[caption caption="suasana pagi di Cijapati"][/caption]Sehari setelah tiba menjelajahi bumi Borneo, saya menengok tanah wakaf di Cijapati. Perjalanan bisa menghabiskan waktu tiga jam. Dari rumah saya berangkat jam 9 dan jam 12 siang sampai di lokasi wakaf yang dicita-citakan menjadi Pesantren Eco Spiritual. Di sana sudah menunggu beberapa tokoh masyarakat ds Mandalasari, di antaranya adalah pak Lurah. Pembicaraan berkisar pemanfaatan lahan wakaf yang 8 ha dan harapan menjadikan Desa Mandalasari sebagai desa wisata.
Saat saya kembali dari tanah wakaf, saya ingin membeli pupuk kandang yang tersedia sangat banyak di jalanan Cijapati. Daripada mobil pulang dalam keadaan kosong lebih baik diisi oleh pupuk kandang. Saya segera meminggirkan mobil ketika melihat seorang bapak sedang bekerja mengaduk-aduk kotoran sapi. Setelah salam, saya bertanya tentang harga pupuk. Bapak yang bernama Ujang bi Entin itu mengatakan harga pe karung (50 kg) adalah 15 ribu rupiah. Saya pikir harga itu terlalu mahal. Sebab setahu saya harga pupuk di Cijapati kisaran 7000-10.000. Setelah negosiasi sedikit, jatuhlah harga di 10.000.
Sambil menunggu pupuk kandang ditempatkan saya ngobrol dengan pak Ujang bi Entin (Karena banyak nama ujang, maka nama istri dipakai untuk identifikasi). Dari obrolan dengan pak Ujang inilah saya baru tahu bahwa bisnis kotoran sapi itu beromzet jutaan rupiah.
[caption caption="Pupuk kandang kualitas prima"]
Menurut pak Ujang, kotoran sapi dibeli dari peternak-peternak besar yang banyak berada di wilayah Cijapati. Kotoran sapi itu sebetulnya juga diharuskan dibuang dari kandang, maka harga kotoran sapi mentah itu sangatlah murah, per truk hanya sekitar 150.000,- rupiah saja. Harga itu hanyalah harga untuk mengganti bensin dan uang supir. Jadi boleh dikata kotoran sapinya tidak dihargakan sama sekali.
Pertama kali kotoran sapi itu ditimbun dan dibiarkan beberapa lama agar uap panasnya keluar. Kotoran segar ini tak baik dijadikan pupuk. Setelah uapnya berkurang, kotoran sapi dibalik dan dicampur dengan mikroba agar terjadi fermentasi dan kemudian ditimbun lagi. Setelah mengering kotoran sapi dibalik lagi dan kemudian diangin-angin. Barulah kotoran sapi itu digiling agar mendapatkan butiran yang lebih halus dan tidak berbau.
Pak ujang mengatakan bahwa kotoran sapi yang sudah diolah dan dingin ini dijual ke hobiis, pekebun dan juga pabrik pupuk. Kepada pabrik pupuk Pak Ujang mesti memenuhi kontrak sebanyak 50 ton/bulan. Harga kontrak adalah 5000 per-Kg. Jika pak Ujang bisa mencapai target, maka setiap bulannya pak ujang mendapat uang 250 juta (kotor).
[caption caption="Pupuk kandang yang sudah melewati proses penggilingan"]
Di samping mengejar target kontrak dengan pabrik pupuk Kujang, Pak ujang juga melayani pembeli yang datang langsung. Pembeli bisa membeli per truk atau karungan. Satu truk kotoran sapi dihitung berkapasitas 200 karung. Jika dikalikan harga 10000, maka satu truk berharga 2 juta rupiah. Untuk yang karungan pak Ujang biasa menjual 15000/karung.
Dengan harga seperti itu, para pengusaha kebun Di Bandung masih bisa mengambil margin yang lumayan, harga pupuk kandang sapi halus yang pernah saya beli adalah 10.000/plastik 5 kg. Nah berapa coba keuntungan para penjual pupuk di gerai Tanaman ? Saya jadi teringat para petani di Gambung yang mengatakan bahwa sehari-hari mereka makan kotoran sapi. Maksudnya bukan kotoran sapi betulan yang dimakan tapi hasil dari menjual kotoran sapi. Nah ada yang mau makan kotoran sapi?
[caption caption="Mesin penggiling"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H