Mohon tunggu...
Fajr Muchtar
Fajr Muchtar Mohon Tunggu... Guru - Tukang Kebon

menulis itu artinya menyerap pengetahuan dan mengabarkannya https://www.youtube.com/c/LapakRumi

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Menengok Surga Terakhir Blekok Bandung

5 Maret 2016   18:22 Diperbarui: 5 Maret 2016   19:29 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Burung blekok, seperti memakai bandana."][/caption](Tulisan ini sebetulnya adalah asal muasal dari cerita tentang anak bebek alias titit yang sudah saya tulis di Kompasiana)

Pagi sekali, kepalaku sudah ditimpuk kotoran burung. Kotoran itu jatuh dari atas rerimbunan pohon bambu yang dihinggapi oleh ratusan ekor burung blekok (Ardeola speciose). Saking banyaknya kotoran burung yang terjatuh, membuatku menarik topi ponco jaket. Untuk menghindari jatuhan kotoran itu, saya segera menuju sebuah mesjid yang sedang dibangun.

Entah apa yang menggerakkan saya menggerakkan roda motor ke kampung itu. Tiba-tiba saja Ahad malam (28/2/16) ada keinginan googling kawasan unik Bandung. Tak berapa lama mata saya terpikat dengan Kampung Blekok Rancabayawak. Seperti namanya, di kampung ini, kita bisa melihat burung-burung blekok yang terbang bebas dari satu pohon ke pohon lain. Biasanya saya melihatnya dikurung di kebun binatang.

[caption caption="Blekok dan perumahan, mana yang akan bertahan?"]

[/caption]Setelah mengantar anak saya ke Kampus UIN Bandung, saya segera mengarahkan motor ke kampung ini. Peta Google mengantarkan saya dua kali mentok di gang buntu. Akhirnya GPS pamungkas alias Gunakan Penduduk Setempat menunjukkan kepada saya ke jalan yang benar. Saya sempat melongo, sebabnya Kampung Blekok ini sering sekali saya lewati. Jalur Gedebage menuju Sapan ini merupakan jalur alternatif saya ke Eco Spiritual Al Musthafa. Biasanya saya memang menggunakan jalur menyusuri sungai menuju Sapan.

Gerbang biru berhiaskan kaligrafi basmalah yang dibentuk seperti burung blekok menyambut saya. Saya memasuki kawasan yang sejak 2005 sudah dijadikan kawasan konservasi lingkungan. Sesampainya di sana seorang pekerja mesjid menawarkan saya untuk melihat burung-burung itu di atap. Tak perlu berpikir lama, saya terima tawaran itu. Setelah melewati tangga besi yang terjal saya langsung bisa menikmati burung-burung blekok itu. Indah dan seru. Entah mengapa tiba-tiba air mata saya terurai.

[caption caption="Kuntul Kebo yang cantik di alam bebas"]

[/caption]Secara umum, ada dua jenis burung blekok, Burung Blekok (Ardeola speciosa) dan Kuntul Kerbau (Bubulcus ibis). Secara kasat mata, kedua burung itu bisa dibedakan dari warnanya. Blekok memiliki warna agak kemerahan, sementara Kuntul Kerbau memiliki warna putih dominan dan memiliki jambul. Jenis burung ini akan bertambah saat musim panen dan musim migrasi tiba. Kata Pak Asep, tukang angon itik di kampung Rancabayawak, biasanya bulan Agustus adalah bulan migrasi. Makanya akan banyak berdatangan burung asing yang datang ke tempat itu.

Tentu saja keberadaan tempat seperti Kampung Blekok ini mestinya menyadarkan kita akan pentingnya menjaga bumi kita. Burung-burung itu bukan tanpa makna diciptakan. Dalam proses kehidupan, Kuntul Kerbau dan Blekok adalah burung air yang memiliki fungsi ekologi penting di alam, seperti penyerbuk jenis-jenis tumbuhan dan pemangsa hama pertanian. Relasi kita dengan alam adalah relasi yang semestinya saling memberikan keuntungan, bukan relasi penindasan. Termasuk di Rancabayawak ini.

[caption caption="Kumpulan burung blekok di sarangnya"]

[/caption]Sayang memang jika kekayaan yang dimiliki Bandung ini hilang karena ketidakramahan dan keserakahan manusia. Faktanya, surga kecil Kampung Blekok ini memang terhimpit oleh kawasan perumahan yang mengakibatkan semakin mengecilnya lahan pencarian makan mereka. Masih beruntung penduduk setempat sangat ramah kepada burung-burung ini.

Pada musim penghujan, sering kali ada anak burung yang terjatuh dan kemudian dirawat di rumah-rumah penduduk. Ketika burung itu sudah sembuh, mereka dikembalikan ke pohon-pohon. Sering juga para penduduk membeli ikan-ikan hanya agar burung-burung blekok itu betah di sarangnya.

Saat ini, predator terbesar burung blekok ini adalah manusia. Para pemburu yang mencari burung sering berburu di sekitar kawasan. Padahal sudah ada larangan berburu di daerah itu dengan ancaman denda 5 juta, namun ancaman itu tidak mempan. Memang perlu kesadaran dan keseriusan lebih untuk mencegah agar surga terakhir burung blekok ini tidak musnah.

[caption caption="anak blekok yang dipelihara di rumah penduduk"]

[/caption] 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun