalaman-pengalaman para blogger yang ikut dalam acara Bootcamp. Banyaknya blogger yang ikut dalam dalam acara tersebut dan menyumbangkan sudut pandangnya (angle) merupakan kekuatan dari buku ini. Dengan membaca buku ini kita akan menemukan berbagai cerita dan cita rasa. Saat membacanya, seakan saya ikut jalan-jalan di pertambangan. Para bloger menjadi mata, kaki dan tangan kita.
Nah, Sebelum dibukukan dengan judul Buka-bukaan Dunia Tambang (BbDT), beberapa tulisan sempat saya baca di Kompasiana dan blog. Menurut saya membacanya di blog lebih menarik ketimbang membacanya di buku BbDT. Mengapa? Masalah update informasi merupakan salah satu alasan. Tulisan di blog lebih segar ketimbang yang sudah dibukukan. Masih ditambah, tulisan di Blog dilengkapi dengan foto-foto dari blogger.
Selain dua hal tersebut, membaca blog memiliki keterikatan dengan pemilik blognya. Saat kita berkunjung ke blog seseorang (Blogwalking) biasanya blog kita akan dikunjungi balik. Hubungan itu akan terus berlangsung jika terjadi diskusi atau komentar menarik. Hal seperti ini tak didapatkan saat membaca buku BbDT.
Kurang kritis
Di antara beragam sudut pandang yang tersebar itu saya menemukan framing yang tak proporsional. Jargon “seeing is believing” tak selalu bisa dipercaya. Ok, lah untuk SOP penambangan dan CSR serta beberapa hal yang bisa diamati jargon itu sangat ampuh. Namun masalah pertambangan bukan hanya SOP dan CSR, ada kepentingan-kepentingan yang justru sering kali tak terlihat.
Misalnya, kita tidak bisa menepis kepentingan Yahudi hanya dengan melihat suasana toleransi umat beragama seperti yang disinggung Dzufikar (Peserta Newmont Bootcamp), “Newmont kerap kali diduga dekat dengan kepentingan Yahudi. Namun, keharmonisan dan toleransi sesama muslim dan antar umat beragama sangat terasa kental”. Kepentingan-kepentingan itu tidak bisa dilihat di lokasi, adanya mungkin di perbincangan di sebuah cafe mewah nun jauh di antah berantah sana.
Tak saya temukan kritik menukik dalam buku BbDT mengenai praktik-praktik penambangan di PT NNT. Kekurang kritisan ini mungkin disebabkan karena para penulis buku BbDT lebih banyak memposisikan diri sebagai pengabar, bukan sebagai investigator. Apalagi tak semua berlatar belakang dunia tambang.
Kesimpulannya, Jika ingin jalan-jalan dan ‘melihat’ dunia tambang dari sudut pandang orang kebanyakan, maka buku ini cocok untuk dibaca. (mungkin karena ini oleh Mizan, buku ini dikategorikan sebagai novel).
- Judul: Buka-bukaan Dunia Tambang
- Penulis: 16 peserta Sustainable Mining Bootcamp
- Penerbit: Pastel Books
- Jenis: Kisah Inspiratif
- Tebal : 190 hal
- Terbit : Februari 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H